Song for this chapter:
Sally Seltmann - Harmony to My Heartbeat
***
CHAPTER; Thirteen
Nicole's Point of View
Mataku bergetar saat terbuka perlahan. Hal pertama yang kulihat adalah kamar gelap yang disinari oleh cahaya matahari yang tersaring penutup jendela. Saat aku duduk, aku melihat sebuah gaun pendek berwarna putih digantung di depan lemari kayu milik Louis. Aku hendak bangkit, ingin meraih gaun itu saat salah satu pintu terbuka dan Louis muncul dari sana dengan handuk hitam yang dililit ke pinggulnya, rambutnya yang berwarna cokelat gelap begitu basah.
"Hei," katanya. "Aku punya acara kecil sebelum kaupergi, sudah kusiapkan saat kau tidur. Bisakah kau mandi sekarang?"
Aku mengangguk, kemudian terdiam perlahan. Aku akan pergi? Aku tidak akan pergi. "Aku tak akan pergi."
"Kau harus pergi," kata Louis, mengusap lenganku. "Sana pergi mandi."
Aku menatapnya beberapa detik, lalu mengangguk pasrah. Louis tidak bisa dibantah. "Oke."
Setelah mandi, aku mengenakan gaun yang disiapkan oleh Louis, mengeringkan rambutku dan pergi keluar kamar karena Louis pun tak ada di dalam kamar.
Dari bawah, aku bisa mendengar dentuman musik halus. Ini musik Harmony to My Heartbeat yang dinyanyikan oleh Sally Seltmann. Louis di bawah dengan celana longgarnya yang berwarna hitam, dan kaus polo putih. Rasanya gaun ini terlalu formal jika Louis sendiri memakai pakaian sesantai itu.
Louis menatapku hingga ke bawah saat aku sampai di depannya, kemudian langsung menatapku kembali. Aku menaikkan alis, meminta penjelasan. Ada senyuman di bibirnya, tapi ini semua semakin mengherankan. Ada apa dengan dia?
"Salju masih lebat di luar, para petugas belum membersihkannya," kata Louis, aku tahu maksudnya adalah; kita harus menungu mereka, hanya ini yang bisa kita lakukan. Dia menarik salah satu tanganku. "Berdansa?"
Aku nyaris gila mendengarnya, bahkan tak mempercayai telingaku sendiri. Tapi aku mengangguk, berharap amat sangat jika Louis benar-benar memintanya.
"Tapi," Louis tertawa. "Ajari aku, oke?"
"Oke," kataku tersenyum, tapi suaraku nyaris seperti bisikan.
Senyuman Louis menghilang, tapi matanya melembut, dan tangannya yang lain merangkul pinggulku.
"Kita hanya akan berputar sesekali--benar sekali, tanganmu di sana," kataku cepat-cepat menambahkan saat Louis menaikkan alisnya sambil melirik tangannya, bertanya apakah posisi tangannya benar. "Dan kita hanya akan bergoyang ke kanan dan ke kiri, bisa maju dan mundur. Siapa yang akan menuntun?"
Louis menyeringai, selembut apapun dia tapi wajah brengseknya tetap terlihat. Aku menyukainya, dan ingin membayarnya dengan apapun agar bisa terus melihatnya. "Aku," katanya. "Dansa ini kedengaran seperti seks,maju mundur," katanya, membuatku memutar mata dan dia tertawa keras. Aku terkekeh geli, siapa manusia beruntung yang pernah melihat ia seperti ini selain aku? Oh, mungkin Niall, atau Harry...
"Yah, bedanya aku yang lebih jago dalam urusan ini," kataku. Louis masih terkekeh, lalu menggulum senyumnya. Aku membalas senyumnya, dan sampai beberapa menit kemudian, kami masih melangkah pelan ke kanan ke kiri, atau maju dan mundur, tersenyum kepada satu sama lain seperti orang tolol di mabuk cinta. Sayangnya, di sini hanya aku yang merasakan itu.
Louis menghela napasnya, tangannya yang satu merangkul pinggulku, yanh lainnya menggenggam tanganku. Kemudian ia melepaskan genggaman kami, hingga kedua tangannya menarik pinggulku dan memelukku. Aku melingkarkan tanganku pada lehernya, merasakan bibirnya yang dingin di leherku yang hangat, dan aku bisa merasakan jari-jarinya yang saling bertautan satu sama lain di belakang pinggulku. Sementara aku sendiri menopang daguku di bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
stockholm syndrome • l.t
FanfictionKe mana rasa kebencian yang seharusnya kurasakan? Mengapa jantung ini malah berdetak lebih cepat dan membuatku gugup? Sialan. Apa yang terjadi denganku? WARNING: contain sexual scenes and harassing words. [18+] All Rights Reserved. Copyright 2014 b...