Part 8 | Berhasil

14 3 0
                                    

Mungkin kita akan jadi sedikit mirip, Elia membalik lembar buku yang ia baca, bersama dengan seekor burung phoenix kecil berwarna kuning yang bertengger di bahunya. Mata kuningnya yang menyala menatap mata sang majikan, dengan telepatinya, burung itu berbicara dengan Elia.

'Bukankah itu tidak berguna jika kau hanya membacanya sekilas saja?' tanyanya.

"Tunggu saja sampai aula pedang menjadi lebih sepi, lagipula aku lebih suka berlatih malam hari." Jawab Elia.

'Apa kau merasa bahwa kau dan pangeran itu mirip?' tanya phoenix itu lagi.

"Ya Monic, tentu saja. Kami berdua sama sama anak haram, ratu kerajaan bulan dan kerajaan matahari merupakan teman baik, tidak ada salahnya menyebut kami sedikit mirip." Terang Elia.

Elia mendengarkan derap langkah menghampiri, segera membuat Monic -phoenix-nya- menyusut dan masuk lagi ke dalam tubuhnya. Sekilas, tubuh Elia bercahaya hingga pudar dengan cepat.

"Halo Elia," sapa Meetha memasukki kamar.

"Hai Meetha, dimana Claire?" Elia menengok, namun ia tak menemukan Claire di dekat Meetha.

"Claire masih berlatih." Jawab Meetha.

"Aku besok ada tes, aku akan tidur cepat hari ini," tutur Meetha.

"Kalau begitu selamat malam, aku akan berlatih lagi,"

Elia berjalan menutup pintu kamar, ia berjalan mencapai aula pedang, tempat ia berlatih. Gadis itu menutup pintu lapangan beratapkan kaca itu. Ia kembali mengambil pedangnya dan menarik nafas panjang.

'Fokus'

Suara phoenix yang sangat ia kenal itu berdengung di kepalanya. Monic, lifthy-nya. Mahluk yang seringkali dirumorkan merupakan utusan Aitera yang agung untuk membantu manusia. Meski ia seorang bangsawan sekalipun, jika memiliki lifthy yang sangat lemah maka dia bukanlah apa-apa selain bangsawan miskin.

Makhluk yang akan selalu ada di sisi kita, mengabdikan diri mereka pada kita, abadi selama majikannya masih ada, itulah lifhty.

'Fokuslah, majikanku, kumpulkan semua mana-mu,'

Kali ini jangan fokuskan mana ke jantung. Fokuskan ke otot, Elia berpikir keras, ia melemaskan seluruh tubuhnya agar tidak kaku. Ia memulai dengan satu tebasan pada kayu. Sesaat kemudian, ia mulai dengan tebasan yang brutal, pikirannya hanya fokus pada pergerakan tangannya, tanpa memikirkan kayu di hadapannya yang sudah mulai lecet.

'Fokus'

'Fokus'

Cletak. Pedang itu menebas keseluruhan kayu di hadapannya. Peluh bercucuran di sekitar wajahnya. Ia berhasil. Hasil yang persis seperti milik Asher.

"Kamu tidak pandai di akademik, tapi seni pedangmu bagus."

"Untuk seseorang yang pernah berkata demikian, itu tidak buruk hingga ia membantu prosesku." Gumam Elia, ia menyeringai pelan sembari mengusap peluhnya.

Akan aku buktikan akademikku juga bagus! Sekolah baru, lingkungan baru, teman teman baru, diri yang baru!, batin Elia menyemangati dirinya sendiri.

Pria tua dengan otot yang besar itu melirik, mata merahnya menangkap basah siswi ceroboh yang menangis di kelasnya. Beberapa detik kemudian, guru Shi pergi dari depan kelas.

Elia roboh, ia merebahkan dirinya diatas tanah lapangan sembari mengambil nafas. Kepalanya mendadak menjadi pusing. Sesaat kemudian, gadis itu kembali berdiri dan mengambil pendinginan sekilas. Ia terlihat sangat serius sebelum memulai kenbali latihannya.

Elia: The Daughter Of SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang