Dalam sebuah ruangan, seorang perempuan remaja masih tertidur di bawah selimut tebalnya yang nyaman. Pada jam bangunnya, gadis itu bangun dari tidurnya. Gadis itu meregangkan otot otot punggungnya. Tubuhnya tampak tak bersemangat dan menolak untuk beranjak. Gadis itu menyentuh dahinya sekilas.
Tidak demam, batinnya.
Ia bergegas mandi dan memakai bajunya. Setelahnya, ia turun ke dapur dan menemui keluarga angkatnya.
"Pagi Yah, Bun, Jessie." Sapa gadis itu.
"Kamu kenapa El? Lagi gak enak badan ya?" Tanya bunda sembari meletakkan beberapa piring dan mangkuk berisi makanan dengan kekuatan sihir elemen anginnya.
"Iya bun. Aku merasa tidak fit hari ini." Timpal Elia meregangkan otot lehernya lagi.Gadis berambut kuning bagai matahari yang terkena retakan es dan mata platinum itu duduk di kursinya.
"Kalau begitu tidak perlu sekolah dulu. Istirahat saja." Usul ayah sudah mengambilkan makanan untuk adik angkat Elia, Jessie.
"Tidak usah yah, tidak apa-apa. Elia kuat kok. Hari ini kan pertukaran pelajar lewat beasiswa. Elia harus hadir... hari ini tes praktek langsung! Ini kesempatan seumur hidup." Tolak Elia panjang lebar dengan nada bersemangat.
"Ya sudah. Jaga dirimu baik-baik ya. Jangan terlalu memaksakan diri." Ucap bunda.
"Baik bun,"Elia menghabiskan sarapannya lalu pamit untuk berangkat ke sekolah. Elia membuka pintu rumah nya dan langsung dihantam oleh teriakan melengking dan cempreng dari sahabatnya.
"Eliana Rasyad!!!" teriak seseorang tepat berada di hadapan Elia ketika pintu dibuka.
"Apa yang kau lakukan?!" Tanya Elia terkejut sembari menutup telinganya. Gadis didepannya menarik nafas terlebih dahulu.
"Hehe maaf. Habisnya kamu lama banget keluarnya." Ujar Claire memelas. Elia memutar bola matanya lalu menggandeng tangan Claire.
"Apa kamu sedang sakit?" Tanya Claire terlihat cemas lalu menyentuh jidat Elia dengan punggung tangannya."Wajahmu pucat," lanjutnya.
"Iya. Lagi gak enak badan." Jawab Elia menyingkirkan tangan Claire dari dahinya.
"Yakin masih mau masuk sekolah?" Tanya Claire prihatin. Elia mengangguk mantap.
"Kesempatan seumur hidup." Ucap Elia tersenyum.Elia keluar dan melihat matahari belum juga muncul. Kosong dan hanya bertabur bintang.
"Bukannya ini sudah pagi ya? Mataharinya mana?" Tanya Elia memandang bintang di langit. Mendengar hal itu Claire hanya menghela nafas panjang.
"Itu dia. Matahari dari tadi belum juga muncul. Mungkin rasa sakitmu dikarenakan matahari belum muncul. Jelas saja, kekuatanmu cahaya matahari kan?" Tanggap Claire."Entahlah Claire, Aku tidak mau memikirkannya." Ucap Elia.
"Baiklah, kurasa lebih baik kau memang menghemat energimu."
Waktu terus berjalan sampai pada akhirnya mereka sampai ke sekolah mereka. Mereka segera pergi ke lapangan untuk ujian beasiswa ke 'Star Academy'. Star Academy adalah akademi terbesar sekaligus academy yang mangabdi pada kerajaan segala elemen. Dia adalah akademi yang berhubungan langsung dengan kerajaan, sebagai seorang rakyat biasa untuk masuk kesana itu merupakan hal yang luar biasa!
Elia dan Claire pergi mengambil kertas giliran. Elia melihat kepala sekolah Star Academy dan kepala sekolah dari sekolahnya sedang berada di atas lapangan sekolah mereka yang sangat luas.
"Pagi anak-anak!!!" Sapa kepala sekolah menggunakan pengeras suara dengan kekuatan elemen angin miliknya.
"Pagi pak!!!" Balas seluruh murid serempak yang menonton dari atas.
"Hari ini kita kedatangan tamu," Tambah kepala sekolah tersenyum senang. Pak kepala sekolah memberi kesempatan pada kepala sekolah Star Academy."Selamat pagi. Perkenalkan saya adalah sir* Michael Dasmord, kepala sekolah Star Academy. Pada acara pagi hari ini seperti yang kalian semua tahu, akan ada ujian mendapat beasiswa. Dan saya harap, kalian disini sudah mempersiapkannya dengan baik." Ucap sir Michael.
*Sir = gelar kesatria pada bangsawan
"Sudah!!!" Jawab seluruh murid termasuk Claire dan Elia.
