2. Kilas Balik Masa Lalu

968 159 0
                                    

༄●⃝ᶫᵒꪜe☯ᴮᴼᵞ࿐







3 tahun lalu...

Izana membawa koper kecil di tangan kanannya. Di depan gerbang keluar penjara bisa ia lihat Kakuchou yang berdiri dan kini membungkuk sopan saat ia sudah di depan lelaki itu.

"Selamat sudah berhasil keluar dari penjara, Bang" Izana tertawa kecil dan menepuk pelan bahu lelaki dengan luka di sisi wajahnya itu.

"Makasih, ya Cho" Kakuchou balas tersenyum untuk menanggapi perkataan Izana. Ia lalu menunjuk ke arah seseorang yang sedari awal memperhatikan keduanya.

"Udah, ayo langsung pulang" Shinichiro menunjuk ke arah motor nya, mengkode Izana untuk segera naik dan mereka akan pulang.

"Aniki, chotto" Izana memegang bahu Shinichiro, ia menyengir sebentar.

"Ada beberapa barang yang mau ku ambil di panti, Aniki pulang saja duluan biar aku ke panti berdua dengan Kakuchou" Izana meminta izin, Shinichiro mengangguk dan menepuk pelan surai platinum Izana.

"Hati-hati ya, jangan buat masalah lagi loh. Baru keluar nih masa mau masuk penjara lagi" Shinichiro memperingati, Izana yang mendengar itu lantas menyengir.

"Hehehe... Nggak janji" Shinichiro menghela nafas pelan, ia kini mengacak surai Izana hingga berantakan. Tak lupa menyentil pelan dahi sang adik.

"Awas loh ya!" Shinichiro memperingati lagi dengan nada mengancam. Lalu lelaki paling tua keluarga Sano itu meluncur pergi dengan motornya menjauh dari kawasan penjara.

"Kalau mau masuk kamar mu, hati-hati dengan barang pecah atau barang melayang ya" Izana menoleh ke arah Kakuchou. Alisnya berkerut mendengar penuturan teman satu pantinya itu.

"Loh kenapa? Ada paranormal activity di kamarku?" wah, baru di tinggal di penjara selama dua tahun aja kamar pantinya sudah menjadi gudang arwah. Apakah pengisi kamarnya ini adalah orang-orang yang ia bunuh sebelum Izana masuk penjara? Oh, masuk akal.

"Bukan sih, ada dua kakak adik gitu yang nempatin. Nah, si kakak itu abusive. Dia sering mukul adiknya, mentalnya lebih bermasalah dari mu deh kayaknya" Izana yang awalnya serius mendengarkan jadi tersinggung mendengar kalimat akhir yang Kakuchou ucapkan. Ia lantas memukul kepala Kakuchou dengan koper yang ia bawa.

"Emang kurang ajar" umpatnya kesal. Izana memasuki mobil di ikuti dengan Kakuchou yang menyetir.

Loh mereka kan masih kecil, emang boleh bawa mobil? Ya bolehlah, kalau kata Izana: peraturan ada untuk di langgar. Lagipula kaca mobil mereka hanya satu sisi, nggak mungkin kan polisinya kepo dan mengintip satu-persatu mobil orang.

"Dua beradik yang kau ceritakan tadi itu, coba ceritakan lebih detail" Kakuchou melirik sekilas, ia menghela nafasnya pelan.

"Ya pokoknya gitu, kakaknya itu loh kebangetan. Kalau suasana hatinya buruk sedikit, adiknya di pukul. Dia kalah main bola sama kami, adiknya di pukul buat melampiasi rasa kesalnya. Apapun yang 'salah' sama harinya, adiknya pelampiasannya" Kakuchou menghela nafas pelan.

"Sampai kasian, si adik ini keluar kamar aja jarang. Sekali keluar kamar, lebam di mana-mana. Ibu Panti sampai nggak tahu mau bilang apa lagi ke si kakak" Izana mengangguk mendengar nya.

"Nggak coba melapor ke polisi" mata lavendernya melirik Kakuchou yang kini tertawa sinis.

"Adiknya kayaknya takut banget sama kakaknya, dia bilang kalau itu salahnya dan kakaknya cuman mencoba mendisiplinkan dia. Badannya bergetar terus tiap di interogasi sama polisi" Kakuchou member hentikan mobilnya di depan panti. Ia menoleh ke arah Izana.

"Kau pasti sedih kalau ngelihat adiknya" Izana tak menanggapi itu. Toh bukan masalahnya, ia juga pernah memukul perempuan dan yup tak pernah ada rasa kasihan di dalam dirinya.

