2

1.5K 549 87
                                    

"Not bad."

Asma menghela napas lega karena masakannya tidak terlalu kacau. Mungkin ini karena Rama juga turut membantu. Jadi tukang icip dan memberi komentar yang sangat jujur. Padahal Rama juga bilang kalau dirinya tidak terlalu pandai memasak. Ya sebenarnya mereka berdua tak ada bedanya. Anggaplah kalau memasak kali ini adalah hasil eksperimen yang berhasil.

"Kalo gitu saya pulang dulu ya, Mas."

"Terima kasih sudah membantu saya."

"Bukan apa-apa. Sebagai tetangga, harus saling membantu, Mas."

"Oke."

Asma memaksakan senyumnya. Bicara dengan pria ganteng ini selama lebih dari setengah jam membuat Asma tahu kenapa orang-orang mengatakan jangan menilai sesuatu hanya dari luarnya saja. Karena sumpah, Asma gak betah ngobrol sama Rama.

Orangnya gak bisa basa-basi manis, gak bisa menyanjung tanpa mengkritik, terlalu jujur sampe nyakitin ati, dan sok tau.

Jadi skip. Asma gak jadi jatuh cinta pandangan pertama.

"Aunty gak ikut makan sama kita?"

Coba lihat! Anaknya saja bisa basa-basi memberi tawaran. Tapi bapaknya oke oke aja seakan nyuruh cepet pergi.

Tapi Asma masih agak merasa tidak enak dengan panggilan yang Rhaja berikan. Tadi Tante, sekarang Aunty. Apa bedanya, Naaak? Jerit Asma dalam hati. Padahal Asma sudah berkali-kali mencontohkan agar ia dipanggil kakak.

"Kakak udah makan, sayang. Rhaja aja yang makan sama papa. Terus udah mau maghrib juga, jadi kakak harus pulang."

"Oh okay. Kalo gitu kapan-kapan Daddy harus kasih makan Tante, karena Tante udah kasih makan kita."

Mungkin bila diterjemahkan dalam bahasa orang dewasa, Rama kapan-kapan harus mentraktir atau memberikan makanan pada Asma sebagai balas budi atas kebaikannya. Sungguh anak yang lebih pengertian dari ayahnya.

"Iya kan, Dad?"

"Of course."

Nada-nadanya dia tidak ikhlas mengucapkan itu. Atau Asma mendengarnya seperti itu.

"Rhaja kapan-kapan main ke rumah, yah."

"Siap, Tante."

"Panggil kakak aja, jangan Tante."

"But, you look like my aunt."

"Oh ya?"

"Maksud dia Make up kamu!"

Asma menatap ke arah Rama. "Kenapa emang? Oh, karena make up, saya jadi keliatan kaya Tantenya, yah?"

"No. Make up kamu kaya tante-tante."

WHAT?

Rasanya Asma ingin meneriakkan itu di depan muka Rama. Tapi dia menahan diri dan tersenyum seikhlasnya.

"I don't think so, Dad!"

Rhaja berusaha meralat ucapan ayahnya yang memang tak seperti maksud yang ia ucapkan. Karena memang Asma mirip dengan salah satu tantenya. Bukan karena make up nya kaya tante-tante.

Emang dasar bapaknya aja suka julid.

"Really?" tanya Rama pada putranya.

"Udah deh mending Mas gak usah bantuin Rhaja speak up. Anaknya ini lebih pinter."

Akhirnya Asma mengeluarkan unek-uneknya.

"Tante marah sama daddy, yah? Maafin daddy ya, Tan."

"Enggak kok, Tante gak marah." Ujung-ujungnya Asma mengalah dan menyebut dirinya Tante juga. "Kalo gitu Tante pulang dulu, yah. Makannya diabisin. Nanti kita ketemu lagi."

Love And Pain (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang