Pagi itu, Elia dan beberapa temannya sudah bersiap akan berjalan-jalan keluar dari akademi. Setelah percakapan malam hari itu, mereka sepakat untuk pergi berjalan-jalan diluar akademi. Barisan dipimpin oleh Tiara, Carin, dan seorang anak laki laki berambut hijau --orang yang datang bersama Ryan.
"Lama tidak bertemu Cedric," Ujar Meetha.
"Siapa dia?" bisik Elia pada Ryan.
"Dia Cedric, bangsawan menengah kebawah. Kalau tidak salah, dia satu jurusan dengan Tiara." Jawab Ryan.
"Baguslah, kita semakin mengenal banyak teman. Hey Asher, kau tidak bawa teman kesini?" tanya Claire.
"Tidak. Ada yang sedang belajar di asrama, sedangkan yang satunya berkata akan pergi ke jalan lebih dulu." Jawab Asher. Lagi-lagi kedua tangannya ia arahkan ke belakang untuk menopang kepalanya.
"Sepertinya Dius terlalu bersemangat." Timpal Ryan sembari terkekeh pelan.
"Dia memang selalu aktif dan ceroboh begitu." Timpal Asher sembari menggerutu, membawa tawa pada teman-temannya, kala pria bersurai merah itu menunjukkan ekspresi seolah berkata 'Dia benar-benar menyebalkan!'.
"Berangkat?" tanya Carin.
"Tunggu, Zio belum datang." Cegah Cedric.
"Ah benar, dia memang seringkali lupa waktu." Timpal Ryan menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangan.
"Kita bisa menunggunya," ujar Diva sembari mengangguk pelan. Beberapa menit kemudian, seorang pemuda bersurai coklat muda datang dengan tergesa-gesa.
"Maaf, tadi aku tidak lihat jam," ujar pria itu sembari membungkukkan tubuhnya. Nafasnya tersengal-sengal, ia mengambil nafas berkali-kali sebelum akhirnya bangkit berdiri.
"Kalau begitu, kita langsung berangkat saja."
"Ayo!"
Mereka semua berjalan bersama, keluar dari akademi dan dipandu oleh siswa yang mengenal jelas kota ini. Dengan baju desa yang melekat pada tubuh masing-masing sehingga tidak mudah dikenali sebagai seorang murid dari akademi.
"Kita mulai pergi ke tujuan masing-masing dari sini, sampai jumpa." Ujar Cedric sembari melambaikan tangannya. Cedric, Asher, Ryan dan Zio pergi bersama ke arah yang berlawanan dengan Elia. Tak lama kemudian, terdengar suara riuh dari kumpulan mereka, masuknya seorang pria yang dikatakan Asher memperhangat suasana pertemanan itu.
"Ayo, aku akan memandu kalian ke pasar dekat sini," ajak Meetha. Elia dan Claire menyahuti kemudian mulai mengikuti Meetha.
"Ternyata meski di hari biasa, sekitaran sini cukup ramai ya," ujar Claire.
"Iya, kalian bisa membeli bahan pangan pokok di toko toko yang didirikan oleh mereka, biasanya berdiri di hadapan rumah mereka atau di samping gedung besar yang polos." Terang Meetha.
"Suasananya mirip dengan kota kita dulu," tukas Elia.
"Kau benar. Tapi di kota kita tidak se-ramai disini." Sambung Claire menyetujui.
"Dimana tempat tinggal asalmu Meetha?" tanya Elia.
"Aku tinggal di dekat Kerajaan Air, di benua tempat ku berasal sangat kaya oleh tempat perairan seperti laut, dan danau. Kerajaan berdiri di atas tanah keras yang mengarah pada laut, tepat di ibu kota. Disana sering menjadi tempat lepas landasnya kapal menuju benua lain." Jelas Meetha. Terlihat matanya yang berbinar-binar menceritakan tanah airnya, membuat dua teman di sampingnya turut tersenyum riang.
"Rumahku tidak dekat dengan kerajaan, tapi juga tak terlalu jauh. Rumahku dekat dengan kuil suci, kakekku adalah pastor, dan ayahku adalah pemimpin pasukan prajurit kuil suci." Tambahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elia: The Daughter Of Sun
AdventureMenjadi yang tersingkir bukanlah sebuah pilihan. Demikianlah ketika sang gadis terjebak di dalam labirin kegelapan. Elia hidup di kalangan rakyat biasa, namun siapa sangka, kekuatan yang mengalir dalam dirinya berasal dari penguasa terkuat di dunia...