7

1.2K 482 77
                                    

Syukurlah sore ini Asma keburu pulang untuk ikut pengajian di rumah Rama. Asma datang lebih awal karena rumahnya juga dekat. Dan siapa sangka kalau kehadirannya ternyata dibutuhkan oleh Rama. Ketika melihatnya datang, Rama langsung memintanya untuk membantu ke dapur. Memotongi kue bolu pisang untuk diletakkan di piring sebagai suguhan. Katanya kuenya baru saja datang, sedangkan acaranya sudah mau dimulai, jadi Rama butuh tenaga orang lain untuk membantunya memotong.

Sementara Rhaja, tadi Asma melihat anak itu sedang meletakkan minuman gelasan di atas hambal yang tergelar. Dia memang anak yang pintar.

"Keluarga Mas Rama gak dateng?"

"Gak bisa, adik saya lahiran, jadi mereka ke rumah sakit. Abis ini saya juga mau ke rumah sakit."

"Wah, pas banget yah waktunya."

"Bukan pas, tapi tabrakan jadinya."

Iya maksud Asma kan gitu.

"Kamu baru pulang?"

"Maksudnya?"

"Tadi kan pergi, sama laki-laki."

Asma bingung kenapa Rama menanyakan hal ini. Pake disebut sama laki-laki segala.

"Tadi setengah tiga sampe rumah. Terus laki-laki tadi temen saya namanya Jake, anak komplek sini juga, cuma dia nonis, jadi pasti gak ke sini."

"Oh."

Kata oh adalah yang paling Asma benci. Seenggaknya O nya yang panjang kek. Atau ditambahin jadi oh gitu biar gak kedengaran cuek-cuek amat.

"Soal omongan Rhaja tadi pagi, tolong jangan dianggap serius."

"Yang man— oh, itu..." Asma mengingatnya. Gara-gara kemunculan Aaron dia sampai melupakan kejadian itu. "Iya, Mas. Santai aja. Tapi ngomong-ngomong, gimana tawaran saya? Udah dipikirin?"

"Tawaran apa?"

"Ish, jadi baby sitter, Maaas."

"Masih saya pikirin."

Asma cemberut. "Emang Mas Rama gak kerja?"

"Saya kerja di rumah."

"Oh, masih work from home, yah."

"Hm, seminggu beberapa kali aja pergi ke kantor."

"Tapi kan tetep aja, Rhaja gak punya temen main. Emang sih dia pinter meski main sendirian, tapi pasti lebih seneng kalau ada temennya."

"Saya tau."

"Jadi?"

"Masih saya pikirin."

Sabar Asmaaaa.

Ponsel di atas meja milik Rama berdering. Pria itu mengangkat panggilan tanpa menjauh dari Asma. Jadi Asma bisa mendengarnya bicara.

"Wa'alaikumussalam. Ada apa?"

"Oh, gak ikut ke rumah sakit?"

"Yaudah ke sini aja."

"Iya, bener. Rumah nomor delapan."

"Oh ya?"

"Mungkin."

"Siapa namanya?"

"Oh."

Asma mengangkat kedua alisnya saat Rama meliriknya.

"Yaudah, Mas tunggu."

"Wa'alaikumussalam."

"Ada yang mau ke sini, yah?"

"Iya, adik saya."

"Loh, katanya lahiran?"

Love And Pain (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang