Hanya lamunan sederhana yang tidak bermaksud apa-apa
.
.
.
.
.
.
.
.Annette dengan cardigan kuning nya berjalan keluar toko. Membuka pintunya, ia disambut dengan rintik hujan yang perlahan jatuh membasahi tanah. Segera ia membuka lipatan payung hitam itu.
Saat hendak menyebrang, terlihat suasana jalan yang ramai. Banyak mobil melaju dengan kecepatan tinggi, karena mungkin ini sudah jam pulang kantor, mereka semua lelah sehingga berpacu dengan waktu.
Belum sempat dirinya berjalan pergi, Everest menarik tangan Annette dan mengucapkan terima kasih, masih dengan celemek hijau army yang dipenuhi serpihan-serpihan kayu.
Entah akupun tak tau maksudnya apa, yang pasti aku tau nada nya berbeda..
Annette terus berjalan ditemani sinar mentari yang hampir tenggelam. Warna oranye nya terlukis indah dilangit.
Hingga tak lama aku sampai di sebuah Apartemen, tempat tinggalku memang tidak jauh dari Toko Paman Kim. Aku sudah lama tinggal disini dengan Bi Seo, pengasuh ku sejak bayi. Sehari-hari dia yang menjaga dan menemani aku selama di Seoul untuk bersekolah, ah! juga untuk mencari Ibu..
Paman Fez tidak bisa meninggalkan rumah lama, karena katanya dia masih ada urusan. Entah urusan apa, tapi aku tinggal dengan aman disini bersama Bibi.
Karena lelah berkeliling tadi, dan bajunya hampir basah akibat terjangan hujan, Annette segera naik tangga menuju kamarnya.
Di meja belajar, ia mengeluarkan sebuah box hitam dan kemudian mengeluarkan isi di dalamnya.
Senyum itu kembali, Annette mengelus lembut kepala figur burung yang ia beli tadi. Ia melamun dengan tatapan yang masih mengarah ke figur itu. Tanpa ia sadari pikiran nya seakan dibawa menjelajahi masa lalu, teringat awal dengan dirinya lagi..
Berisik, bawel, ngeselin, kepo, tapi merdu dan menawan. Pekerja keras, pintar, juga berprinsip tinggi. Hatinya lembut, dan tulus seperti kicauan burung. Sempurna, ya?
Tiba-tiba matanya mengerjap, Annette menggeleng cepat. Ia menutup mulutnya kaget. Annette sadar! Apa yang baru saja kau pikirkan?
Ah, sudahlah!
⚪⚪⚪
Evelyn duduk sendirian di depan kelasnya, melihat kearah jam tangan yang ia kenakan. Sekarang baru pukul setengah tujuh, dia datang terlalu pagi hari ini.
Memang ada beberapa anak kelas lain yang berlalu lalang, tapi tetap saja jika kelas sepi rasanya ada yang kurang..
Terlarut dalam lamunan, ia seperti diberi harapan dengan sebuah tepukan di bahunya. Itu pasti Annette!
Tapi tidak, prediksi nya salah telak. Evelyn makin dibuat kaget setelah melihat ke belakang.. Ternyata yang menepuknya tadi "Ka Juan?"
Laki-laki itu duduk disamping Evelyn, ia menatapnya sendu. Perilakunya semakin membuat jantung gadis satu ini berdebar-debar, hampir copot rasanya!
"Gue minta maaf, ya?"
Evelyn menjauhkan wajahnya heran, ia menatap Juan bingung "Minta maaf untuk apa?"
"Soal kemarin. Youna gengsi mau minta maaf sama kamu, apalagi sama Annette.."
Evelyn terdiam, tidak mengeluarkan satu katapun. Hanya anggukan yang Juan dapat sekarang. Hingga tiba-tiba..
"Gue udah maafin Ka Youna jauh-jauh hari, permintaan maaf itu hanya sebuah pilihan seseorang"
"Kalau memang gengsi.. Ya udah, gausah minta maaf? It's easy" Annette menghampiri mereka masih dengan tas ransel coklatnya, ia ikut duduk dan tersenyum saja.
Jleb.. Hati Juan seakan tertusuk mendengarnya. Ucapan Annette tadi seolah- olah membuatnya sadar, untuk apa Juan mau diperbudak Youna? Itu salahnya, Youna sendiri yang harus minta maaf.
"Ka juan.. Kita masuk kelas dulu, ya" Annette menunduk, segera menarik tangan Evelyn mengajaknya masuk ke dalam.
Kata-katanya memang sopan, tapi Juan tau maksud lain darinya.. Bukan semata-mata ingin masuk kelas, itu pertanda dari Annette bahwa Juan juga harus meninggalkan mereka.
Juan akhirnya turut berjalan pergi menuju kelas atas. Ia menaiki tangga masih terbayang dengan kata-kata Annette tadi, hingga tanpa ia sadari senyum nya kembali hadir di tengah lamunan itu..
"Hayo! Kenapa tuhh?"
Juan berdecak sebal, Kenapa Dion dan Alva selalu hadir menganggu nya? Entah mau apa mereka itu!
"Yah masa lo gatau Dii! Juan itu suka sama Annette"
Tangan Juan mendarat tepat dibibir Alva, menutupnya rapat "Sut!"
"Apaan sih?!" Alva mengelak sebal, ia malah jijik sendiri.
Mereka bertiga lanjut tertawa, masih ngerumpi di dekat tangga "Tau dari mana lo, Al?" tanya Dion.
"Kan gue sekelas sama Annette. Ya gue sih sering liat Juan curi-curi pandang sama dia"
"Maruk lo, Juan!"
Juan menjauhkan wajahnya bingung
"Dih? Lupa lo sama Youna?"
Hingga tak sengaja gadis yang mereka bicarakan itu lewat secara tiba-tiba. Youna menatap mereka bertiga penasaran, dirinya merasa sedang diperbincangkan "Kenapa?"
Juan menggeleng cepat "Enggak" Alva dan Dion sontak mengalihkan pandangan, mengerucutkan bibirnya.
Juan yang melihat menginjak kaki mereka kuat. Menahan sakit mereka menunggu Youna pergi dari sana, hingga akhirnya perhatian gadis itu teralihkan dengan kehadiran beberapa sahabatnya.
Melihat kondisi yang sudah kondusif, Dion segera melanjutkan kalimatnya "Yang ada Youna nangis, kasian Ju! Udah kebawa perasaan!"
Alva mengangguk-angguk seolah mengompori mereka. Baru kali ini dia bertingkah seperti itu. Biasanya Alva yang paling sering menengahi perbedaan pendapat antara Juan dan Dion.
"Kalau Everest tau-" Dion menggeleng, ia ingin langsung melontarkan tujuan kalimatnya.
"Everest itu udah merelakan Youna buat jagain lo"
⚪⚪⚪
#To be Continued
kalian yakin Everest udah move on dari Youna? ini kayaknya sih bukan love triangle lagi, ini udah model jajargenjang🙈
Notes : Alva itu sekelas dengan Annette Evelyn which means dia dekel nya Juan Dion, tapi mereka bisa sahabatan karena satu Organisasi, yaitu Students Council (SC).
sekian.. jangan ketinggalan votment:) see you soon!
luvv -cheeseylis
21/December/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk, Everest
Fiction généralePrinsip nya tinggi seperti namanya, Everest. Berlatar belakang di sudut kota Seoul, kehidupan remaja Everest tak pernah semulus sesuai rencana. Menjalani hari tanpa orangtua, ia hanya tinggal di rumah dengan bangunan sederhana, sendirian. Dirinya ta...