16. (SELESAI)

2.4K 604 198
                                    

WARNING!!!
Part ini mengandung konten sensitif, terkait dengan mental illness, blood & suicide.

***



Mas, saya ajak Rhaja keluar. Sama Jake. Jadi mama Mas gak usah dateng. Kita kayaknya bakal pulang sore

Kalian pergi kemana?

Nanti saya kasih kabar kalau udah sampe tempat

Yaudah, hati hati

Okeh

Mas Rama pulang jam berapa?

Kurang tau

Mau dibeliin makan malem, gak?

Gak usah. Nanti kalo pulang telat, saya beli sendiri

Oke deh

"Lo dengerin gak sih gue ngomong?"

"Gue gak bisa dengerin lo kalo lagi balesin chat."

"Emang dasar keong."

Jake kesal karena dari tadi diabaikan. Sementara Asma hanya tersenyum, memutar duduknya untuk melihat ke belakang, memastikan sabuk pengaman Rhaja terpasang dengan baik.

"Tadi maksud Rama ngomong kaya gitu apa?"

"Ngomong apa?"

"Soal kartu."

"Oh, kartu ATM dia di gue."

"Kok bisa?"

"Iya, kan gara-gara jadi baby sitter itu."

"Kan udah gak lagi."

"Iya, gue lupa kasiin. Tapi berhubung Rhaja masih sering main sama gue, kata Mas Rama gak usah dikasiin, pake aja."

"Lo juga boleh pake?"

"Iya, tapi tetep gak gue pake lah. Paling buat jajanin Rhaja doang."

"Tau diri juga ya lo."

"Yaiyalaaah."

"Aunty Asma."

Asma langsung memutar kepalanya ke arah Rhaja. "Ya, sayang?"

"Aku pengen ke toilet."

"Astaga, bukannya minta tadi pas di rumah," keluh Jake. Alhasil Asma langsung memukulnya. "Kan baru kebeletnya sekarang!" kesalnya pada sahabatnya itu.

"Rhaja tahan sebentar, yah. Nanti kita berhenti di pom."

Rhaja mengangguk.

"Emang dia gak pake pempes?"

"You think anak sepinter ini masih pake pempers?!"

Jake tertawa hambar. Benar juga. Mana mungkin anak seperti Rhaja masih pake pempers. Beberapa saat yang lalu bocah itu bahkan membicarakan topik-topik berat dengannya.

Love And Pain (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang