Part 4|Pangeran Aiden

140 20 0
                                    

***

Sekitar delapan tahun lalu, Elia terisak di dalam kamarnya kala memikirkan ucapan orangtuanya di dalam surat. Air matanya pecah ketika saat itu orangtuanya sedang pergi meninggalkannya sendiri di dalam rumah.

'Elia, maaf karena kami tidak bisa datang di ulang tahunmu. Namun, kami ingin mengatakan yang sejujurnya, bahwa kamu bukanlah anak kandung Bunda. Semua surat kelahiranmu adalah kepalsuan. Bunda, adalah dayang dari ratu matahari. Dan ratu matahari menitipkan anaknya pada Bunda dan ayah dengan balasan Bunda akan hamil anak. Kamu tidak boleh memberitahu identitasmu sebagai putri matahari sebelum kamu dinobatkan menjadi ratu matahari. Pada saatnya, kamu akan menemukan ibu kandungmu. Maaf karena Bunda tak pernah cerita.'

Elia terisak sembari meremas surat itu. Yang berarti alasan mengapa bunda jarang memeluk, dan mencium Elia adalah bunda tidak berhak seluruh nya pada Elia. Karena bunda hanya diminta untuk merawat. Bukan menjadikan Elia anaknya. Namun dari raut Elia, mengartikan bahwa hal itu tidak membuatnya bahagia. Elia mengepalkan tangannya lalu menyeka sudut matanya.

"Aku benar kan?" tanya seekor phoenix berada di bahu Elia.

"Kau itu tuan putri! Dan aku adalah roh gaib yang akan melindungimu." Ujarnya lagi sembari mengepakkan sayap

"Apa aku benar putri matahari? Anak dari matahari? Dengan rupa seperti ini?? Anak dari ratu matahari yang itu?" gumam Elia bertanya menatap dirinya di hadapan cermin.

"Kenapa bertanya begitu?"

***

Elia melihat langit langit kamarnya. Memori singkat itu terlintas di pikirannya. Sebuah kisah klise yang dramatis, namun nyata. Semakin dewasapun, Elia semakin paham mengenai kenapa saat itu ia hanya diberi sepucuk surat.

Bundanya adalah wanita hangat yang sangat lembut dan rapuh, wanita paruh baya itu pasti tak akan mampu mengakui langsung di hadapan Elia yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri.

Aku adalah anak haram, batin Elia. Sebuah kenyataan yang dapat Elia simpulkan dari kelahirannya. Ratu Evellyn Carmine -ibunya- yang dikeluarkan dari silsilah kerajaan karena berbuat zina, dan hasil dari perbuatan itu adalah Elia sendiri.

Tapi seharusnya Elia dibunuh atau bahkan digugurkan, namun ibunya itu justru melahirkan anak hasil zinanya bahkan menitipkan Elia pada dayang terpercaya nya yang saat ini Elia panggil sebagai bunda.

"Siapa aku sebenarnya? Dimana orangtuaku? Mengapa mereka menitipkanku? Evellyn Carmine, aku adalah anakmu, dan ini adalah yang sulit dipercaya. Hingga terasa seperti mimpi," gumam Elia menghela nafas. Elia duduk mengingat janjinya pada Jessy. Adik tirinya yang lahir asli dari perut orang yang ia sebut sebagai bundanya.

"Aku harap, perjalanan kali ini membuatku semakin lebih kuat," ujar Elia. Gadis itu bangkit duduk dan berdiri lalu keluar dari kamar. Elia berjalan menuju kamar adiknya dan mendapati Jessy sedang bermain boneka.

"Jes," panggil Elia memasukki kamar Jessy dan menutup pintunya.

Jessy menoleh ke arah pintu dan berjalan memeluk kaki Elia. Elia melepas pelukan itu dan menyamakan tinggi nya dengan Jessy lalu memeluknya.

"Ayo, kita main." Ajak Elia tersenyum.

***

Paginya, Elia telah bersiap dan pamit pada keluarganya. Elia memasuki bis dan duduk di bangku bersebelahan bersama Claire. Claire memilih untuk duduk di bagian pojok sembari termenung dan melamun. Tak lama kemudian, gadis bersurai hijau muda itu tertidur sampai di bahu Elia. Elia yang melihatnya hanya diam saja dan memikirkan keluarganya saat ini sembari membaca buku. Tak terasa, perjalanan lama itu menjadi singkat bagi Elia.

"Claire. Claire. Bangun. Sudah sampai nih." Elia menepuk pipi Claire agar gadis itu terbangun. Claire mengerang kecil dan bangkit untuk duduk. Setelah sudah mengumpulkan seluruh kesadaran, Elia, Claire dan delapan murid lainnya turun dari bis.

Elia: The Daughter Of SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang