8. Tidaklah Mudah

182 21 0
                                    

Rasa lelah karena pekerjaan hari ini benar-benar membuat Abiel tertekan. Ia harus lembur dan melewatkan makan malam.

Aska mengusap wajahnya dan membuka pintu kamar hotelnya  Ia ingin segera mandi dan tidur sambil bermanja ria. Tapi sepertinya ia harus mengurungkan niatnya untuk tidur.

Aska menggigit bibirnya karena di ranjangnya kosong. Padahal bayangan Aska, di atas ranjangnya ada Arin yang tengah menunggunya.

Aska tersenyum kejut. Membayangkan Arin saja yang terbaring di ranjangnya mampu membangkitkan gairahnya.
“Haruskah aku memesan tiket sekarang.”

Aska segera masuk ke kamar mandi dan membuka pakaiannya. Ia membasahi seluruh tubuhnya dengan air hangat dengan cepat. Ia mandi dengan cepat dan segera keluar setelah memakai pakaiannya.

Sementara di tempat lain, Arin saat ini berada di sebuah kafe bersama teman-temannya. Salah satunya adalah Bitna.

“Kita sangat jarang bisa berkumpul seperti ini. Ayo jadwalkan setiap dua minggu sekali,” ucap Bitna.

“Bukankah kamu setiap hari bertemu dengan Arin.”

“Arin sudah mengundurkan diri,” ucap Bitna seraya merangkul bahu Arin.

“Kita masih bisa saling bertemu di media sosial. Ah benar, aku melihat Arin di insta sangat bahagia.”

Arin tak menjawab, gadis itu hanya tersenyum.

“Bagaimana dia tidak bahagia, dia mempunya dua pria yang selalu mengejarnya.” Bitna mengucapkannya dengan nada iri.

“Pria? Dua pria?”

“Ya, dia telah menjungkirbalikkan dua pria sekaligus.”

“Benarkah?”

Arin mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali dalam gerakan yang samar sambil tersenyum yang dipaksakan.

“Itu bukan hal yang harus dibanggakan.” Batin Arin.

“Kamu berkencan dengan mereka berdua.”

“Huh?”

“Selalu ada pria yang menyukai Arin. Aku sangat cemburu,” ucap Bitna.

Arin hanya tersenyum lalu mengalihkan pertanyaan dengan bertanya dengan salah satu temannya.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Arin.

“Aku? Aku selain semakin cantik tidak ada.”

Semua melotot mendengar pernyataannya lalu semuanya tertawa.

“Hanya dia yang merasa sedih,” ucapnya lalu melirik salah satu teman yang lainnya. Arin dan Bitna juga melihatnya.

“Kenapa?” tanya Bitna.

“Dia tertangkap sudah dua kali berselingkuh.”

“Ya, jangan membuatku mengingatnya.”

Arin langsung terkejut. Pikirannya langsung melayang. Bagaimana jika ia juga ketahuan.

“Aku akan pergi sekarang.”

“Sekarang?”

“Ya, dia sudah menungguku di depan.”

“Kamu sudah mendapat penggantinya,” ucap Bitna tak percaya.
Kini hanya mereka bertiga yang berada di sebuah kafe.

“Haruskah kita juga pulang?” tanya Arin dan Bitna langsung menolaknya.

“Bukankah dua pria akan menunggu di depan untuk Arin.”

“Tidak, aku akan memesan taksi online.”

“Bitna bagaimana sifat pacarmu?”

Bitna tersenyum. “Aku tidak tahu sifat pacarku.”
Arin melirik Bitna sesaat.

“Karena kamu baru mulai berkencan.”

Arin melihat Bitna yang menggigit bibir dan agak menundukkan wajahnya.

“Tidak! Karena aku belum pernah melihatnya.”

“Kamu tidak pernah berkencan dengan siapa pun? Benarkah?”

“Kamu tidak percaya bahkan aku juga. Aku tidak tahu kenapa aku tidak punya pacar,” ucap Bitna.

“Mintalah satu pada Arin.”

“Tidak! Aku sudah punya orang yang aku sukai.”

“Benarkah? Siapa?” tanya Arin yang sedari tadi bungkam akhirnya membuka bibirnya.

“Lalu mengakui saja dengannya dan pergilah berkencan.”

“Haruslah aku melakukannya?”

“Tentu saja.”

“Haruskah sekarang?”

“Dia ada di sini?”

“Ya. Tapi perusahaan tidak memperbolehkan karyawan berkencan dengan sesama karyawan satu perusahaan.”

“Apakah dia juga bekerja di tempatmu bekerja?”
“Ya.”

“Siapa? Kenapa aku tidak tahu?” tanya Arin.

Arin terbelalak saat Bitna minum minuman beralkohol satu gelas penuh.

“Ya, jangan minum. Kamu akan mabuk.”

“Aku berani mengakuinya jika aku mabuk.”

“Apakah dia di sini?”

“Ya!”

Arin langsung memandang ke arah yang ditunjukkan Bitna. Mulut Arin langsung mengaga sempurna.

Ia lantas memandang wajah Bitna dengan serius. Bitna pun beranjak dari tempatnya. Arin dan teman yang lainnya hanya melihat aksi Bitna.

Saat ini Arin dan temannya sudah berada di luar kafe. Mereka berdua duduk di tepi trotoar saling memandang satu sama lain.
Bagaimana tidak? Bitna saat ini sedang meraung menangis meratapi nasibnya.

“Aku seharusnya tidak mengatakannya. Aku sangat malu sekarang. Dia menolakku!”

“Tenangkan dirimu.”

“Bagaimana aku bisa aku tenang?”

Arin mengelus pundak Bitna lalu kegiatannya terganggu saat bunyi ponselnya berdering.

Bitna yang mendengarnya langsung mengusap pipinya. “Siapa?” tanya Bitna.

Bitna mengintip ponsel Arin dan kembali menangis.

“Kamu Jahat! Kamu tidak mengerti perasaanku. Kamu mempunyai dua pria yang menyukaimu, sementara aku hiks hiks.”

Menghadapi dua pria tidaklah mudah,” ucap Arin dalam hati.

I Have Two Husband'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang