“Apa yang kamu pikirkan?”
Arin tersadar seketika. Dalam sekejap Aska sudah berhasil memindahkannya ke rumah seolah-olah mereka ber-teleportasi. Padahal Arin tidak yakin ada sihir di dunia ini kecuali dalam sebuah film Harry Potter.
“Kamu serius memecatku?” Desis Arin saat Aska sibuk membuka jasnya.
Aska tidak menjawab pertanyaan Arin sampai ia berhasil membuka jasnya dan meletakkan jasnya di sofa yang berada di kamar mereka.
“Kamu yang menginginkannya.”
Dada Arin kembang kempis menahan kekesalannya. Tentu saja ia tidak bermaksud benar-benar akan berhenti bekerja, saat mengatakan itu tadi Arin hanya kebingungan harus mengatakan apa.
“Kencan di kantor tidak diperbolehkan dan itu membuatku kesal. Sekarang kamu bukanlah karyawan di sana. Kita bisa bebas berkencan dimana pun bahkan di kantor.”
“Kamu ingin kemana? Kenapa berganti baju?” tanya Arin gugup saat melihat Aska melepas kemeja putihnya tidak menutup kemungkinan dia juga akan melepas celana bahannya kan.
“Siapa bilang aku akan berganti baju dan siapa bilang aku mau pergi? Aku mau melanjutkan yang tadi,” Aska berbisik di kalimat terakhir lalu menjatuhkan bibirnya di belakang telinga Arin.
“Sebaiknya kamu tetap memakai bajumu sebelum memberiku uang pesangon yang banyak.”
Kata-kata itu terdengar seperti ancaman, Meskipun tidak berpengaruh apa-apa bagi Aska tapi tetap saja ia terperangah dan senyum terbit di wajah tampannya. Arin sedikit bergidik saat melihat sekilas senyum Aska.
“Astaga, kenapa kamu bisa begitu tampan.”
Arin mengerang sekali sehingga napasnya yang memburu mulai teratur secara pelan-pelan. Ia berusaha menjauhkan tangan Aska dari tubuhnya, matanya memandangi Aska dengan kesal.
Aska tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kesal Arin yang malah membuatnya terlihat lucu dan imut.
“Kamu benar-benar memecatku seperti yang kamu ucapkan tadi?”
Aska menatap wajah Arin lama sampai akhirnya ia membelai surai rambut Arin.
“Dua hari ke depan aku akan pergi ke Singapura untuk urusan bisnis. Aku ingin mengajakmu sebagai istriku bukan sebagai wakil sekretarisku.”
“Singapura!” Arin terperangah.
“Ya, kamu ikut bersamaku?”
“Aku...”
“Jangan bilang kamu akan menolak untuk pergi ke Singapura. Karena apa pun alasanmu tidak akan berhasil untuk membuatmu tidak pergi bersamaku.”
Pandangan Aska benar-benar membuat Arin ingin menghilang seketika, pandangan yang sangat menghakimi, otoriter dan penuh diktator.
Arin memang tidak ingin pergi ke Singapura karena ia memikirkan Digtya. Ia tidak bisa meninggalkan Digtya karena jika ia pergi bersama Aska. Alasan apa yang harus ia buat. Otak Arin benar-benar buntu.
Otak Arin kembali mengalami syok yang kedua kali. Saat Laki-laki itu bertindak lagi, tangannya meraba Arin dari mata kaki hingga ke lutut dan mengangkat kedua kaki itu tinggi-tinggi. Dalam sekejap dirinya sudah berada di pangkuan Aska dengan sukses.
“Kamu sedang memikirkan alasan apa untuk menolak?”
Tangan bebas Aska membuka kancing kemeja Arin satu persatu sehingga Aska bisa melihat apa yang ingin ia lihat. Napas Arin semakin tidak teratur dan dadanya naik turun dalam ritme yang kacau.
“Tidak! Aku tidak memikirkan alasan apa pun.”
“Kalau begitu katakan, kamu akan ikut aku ke Singapura!”
KAMU SEDANG MEMBACA
I Have Two Husband's
RomanceDia mengatakan suamiku. Aku mempunyai dua suami. Bagaimana bisa? Apakah pria ini mencoba menipuku.