Denting jam menunjukkan pukul lima sore. Waktu favoritku untuk segera melihat keajaiban langit sore. Rasanya tenang dan lega setelah seharian berkutat dengan tugas yang tiada hentinya. Melihat goresan berwarna oranye membuat pikiran menjadi tenang. Dalam diamku menatap lukisan indah itu tiba-tiba ....
Ting! Suara notifikasi ponselku membuat ketenangan ini terusik."Hai, Gita." Dalam benakku langsung tercetus satu nama. Dia. Yang selama ini menghilang bak ditelan bumi muncul bagaikan ilusi. Belum sempat membalas karena masih bergulat dengan pikiranku sendiri; denting kedua berbunyi.
Ting! "Maaf, bukannya ingin mengganggu. Hanya ingin bertanya tentang materi yang tertinggal." Syukurlah, aku hanya terlalu berekspetasi terlalu jauh, sebab rasa trauma itu masih ada; belum ingin pergi menjauh.
Tanpa terasa kami saling bertukar pesan. Dia yang bertanya dan aku yang menjawabnya. Meskipun pola itu masih sama, tanpa ada canda di dalamnya. Aku pun hanya membalas seperlunya saja, tanpa ingin tahu alasan dibalik menghilangnya. Biarlah itu menjadi rahasia antara dia dan jiwanya; aku tak berhak bertanya.
Tulungagung, 1 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Ragu
PuisiKolaborasi prosa Cellia Vidyana x Alifia Loveista Rasanya sudah kaku untuk merasakan apa itu detak yang sering mereka bicarakan. Jangan salahkan kenapa detakku kaku, sebab detakku sudah berulangkali runtuh. Setiap aku menggenggamnya, setiap itu juga...