Jari jemariku terasa lunglai seketika. Ketika keputusan tema sudah kubaca, aku tak berminat lagi meneruskannya. Jelas saja aku menolak, bukan aku tidak bisa ... hanya jiwaku yang menggebu mendemo, "Tolong jangan cinta." Sekuat apapun aku menolak, itu sudah keputusan yang tidak bisa diubah secara mutlak.
Aku merebahkan diri untuk mencari ketenangan hati. Oh, tolonglah. Semesta sedang mempermainkanku dengan semua ini. Hati dan pikiranku sedang berlaga untuk kompromi, tapi hatiku tidak bisa membohongi. Sejauh apapun aku membuang kisah tentangnya, tetap saja trauma itu ada karenanya. Kenapa dari sekian banyak harus tema cinta? Aku masih belum berkawan dengan luka, dan masih berseberangan dengan kata cinta.
Benar, semesta sedang mempermainkan diriku. Bagainana bisa aku menciptakan karya tentang cinta, jika saja aku masih menggengam luka.
Masa bodoh dengan tema yang sedang digandrungi remaja di luar sana, tapi hati dan pikiranku menolak menciptakannya. Aku memohon sekali ini saja, jangan libatkan aku dengan karya bertema cinta, ini terlalu sulit untukku memikirkannya.
Ternyata bukan aku saja, ada dia yang juga punya masalah perihal tema cinta. Namun, dia tak mempermasalahkannya lagi. Kukira aku akan mendapat teman yang menentang karya bertema cinta. Pada akhirnya hanya aku yang terlalu kukuh menolaknya. Entah, aku tak tahu menahu dia, Guitara.
Tulungagung, 11 Desember 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Ragu
PoetryKolaborasi prosa Cellia Vidyana x Alifia Loveista Rasanya sudah kaku untuk merasakan apa itu detak yang sering mereka bicarakan. Jangan salahkan kenapa detakku kaku, sebab detakku sudah berulangkali runtuh. Setiap aku menggenggamnya, setiap itu juga...