10. Bukanlah Satu-Satunya

227 19 0
                                    

Sinar Matahari sudah menggantikan cahaya lampu menerangi  ruangan, Arin membuka matanya perlahan dan melihat sebuah bayangan samar yang berbicara dengannya, semakin lama semakin jelas dan ia harus menyadari kalau dirinya sedang berbaring di rumah sakit.

Arin melihat ke samping dan mendapati Bitna duduk di sampingnya.

“Apa yang terjadi padaku?” Suara Arin terdengar sangat parau.

“Apa yang harus kukatakan? Kamu terpeleset dan kepalamu terbentur lantai dengan keras dan setelahnya kamu langsung pingsan. Aku panik sekali.”

“Aku haus.”

Bitna mengambilkan segelas air dan membantu Arin untuk memegangi gelasnya saat gadis itu minum. Setelah itu ia meletakkan kembali gelas di atas meja.

“Kamu sudah baikkan?”

“Ya.” Arin mengangguk.

“Aku hampir seperti orang gila saat kamu pingsan. Aku berteriak sampai suaraku habis untuk membangunkanmu."

Arin tersenyum di sela-sela rasa sakitnya.

“Ah benar, ponselmu selalu berbunyi. Jadi aku matikan ponselmu agar tidak mengganggu.”

Arin segera mengambil ponselnya dari atas nakas. Ia pun menyalakannya dan betapa terkejutnya dia saat mendapatkan puluhan panggilan dari Aska dan Digtya.

Saat Arin masih menatap layar ponselnya. Arin hampir terjungkal saat mendapati panggilan dari Aska.

“Bagaimana ini?” tanya Arin sambil menatap Bitna.

“Kenapa? Dari siapa?”

“Aska.”

“Angkat saja. Aku tidak memberitahunya bahwa kamu dilarikan di rumah sakit.”

Arin mengangguk dan menggeser tombol warna hijau.

“Kamu dimana?” tanya Aska begitu panggilan terjawab.

“Aku...”

“Hari ini makan siang dimana?”

“Aku sudah makan siang dengan temanku.”

Di sebarang sana, Aska mengangguk dan terdiam sebentar. Ia memandang kertas-kertasnya sejenak, lalu pandangannya berpindah pada sebuah foto.

“Aku bersumpah, Arin. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Aku sangat ingin makan siang denganmu dan kamu mengabaikanku.”

Arin menatap Bitna dan memberikan kode untuk membantunya memberinya alasan yang kuat namun sepertinya Bitna tak tahu yang dimaksud Arin.

“Aku tidak mengabaikanmu hanya saja...”

“Arin!”

Arin langsung mendongak dan mendapati Digtya di ambang pintu. Tangan Arin pun kehilangan kekuatannya sehingga ponselnya terjatuh.
Arin langsung melihat Bitna dan ingin meminta penjelasan.

....


Semenjak insiden pingsannya Arin di mall. Digtya selalu mencemaskannya, mengotot mengantarkannya kemana saja. Jika kalian bertanya dimana Aska. Pria itu kembali pergi ke luar negeri untuk mengurus beberapa proyeknya.

Sekarang sudah malam, seharusnya Digtya sudah datang menjemputnya. Tapi ini bukan yang pertama kali Digtya terlambat, Apakah Arin tetap akan menunggunya seperti biasa? Arin merasa kalau pilihan untuk menelepon Digtya lebih baik. Dia tidak akan kebingungan harus menunggu atau tidak karena mereka benar-benar tidak berkomunikasi hari ini.

“Bagaimana dia menjemputmu?” tanya Bitna.

“Aku akan meneleponnya.”

“Sayang!” suara Digtya mulai terdengar di seberang.

I Have Two Husband'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang