Warning 18+
***
CHAPTER; Four
"Louis...," kata Nicole pelan.
Bibir Louis semakin naik ke atas, mencium pelipis Nicole berkali-kali lalu kembali turun untuk mencium daun telinga Nicole, mengirim sensasi yang besar sehingga membuat persendian lutut Nicole berubah menjadi jelly.
"Kau mau pulang?" desah Louis ditelinganya. "Kupikir cukup tur kita untuk malam ini. Kau tahu aku tak akan menyetubuhimu disini, aku takkan membagikanmu kepada yang lain. Panggil aku Si Pelit, karena memang begitu kenyataannya sekarang."
Nicole memejamkan matanya, sensasi yang ia rasakan setelah meminum vodka sangat membantu aksi Louis. "Ayo kita pulang."
Louis menarik kepalanya menjauh dari telinga Nicole, membuat gadis itu bisa melihat mata Louis yang menjadi gelap dan buas. Lalu Louis menariknya dengan cepat, hampir berlari ke arah rumah Louis.
Mereka masuk kedalam rumah, Louis menutup pintu dibelakangnya dengan keras lalu memutar dan mendorong bahu Nicole hingga punggung gadis itu menabrak pintu. Diangkat pinggul Nicole dengan kedua tangan kekar Louis, membuat Nicole segera melingkarkan kakinya dipinggul Louis.
Tangannya masih berada dipinggul Nicole saat ia mencondongkan kepalanya kedalam leher Nicole dan menghisapnya keras.
Nicole memejamkan matanya erat-erat, menautkan jari-jarinya dirambut Louis yang lembut dan menggigit jarinya keras-keras.
Lalu Louis turun, ia menyibak kaus yang menutup bahu kiri Nicole dan menciumnya, memberi kissmark disana sama seperti yang ia lakukan dilehernya. Nicole bisa merasakan sedikit rasa perih karena disanalah saat pertama kalinya Louis melukainya dengan pisau lipat.
Lalu matanya menatap mata Nicole. Sesaat Nicole bisa merasakan sesuatu yang keras disana. Sesuatu yang bersifat panjang dan besar. Sialan. Nicole tahu apa yang keras itu.
"Teriakkan namaku sesuka hatimu," kata Louis. "Dan pastikan mereka bisa mendengar teriakanmu," katanya, ia menaikkan Nicole hingga kini wajahnya berada didepan dada Nicole. "Cium aku, manis. Jika kau memang menginginkannya."
Nicole harus membungkuk untuk mencium Louis, tangannya menarik-narik rambut Louis dengan lembut. Bibir mereka saling terpaut, dan sering kali Louis melumat bibir bawah Nicole dan menggigitnya pelan.
Louis mendesah, ia menekan pinggulnya agar Nicole tidak terjatuh dan tangannya ia pindahkan untuk meremas bokong Nicole, tangannya yang lain menarik leher belakang Nicole untuk memperdalam ciuman mereka.
Nicole mengecup bibir atas Louis, membuat Louis menyeringai dan tersenyum lebar. "Kau gadis pintar."
Lalu Louis berputar, berjalan ke arah sofa tanpa melepaskan ciumannya. Hingga akhirnya Louis membanting Nicole ke atas sofa dan membuka tshirt-nya. Nicole hampir takjub dengan semua tatto Louis.
Louis duduk disamping Nicole dan menarik gadis itu agar duduk dipangkuannya, dengan segera Louis melepas sweater Nicole dan kaus oblongnya. Nicole tak tahan saat Louis meremas dadanya.
Ini adalah sensasi tak tertahankan, disaat Louis dengan lembut melumat lehernya dan tangannya yang nakal berada disana.
"Lou--is!" teriak Nicole.
"Ya, sayang?"
Louis merebahkan Nicole diatas sofa dan segera jatuh keatasnya, mencium bibir Nicole selagi ia mencoba membuka kaitan branya. Nicole melengkungkan punggungnya, memudahkan perjuangan Louis untuk membuka kaitan itu.
Setelah berhasil, ia melempar bra-nya ke atas meja dan mulai memakan puting Nicole, membuat Nicole tanpa sadar menarik rambutnya dengan keras. Tangan kirinya meremas dada kanan Nicole, sementara mulutnya bermain didada kiri dan tangannya yang kosong mencoba menyeludup ke celana dalam Nicole.
"Ah!" teriak Nicole tak tertahankan, ia melebarkan kakinya sebisa mungkin dan sesekali menjepit tangan Louis karena Louis menggesek klitnya dengan cepat.
Louis membuka celana Nicole, semuanya. Begitu juga dengan miliknya. Ia membawa kaki kiri Nicole ke atas bahunya, lalu mulai mendorong masuk.
