Digtya baru saja keluar dari kamar mandi sambil berusaha mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia memandangi ranjangnya yang sudah kosong.
Pagi ini ia tidak mendapati Arin di sampingnya. Rencananya ia akan mencarinya pagi ini. Digtya lantas segera keluar dari kamar untuk mengambil air guna membasahi kerongkongan yang sedang kering. Saat ingin membuka kulkas, Digtya menaikkan sebelah alisnya karena menemukan sebuah catatan kecil di sana.
Tangannya segera mengambil benda tersebut. Rupanya gadis itu hanya meninggalkan sebuah catatan kecil yang memberitahukan bahwa dirinya harus berangkat kerja pagi-pagi sekali.
Desah napas Digtya terdengar samar diselingi senyum manis.
Maaf suamiku, aku harus berangkat pagi. Aku berjanji akan pulang lebih awal. Dari istrimu tersayang.
“Manis sekali.”
Digtya pun melanjutkan aktivitasnya.
...
Matahari menunjukkan kemampuan terbaiknya. Langit biru dengan semburat awan putih menambah keagungan yang dimilikinya. Hari ini benar-benar cuaca yang cerah.
Arin masih berkutat di kursinya. Arin sekarang sudah benar-benar kalut. Bayangan tentang Aska semalam yang hampir emosi terlintas di benaknya. Jangan lupakan bayangan Digtya juga yang akan marah karena ia tidak di sampingnya saat matanya terbuka.
“Apa yang kamu pikirkan?” Seseorang menepuk pundak Arin dengan pelan, Bitna.
“Tidak ada.” Arin mengusahakan sebuah senyum terbit di wajahnya.
Bitna mengangkat tumpukan map itu dari atas meja Arin. “Kamu sudah mengerjakan semuanya.”
“Ya.”
“Aku jadi semangat setiap kali mau menyerahkan map ini. Tidak sia-sia punya Bos setampan dia! Ngomong-ngomong dia masih bujang atau sudah beristri?”
“Apa? Siapa maksudmu?” tanya Arin bingung.
“Tentu saja presdir kita,” ucap Bitna.
“Ah.” Arin mengangguk.
“Kurasa dia masih Lajang, dia tidak pernah menyinggung soal Keluarga. Dia masih muda dan tampan, menikah di saat sekarang adalah pilihan bodoh untuknya.”
“Apakah dia setampan itu?” tanya Arin penasaran karena menurutnya tidak ada yang lebih tampan dari kedua suaminya. Aska dan Digtya.
“Sangat banyak yang menggemarinya. Ayolah, siapa yang tidak bisa menolak laki-laki sepertinya? Tampan, kaya, berprestasi, dewasa semua wanita akan mendekatinya. Aku beruntung sekali bisa menjadi sekretarisnya akan lebih beruntung lagi jika menjadi istrinya."
Arin hanya menganggukkan kepalanya dengan canggung.
“Aku akan menyerahkannya sekarang.”
“Arin, kamu dipanggil Presdir,” sebuah suara datang. Suara itu berasal dari seorang wanita yang baru saja keluar dari ruangan presdir. Perempuan itu, segera pergi setelah melihat Arin mengangguk.
Bitna terperangah. Perempuan itu menyerahkan kembali semua pekerjaan milik Arin.
“Cepat pergi! Jika tidak, dia bisa mengamuk lagi dan kantor bisa kembali riuh.”
“Lagi? Dia bos galak?”
Arin segera memperbaiki ekspresi bingungnya saat melihat tatapan heran dari Bitna.
Arin meninggalkan meja kerjanya dan segera melangkah menuju ruangan orang nomor satu di kantor itu kemudian mengetuk pintu beberapa kali dan membukanya secara perlahan.
Arin masuk sambil menunduk dalam. Ia kembali berusaha menutup pintu dan berdiri tegang.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Have Two Husband's
RomanceDia mengatakan suamiku. Aku mempunyai dua suami. Bagaimana bisa? Apakah pria ini mencoba menipuku.