"Oh, Izana-kun. Konnichiwa" Izana menoleh ke arah seorang gadis yang memang sudah lama bantu-bantu di panti. Ia memasang senyumnya dan membalas sapaan itu. "konnichiwa, Akari-san"

"Sudah lama ya nggak kelihatan, ada perlu apa di sini?" Akari memperhatikan Izana dari atas sampai bawah, ia tersenyum kecil dan mencubit pipi Izana gemas. "Wahh... Izana-kun, kau sudah besar ya~ makin ganteng saja"

Yang di puji hanya membalas senyum. "Makasih pujiannya, aku kesini cuman mau mengambil barang-barangku. Beberapa masih ada yang tertinggal"

Senyum Akari terputus mendengar itu, gadis itu menghela nafas pelan lalu memegang kedua bahu Izana.

"Hati-hati ya, Izana. Di kamarmu ada iblisnya" selepas mengatakan itu Akari pergi menjauh. Iblis ya? Hm... Izana tersenyum kecil. Orang yang hanya memukul adiknya sendiri di sebut iblis? Lalu ia yang sudah pernah membunuh orang akan di sebut apa? Lucifer?

Oh, menarik. Iblis kasta bawah vs Lucifer. Izana ingin lihat deh bagaimana keseraman milik si 'kakak' penghuni kamarnya, untung-untungan juga kalau dia bisa memukulnya.

Bugh!
Bugh!
Plak!

Izana membuka pintu dan sudah di suguhi dengan pemandangan yang jujur saja--tak terlalu asing di matanya. Ia sudah biasa melihat orang di pukuli, baik itu laki-laki maupun perempuan.

"Hah! Teme! Siapa kau berani masuk-masuk ke kamar ku hah!" Izana mengernyitkan dahinya. Ia melirik sekilas ke arah gadis kecil yang meringkuk di lantai itu dan kembali menatap kakak dari si adik yang sedang menatap Izana nyalang.

"Aku hanya ingin mengambil barang-barang ku yang tertinggal" Izana memasuki kamar yang hawanya terasa tegang itu. Matanya berpendar ke seluruh ruangan, mengernyit kesal.

"Dimana helm yang ada di atas lemari itu?" helm pemberian Shinichiro atas jalan-jalan pertama kali dengannya kini lenyap. Si 'kakak' mengangkat bahunya acuh dan tersenyum mengejek ke arah Izana.

"Oh, punya mu? Maaf ya aku nggak tahu, sudah ku jual" katanya dengan nada sombong nan congkak. Izana bisa merasakan bahwa emosinya tertarik, ia marah.

"Kalau jaket yang di gantung di balik pintu itu, kau jual juga?" mengangguk mantap, si kakak mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

"Kenapa? Mau marah?" Izana tersenyum masam mendengarnya. Ia berusaha sabar untuk tidak memukul orang atau membuat masalah seperti yang Shinichiro peringatkan kepadanya. Namun, hei lihatlah. Banyak sekali orang di dunia ini yang ingin merasakan kepalan tangannya, salah satunya si brengsek ini.

"Kau tahu kan kalau itu bukan punya mu?" Izana memiringkan kepalanya, mata lavender kosongnya melotot menatap tajam si anak congkak di depannya.

"Ya terus aku perduli? Nggak kan, lagipula seharusnya kau--"

Bugh!
Bugh!
Bugh!

Izana memukul bajingan kecil ini dengan mudahnya. Iblis ini gampang sekali di lemahkan oleh Lucifer yang maha agung. Puas memukulinya sampai korbannya pingsan Izana mulai berhenti. Asal tidak mati seharusnya ini tidak bisa jadi 'kasus' baru untuk nya.

Lagipula kan salah si bajingan ini yang sudah menarik emosinya.

"Ah, sial." umpatnya kesal. Izana menendang meja belajar yang ada di dalam kamar hingga terpental menabrak tembok.

"hng!"

Menoleh ke arah suara lirih yang terdengar ketakutan itu, Izana memperhatikan seorang gadis kecil yang meringkuk dan tampak seperti bola di samping lemari. Izana mendekat dan menarik rambut gadis kecil itu.

"Biarkan aku melampiaskan rasa kesal ku" Izana memandangi wajah cantik gadis kecil itu, sudut bibirnya berdarah dan bergetar, pelipisnya membiru di tambah kedua pipinya juga tampak lebam. Salah satu yang mengambil atensi Izana adalah mata sewarna hazelnut yang tampak indah itu kini bergetar ketakutan menatapnya.

"dame"





































||| вєяѕαмвυη |||
▶ ────────● 亗

Sorry for typo Readers-san✌️

Treat You Better [Kurokawa Izana] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang