Sampai hari ini pun goresannya masih tersisa, selalu menganga. Mungkin dalam setiap cerita ini aku yang bodoh. Mereka selalu mengutarakan hal yang sama, "Cari detak yang baru." Namun, detakku tak bisa menerimanya. Masih bersisa lubang yang bernama lara membekas tanpa mau lekas menyurut pergi. Meskipun sudah dihempas hingga remuk tak beraturan, tetapi rasanya lara itu belum ingin menyusun puzzle yang beraturan.
Masa bodoh dengan lara, jika detakku tak menginginkannya aku bisa apa?
Tulungagung, 6 November 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Ragu
PoetryKolaborasi prosa Cellia Vidyana x Alifia Loveista Rasanya sudah kaku untuk merasakan apa itu detak yang sering mereka bicarakan. Jangan salahkan kenapa detakku kaku, sebab detakku sudah berulangkali runtuh. Setiap aku menggenggamnya, setiap itu juga...