ten

105 22 4
                                    

Happy reading

***

Di tengah perjalanan menuju rumah sakit, Ryan membuka percakapan. "Siapa yang dirawat?"

Shaina menaikkan alis sebentar. Jika Ryan tidak mengetahui kondisi Julia, berarti Mamanya itu memang merahasiakannya. Mungkin juga, Julia belum memberitahukan. Namun, Shaina tidak tahu sumber informasi yang didapat pasangan yang kemarin di depan ruang rawat Julia, hingga keduanya berani menemui gadis itu dan Julia.

"Mama gue," jawab Shaina, masih berkutat dengan ponsel miliknya.

"Tante Julia sakit? Kalau gitu gue harus ikut lo, njengukin Tante Ju."

Lewat center mirror, Ryan menantikan jawaban dari gadis yang terpantul di sana.

"Kalau mau jenguk, jangan bareng sama gue."

Shaina malas jika nanti Julia menganggapnya sudah menerima rencana pendekatan dia dan Ryan. Lagipula, dia telah membuat janji dengan laki-laki yang sudah menunggunya di sana.

Beberapa saat kemudian, Shaina jengah mendengar celotehan Ryan yang tiada henti. Karena muak, Shaina berdecak. Gadis itu malas meladeni--atau sekedar menerima masuk suara Ryan di indra pendengarannya. Orang yang sedang mengemudi itu hanya membicarakan sesuatu yang membosankan di telinga Shaina.

Lima detik sempat terdiam, Ryan membuka mulutnya kembali. "Si Melvin makannya apa, sih, pinter banget dia. Kemarin aja gue diajarin pelajaran geografi sama dia. Dia anak IPA kan? Gue sebagai senior dia jadi minder," ucap Ryan diakhiri tawa. Jarinya tergerak menyisir rambutnya. "Tapi, tetep gue lebih cakep."

"Gue turun di sini kalau lo masih buka mulut."

Bukannya terdiam, Ryan justru lanjut mengajak orang yang duduk di kursi belakang melanjutkan perbincangan sepihak nya. "Princess, kenapa lo segitunya ngejar-ngejar Melvin? Padahal kan pasti banyak yang mau sama lo."

"Cowok playboy, gue blacklist."

Mata Ryan bergantian melirik center mirror lalu ke kondisi jalan di depannya. Karena jam pulang sekolah, jalan beraspal yang dilalui cukup ramai. Gadis di belakangnya itu pintar sekali membuat mentalnya tersentil hanya dengan kata-kata.

"Emang lo tau si Melvin nggak playboy? Siapa tahu hide cewek dia banyak. Dia cakep, pinter, si Kenza aja masih ngotot dapetin si Melvin."

"Gue cuman mau Melvin," ucapnya sambil memainkan ponsel.

"Anjir, Princess Sha udah buta akan cinta."

Cinta? Shaina benci mendengar kata itu. Mengapa orang-orang dengan mudah mengatakannya untuk menunjukkan ketulusan kepada pasangan mereka. Seolah itu adalah kebahagiaan terbesar dalam hidup. Bagi Shaina, hanya pengkhianatan dan rasa sakit yang akan ada di dalamnya. Merasa dicintai, harus siap juga menjadi yang tersakiti.

Tersenyum miring, Shaina mulai mengangkat kepalanya. "Shut up!"

Ryan memilih fokus kembali ke kemudinya, tidak ingin membuat Shaina kesal lagi. Banyak wanita yang sudah ditemui Ryan, dan dia tidak segan untuk menggoda dan menjadikan mereka kekasih. Namun, baru Shaina yang membuatnya tidak berkutik ketika berhadapan ataupun bedebat dengannya. Bukan rasa takut, tetapi Shaina selalu saja punya balasan yang terkadang menjadi boomerang sendiri baginya.

Sweet and WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang