16. Demi Aku, Kamu dan Kita

275 22 3
                                    

Beberapa bulan kemudian.

Aska menyeruput kopinya dengan nikmat seolah-olah kehangatan yang ditimbulkan oleh kopinya membuat Aska dapat melupakan semuanya.

Suara tangisan si kecil yang ingin digendong dan ingin dimanja dinikmatinya seolah-olah alunan musik orkestra.
“Tidak bisakah kamu menemani Ken?”

Nana tiba-tiba datang dan memberikan sebotol susu hangat untuk Ken. Nana terdengar menggerutu sambil mengajak Ken bermain
.
“Aku akan berangkat kerja.”

“Kamu ini ayah seperti apa?” tiba-tiba saja emosi Nana meledak melihat perlakuan Aska yang acuh dan apatis.

“Aku bukan ayahnya!” desis Aska dingin.

Nana seketika membeku. Seharusnya ia tidak menuntut Aska terlalu jauh. Aska tidak bisa menerima putranya, bahkan dirinya.

Nana berusaha untuk berubah dan menjadi istri yang baik namun sepertinya Aska tidak ingin memperbaiki rumah tangga mereka. Sampai-sampai Aska menolak tidur sekamar dengan Nana.

Nana merasakan penderitaan meskipun Aska tidak menyiksanya secara langsung. Aska benar-benar tidak pernah menyentuhnya. Nana sudah kewalahan dan tidak sanggup untuk menahannya.

Nana buru-buru menghentikan Aska begitu pria itu berdiri dan hendak mengambil jasnya.

“Bisakah kamu mencium Ken?”

“Aku tidak bisa.”

“Aku tahu kamu marah, benci, tidak suka padaku. Aku akan menerimanya tapi jangan lampiaskan itu semua pada Ken.  Dia tidak tahu apa-apa.”

“Bawa dia pada ayahnya. Kamu masih suka bertemu dengannya kan, Digtya?”

“Iya tapi tidak seperti yang kamu duga. Kami bertemu disaat ia ingin bertemu dengan anaknya.”

“Lalu bawa dia pada ayahnya.”

“Egois. Kenapa kamu begitu egois? Aku tahu aku salah karena pernah berselingkuh. Tapi bukankah kamu juga pernah melakukannya? Sekarang kenapa hanya diriku yang dipermasalahkan?”

“Hentikan! Sadarilah, kamu tidak akan pernah hidup bahagia denganku.”

Nana langsung menggenggam tangan Aska. “Katakan apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semuanya. Kita mulai dari awal lagi.”

...


“Sekarang bagaimana dengan kandunganmu? Kenapa kamu tidak melakukan apa yang aku lakukan?” tanya Lusi.

“Menggugurkannya? Hanya terbesit dalam otakku tapi aku tidak tega jika melakukannya.”

Arin menyodorkan Frappucino caramel di hadapan Lusi. Dengan hati-hati Lusi menghirup aroma yang keluar sebelum mencicipinya.

“Bagaimana?”

“Boleh juga. Aku akan memberikan harga yang pas untuk minuman ini. Oh iya, minggu depan kafeku resmi dibuka. Bagaimana jika kamu mengajari pegawai-pegawaiku cara membuat beberapa resep darimu?”

“Baiklah.”

Arin tersenyum senang. Ia akan mendapatkan uang meskipun hanya bisa untuk jajan.

Arin berdiri dari tempat duduknya dengan hati-hati sambil memegangi perutnya. Kandungannya sudah mulai membesar dan Arin sangat terbatas untuk bergerak.

“Kamu ingin kemana?”

“Aku ingin mengambil susu,” ucap Arin.

Arin mengambil susu botol dari dalam kulkas dan menuangkannya ke dalam gelas. Ia membawa gelas tersebut di ruang tengah.

I Have Two Husband'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang