Rasa canggung perlahan menepi. Selepas insiden itu, semesta entah berpihak pada siapa? Hari demi hari terlewati tanpa disadari benteng pembatas antara kami semakin terkikis. Setelah melewati percakapan panjang dalam sesi tanya jawab yang dramatis ternyata memang cara pandangku benar salah adanya.
Tanpa negoisasi pun percakapan kami mengalir terbiasa. Guitara seakan membuka cara pandangku tentang kaumnya; bahwa tidak semua seperti itu. Tapi tetap saja goresan itu masih terasa nyata adanya. Hingga aku pun harus menutup semua kemungkinan yang ada, termasuk cinta.
Rasa trauma masih menyisa, tapi dia bisa mencairkan suasana dengan caranya tanpa harus membuatku membuka luka lama. Itulah kenapa sudut pandangku mulai berbeda, meskipun juga tak sepenuhnya percaya. Aku tahu dia sangat apik dalam menjaga percakapan, itu kenapa rasa nyaman bertukar pesan secara virtual dengannya membuat suasana berbeda. Oh, semesta apalagi yang kau siapkan?
Terima kasih semesta, akhirnya aku mendapatkan teman bertukar cerita; meski nyatanya tak semulus yang dikira. Tapi dengannya aku menjadi sedikit terbuka untuk bertukar cerita.
Tulungagung, 9 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Ragu
PoetryKolaborasi prosa Cellia Vidyana x Alifia Loveista Rasanya sudah kaku untuk merasakan apa itu detak yang sering mereka bicarakan. Jangan salahkan kenapa detakku kaku, sebab detakku sudah berulangkali runtuh. Setiap aku menggenggamnya, setiap itu juga...