"Kalau begitu, langsung kita mulai saja! Dimohon kepada peserta dengan nomor satu maju ke lapangan."Sir Michael menyingkir dan membiarkan dua pasangan pertama itu maju.
Pasangan peserta pertama adalah seorang pria berambut biru langit dan mata biru gelap bersama dengan gadis berambut hitam dan mata hijau daun, Lionel dan Diva. Mereka adalah kedua pasangan yang saling bermusuhan. Mereka berdua maju keatas panggung dan menatap satu sama lain selama beberapa saat.
Lionel mulai memunculkan gumpalan gumpalan air dalam kontrol kedua tangannya dan berkomat-kamit membaca mantra. Diva yang berada di depannya mulai bersiaga dengan aura berwarna merah muda di sekitarnya.
"Lihatlah monster air buatanku!!!" Teriak Lionel menghantam gumpalan air di tangannya ke tanah sehingga muncul sebuah monster yang tercipta darinya.
Monster itu muncul di hadapan Diva. Lionel membusungkan dadanya dengan begitu bangga. Diva menyerang monster itu dengan kekuatan angin yang berusaha menghempaskannya. Diva menatap monster di hadapannya dengan waspada dan mulai bersedia meluncurkan serangannya.
Elia menatap langit dan ia bersyukur dengan matahari yang mulai bersinar. Ia sudah tidak lemas dan kembali merasa lebih baik. Ia juga merasa semua guru disini melihat keanehan yang ada. Diva mencoba untuk menyerang monster milik Lionel dengan kekuatan angin. Namun rasa jengkel menghampirinya ketika semua hal itu tidak membuahkan hasil. Diva berpikir keras lalu tersenyum miring.
Diva menutup matanya jari-jarinya menekuk kaku, lalu ketika ia membuka mata, ia mengepalkan tangannya hingga monster itu seakan terhempit.
Bum!!
Monster itu hancur. Monster buatan Lionel telah hancur berkeping-keping karena kekuatan cengkraman dari angin Diva. Diva mengusap peluhnya dan berkacak pinggang sembari tersenyum remeh.
Elia melihat nomor gilirannya. Nomor 35.
"Claire, kamu giliran nomor berapa?" Tanya Elia.
"Hm? Oh aku dapat nomor giliran 30." Jawab Claire tetap menatap panggung. Dimana sekarang ini, Asher yaitu pria yang termasuk populer di sekolah menantang Aubrey, yang kini membuat gempar karena keahlian mereka yang berada di standar tertinggi.Setelah beberapa giliran, ini masih giliran 17. Ketika pria yang tak kalah populernya dengan Asher, lagi-lagi melawan seseorang dengan kekuatan setara dengannya. Cindy --yang merupakan lawannya-- berkomat-kamit membaca mantra lalu memunculkan sebuah monster di hadapan Ryan. Ryan melawan monster Cindy dengan kekuatan es-nya. Rambut Ryan berubah menjadi se-putih es dengan beberapa helai warna biru muda dan matanya menjadi warna biru muda yang menyala.
Cindy mengendalikan monsternya. Melihat Ryan yang begitu handal, membuat dirinya geram. Namun ingin ketika ingin menaikkan tingkat kesulitan monsternya, ia sudah terlambat. Monster Cindy telah kalah dan Ryan menang. Mereka berdua kembali ke tempat para peserta bersamaan dengan datangnya peserta selanjutnya.
Setelah begitu banyak peserta. Kali ini masih giliran Claire. Claire naik bersama Camilla. Camilla mempersiapkan kekuatannya, ia mulai menghantam tanah hingga sedikit berguncang dan batu batu mulai terhempas keatas, dengan pedangnya, Camilla melempar semua batu itu kearah Claire.
Saat Claire masih berusaha menangkis bebatuan itu, ia sedikit terkejut ketika melihat wajah Camilla mendekat dengan pedang di tangannya. Tangan Claire memegang pedang itu hingga berdarah, tapi kemudian segera melempar serangan berupa daun beterbangan dengan bau menyengat yang membuat Camilla lengah.
Kemudian saat itu juga, Claire merebut pedang Camilla dan menancapkannya di tanah di sebelah wajah Camilla yang terbaring di tanah. Pemenang kedua pertarungan itu diumumkan, Claire akan memasukki babak final. Claire melepas ujung pedang Camilla dan mengulurkan
Camilla membalas jabatan Claire dan berdiri. Mereka melakukan tos dan kembali ke area peserta.
-To Be Continue-
KAMU SEDANG MEMBACA
Elia: The Daughter Of Sun
AdventureMenjadi yang tersingkir bukanlah sebuah pilihan. Demikianlah ketika sang gadis terjebak di dalam labirin kegelapan. Elia hidup di kalangan rakyat biasa, namun siapa sangka, kekuatan yang mengalir dalam dirinya berasal dari penguasa terkuat di dunia...