Waktu bergulir dengan cepat rupanya. Akhir-akhir ini notifikasiku selalu tentangnya. Bertukar informasi berkedok materi kepenulisan dengannya, meskipun aku hanya menjawab seperlunya. Namun, perlahan suasana mulai berubah seiring berjalannya waktu. Dia, tak kehabisan akal memberikan bumbu dalam mencairkan suasana. Kuakui masih menjawab ala kadarnya. Hanya saja ada sesuatu yang berubah. Rasanya ada desiran halus yang menyapa. Perlahan aku mulai ikut dalam permainannya; sedikit menambah canda di dalamnya. Ya, meskipun hanya sekadarnya saja.
Tanpa kenal waktu, jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Kami masih saja bergelut dengan jemari yang mengetikkan sebuah kata. Tak terlintas di benakku dia mengetikkan sebuah tanya, "Tinggal di mana?" Kalimat singkat itu masih kupandangi dengan saksama. Aku masih berkelana dengan pikiran yang tak keruan. Belum ingin membalas pesannya.
Setelah tersadar dari lamunan panjang, aku ragu. Membalas atau membiarkannya dalam tanya? Hei, ini hanya pertanyaan mudah, mengapa menjadi rumit?
Tiba-tiba kilasan masa lalu berputar dalam benakku. Rasa trauma itu kembali tanpa aku mau. Hanya takut ini adalah awal jurus jitu yang biasa dilakukan kaumnya. Pertanyaan singkat, tetapi membuat diri tak nyaman untuk membahasnya. Astaga! Sampai tersadar aku sudah mengetik terlalu lama.
Tulungagung, 3 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Ragu
PoetryKolaborasi prosa Cellia Vidyana x Alifia Loveista Rasanya sudah kaku untuk merasakan apa itu detak yang sering mereka bicarakan. Jangan salahkan kenapa detakku kaku, sebab detakku sudah berulangkali runtuh. Setiap aku menggenggamnya, setiap itu juga...