Nicole mendongak, kesakitan dan memohon Louis agar berhenti sejenak. Namun rupanya pria itu tak menurut, ia tetap mendorong dan menariknya walau dalam tempo yang pelan.
"Sialan, Nicole," Louis berdesah. Alisnya terpaut, matanya terpejam dan mulutnya terbuka untuk mengeluarkan desahan.
Sementara Nicole, ia mulai merasa bahwa bendanya berdenyut. Seketika rasa sakit itu berubah menjadi kenikmatan yang luar biasa. "Louis--lebih cepat!"
Louis mengernyit. "Apa, sayang? Bisa kau memohon karena aku tak menerima perintah."
"Louis, kumohon lebih cepat," Nicole menangis. Tak tahan dengan kenikmatan yang luar biasa ini.
Sementara itu, Louis mengecup kedua kelopak mata Nicole yang tertutup. Ia berdiam diri sebentar, menikmati denyutan Nicole yang terasa bagai pijatan. Satu, pikir Louis. Dua... Tiga...
Gerakan temponya berubah 180 derajat menjadi cepat, Nicole mengcengkram punggung pria itu. Sementara Louis menghisap leher Nicole kuat-kuat, sesekali mendesah dirahangnya--membuat Nicole kegelian dan nikmat bukan main.
"Nicole... Sialan! Fuck... Fuck... Aku mau keluar," desah Louis. Nicole pun merasakan hal yang sama.
Nicole meremas rambut Louis saat Louis mempercepat gerakannya, lalu mencoba mengubur ereksinya didalam Nicole sedalam mungkin.
"Ahh..."
Mereka keluar, bersamaan.
Louis ambruk diatas Nicole, sementara Nicole melingkarkan kakinya dipinggul Louis. Matanya terpejam, ia sangat lelah. Ia tertidur dan hal terakhir yang ia ingat adalah Louis mencium bahunya lama...
***
Sinar matahari membangunkannya, dalam keadaan yang masih sama. Nicole mengerjabkan matanya--ruangan ini terlihat lebih jelas dengan adanya sinar matahari.
Louis masih berada diatasnya. Dan dilihatnya pakaian bertebaran didekat sofa. Ugh, Nicole harus membereskan mereka sebelum ada yang melihat.
Ia berguling pelan, mencoba membaringkan Louis. Namun tubuh mereka yang amat lengket, membangunkan Louis disaat Nicole mencoba melepaskan tubuhnya dari tubuh Louis.
"Mau kemana kau?" tanya Louis sembari memegang pergelangan tangannya erat-erat.
Sialan. Suara pagi Louis membuatnya kembali ke puncak, terlebih dengan keadaan telanjang seperti ini.
"Membereskan pakaian lalu mandi," kata Nicole pelan.
Louis menghembuskan napasnya pelan, lalu menarik Nicole. "Kembali kesini, aku tak suka tidur sendirian dipagi hari," katanya.
Nicole menurut, kepalanya berada diatas dada bidang Louis dan kedua tangan Louis memeluk punggungnya penuh perlindungan.
Hening.
Nicole melihat tatto-tatto yang ada ditangan dan dada Louis. Sementara pria itu sudah kembali mendengkur nyenyak. Jemari Nicole menelusuri tatto-tatto itu satu per satu.
"Nicole..." desah Louis pelan.
"Ya?" Nicole terkejut, segera menarik tangannya.
"Itu membuatku nyaman, terus lanjutkan," katanya lalu membenarkan posisi tidur.
Nicole kembali melakukan aksinya, sembari pikirannya melayang... Bagaimana sofa ini bisa memuat dua orang? Bahkan Nicole terasa jauh dengan ujung sofa ini.
Tangan Nicole berpindah ke punggung Louis, membalas untuk memeluknya dan mengusap punggungnya.
Jauh didalam lubuk hati, Nicole beruntung disandera oleh Louis, dan Nicole tak mau berpindah tangan. Dia tetap ingin disandera oleh Louis, bukan yang lain. Walaupun jika Nicole bisa memilih untuk pulang atau tinggal disini. Tentu Nicole akan memilih pulang.
Namun ia terlalu takut untuk pergi keluar sendiri dari rumah, ia takut diculik oleh yang lebih buruk. Namun mau sampai kapan Louis akan mempertahankannya disini?
KAMU SEDANG MEMBACA
stockholm syndrome • l.t
FanfictionKe mana rasa kebencian yang seharusnya kurasakan? Mengapa jantung ini malah berdetak lebih cepat dan membuatku gugup? Sialan. Apa yang terjadi denganku? WARNING: contain sexual scenes and harassing words. [18+] All Rights Reserved. Copyright 2014 b...