13

1.1K 507 63
                                    

"Setelah saya tahu kalau dia ngelacak saya dan selalu datengin saya dimana pun saya pergi, akhirnya saya ganti hp. Saat itu saya bukan ngerasa risih lagi, tapi takut. Dia tuh bener-bener bisa ada dimana-mana, Mas. Bahkan di kampus saya juga saya sering lihat dia. Padahal kita kuliah di tempat yang beda. Di mall, di kafe, di jalan, sampe rasanya saya selalu diikutin dimana pun saya pergi. Gak tenang."

"Saya sampe pernah berpikir mungkin saya udah gila dan dia cuma halusinasi saya doang. Jadi saya berusaha buktiin kalau kehadiran dia cuma ada di pikiran saya aja. Saya mau mastiin kalau saya cuma berhalusinasi. Nah, waktu itu posisinya lagi di restoran, di dalem mall. Saya lagi makan sama temen. Terus saya gak sengaja liat dia di luar lewat kaca. Saya tau itu dia, karena dia sempet eye contact sama saya, bahkan dia senyum. Dia selalu kaya gitu. Seakan negasin kalau dia selalu bisa nemuin saya dimana pun."

"Jadi tanpa pikir panjang saya langsung berdiri, saya tinggalin tas sama handphone saya di sana karena masih ada temen saya yang lagi makan. Saya kejar dan ikutin dia untuk buktiin kalau selama ini yang saya liat cuma karena saya terlalu parno aja. Postur belakangnya memang Aaron. Tapi karena dia pakai hoodie sampai nutupin kepalanya, saya mau coba pastiin sepasti-pastinya."

"Sampe saya gak sadar kalau dia pergi ke sudut mall yang paling sepi, karena mall pun emang gak begitu rame. Makin dikit orang yang lewat di sekitar saya. Sampai akhirnya gak ada orang sama sekali."

Asma terhenti karena teringat kejadian hari itu. Dia sudah merasakan tangannya berkeringat dingin. Bayangan ingatan itu berputar seakan baru terjadi kemarin.

Pria yang diikutinya berhenti berjalan hingga Asma pun menghentikan langkahnya. Pada bagian lokasi itu beberapa toko yang jaraknya terdekat dengan mereka tidak ada yang buka. Seakan sosok itu sengaja menuntunnya untuk mengikuti sampai ke tempat ini.

Saat itu juga Asma tersadar. Namun, ia hanya mematung ketika pria itu berbalik dan Asma mengetahui bahwa apa yang selama ini dilihatnya bukan hanya halusinasi. Ya, kenyataan itu lebih buruk daripada prasangka bahwa mungkin dia sudah gila. Karena selama ini ternyata dia benar-benar diikuti oleh Aaron.

"Aaron, maksud lo apa ngelakuin ini ke gue?" Asma bertanya dengan nada suara yang bergetar karena takut dan marah.

"Asma, aku gak punya niat buruk sama sekali. Ini karena kamu gak pernah lagi bales chat atau angkat telfon dari aku. Aku cuma mau mastiin kalau kamu gak kenapa-napa."

Kalimat itu semakin menguatkan fakta bahwa selama ini Aaron selalu mengikutinya. Itu membuat Asma menjadi takut padanya.

"Jadi selama ini lo beneran ngikutin gue? Bahkan di kampus juga?"

"Kamu gak kasih aku pilihan lain. Seenggaknya, tolong percaya aku kalau foto yang kamu lihat itu bukan seperti yang kamu pikir atau yang orang-orang bilang."

Asma menatap kosong ke arah lantai. Ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Ingatannya terus membawanya ke tempat-tempat dimana ia pernah melihat Aaron. Bahkan sampai kampus dan di sekitar komplek rumahnya. Ini benar-benar sudah kelewatan.

"Asma..."

Asma tersentak ketika pundaknya disentuh. Ia langsung menepisnya dan berjalan mundur. Ekspresi takut dan paniknya terlihat jelas di parasnya yang pucat.

"Kita udah berkahir!" tegasnya. "Lo harus hentiin ini semua! Jangan ikutin gue lagi atau gue akan bener-bener benci sama lo!" itu tadinya akan menjadi kalimat terakhir Asma karena ia segera berbalik untuk pergi dari tempat itu.

Namun tak pernah ia sangka kalau Aaron akan berani menariknya dan menyudutkannya. Asma semakin ketakutan sampai untuk berteriak pun ia kesulitan. Tangannya berkeringat dingin dan gemetar. Sementara pria itu berdiri menjulang di hadapannya dengan raut penuh emosi yang semakin memperparah ketakutan Asma.

Love And Pain (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang