Hari ini terasa cukup melelahkan rasanya. Terus berkutat dengan tugas yang tiada hentinya. Matahari bersembunyi sudah terlalu lama baru diri ini bisa dengan tenang menyelesaikannya. Rasanya waktu hari ini dihajar tugas tanpa ampun. Setelah selesai merileksasikan diri kulihat notifikasi ponselku terus berdering dan menyajikan puluhan bahkan ratusan chat grup yang belum kubaca satu pun. Merasa tak enak hati karena terus dinotif mentor aku pun membalasnya. Tak muncul seharian saja bak ditelan bumi.
Aku melempar raga ini ke atas kasur empuk, rasanya lega bisa merasakan kasur setelah berkutat dengan realita. Melelahkan, sungguh. Kantuk mulai menyapa tanpa permisi, netraku seakan terhipnotis untuk segera pergi ke pulau mimpi. Tunggu! Aku sepertinya melupakan sesuatu, tapi apa? Ah, sudahlah mungkin hanya pikiranku terlalu berkelana. Aku hanya ingin segera menutup kedua kelopak mataku saat ini sebelum fajar menanti.
Mentari sudah muncul dengan riangnya. Aku pun harus kembali ke realita. Sebelum menyalakan alat pengetik ini, aku merasa ada sesuatu yang terlupa. Sembari mencari chat penting yang mungkin tenggelam begitu saja. Setelah beberapa saat akhirnya aku menemukannya. Astaga ... ternyata Guitara. Tanpa basa-basi segera kuketikkan balasan untuknya. "Tara, maaf, kemarin aku sibuk nugas, jadi aku nggak bisa balas chat-mu." Rasanya lega setelah menekan tanda kirim. Entah kenapa rasa lega yang berbeda?
Tulungagung, 17 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Ragu
PoésieKolaborasi prosa Cellia Vidyana x Alifia Loveista Rasanya sudah kaku untuk merasakan apa itu detak yang sering mereka bicarakan. Jangan salahkan kenapa detakku kaku, sebab detakku sudah berulangkali runtuh. Setiap aku menggenggamnya, setiap itu juga...