thirteen

85 7 0
                                    

𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓻𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰

***

"Lo, siapa?"

Beberapa menit yang lalu, Bagas masih sibuk memasukkan buku pelajaran yang tak sempat dia siapkan semalam ke dalam tas. Ketika mendengar ketukan pintu depan, ia bergegas membuka pintu.

Seorang perempuan berseragam celingukkan ke arah belakang Bagas. Dia berusaha mencari celah untuk melihat ke dalam ruang tamu. Sadar atau tidak, perempuan itu melangkah masuk tanpa permisi dengan remaja di depannya. Hal itu sontak membuat Bagas pasang badan menghalanginya. Bagaimana pun, Bagas tidak boleh membiarkan orang asing masuk begitu saja ke rumahnya.

"Eh, Mbak. Nggak sopan banget ngintip-ngintip ke dalam rumah orang."

"Sorry, ini bener rumah Melvin?"

Bagas memicingkan mata. Pasti gadis berambut hitam itu salah satu dari teman Melvin. Namun, Kakaknya itu tidak pernah bercerita kalau dia mempunyai teman dekat perempuan selain Kenza. Dia jadi teringat jika semalam yang mengirim pesan ke Melvin adalah seorang perempuan.

Jangan-jangan yang ini, dugaan Bagas sepertinya benar sedetik melihat nama siswi yang ada di seragam gadis itu.

Bagas membulatkan mata. Laki-laki yang sudah siap dengan tas di bahunya itu menutup mulutnya dengan tangan kanan. Ia mendramatisir dengan mengerjapkan matanya. Dia tidak percaya jika gadis berpenampilan menarik ini, dan sepertinya kaya--terlihat dari mobil yang terparkir di halaman rumahnya ini adalah kekasih dari sang Kakak. Meskipun kesan pertama mereka sedikit buruk.

"Lo Shaina?" Bagas menutup mulutnya sendiri. "Maaf, maksudnya Kak Shaina?"

Mendengar seperti ada keributan, dari arah dapur, keluar sosok wanita paruh baya. "Bagas, siapa? Pelanggan Ibu, ya? Kenapa nggak disuruh masuk?" ucapnya sambil merapikan piring-piring yang ada di meja.

Shaina mengalihkan atensinya ke meja makan yang terhubung langsung dengan ruang tamu. Shaina dengar dari Yoyo, jika Melvin hanya tinggal dengan Ibu dan adiknya. Jika benar, itu pasti ibunda dari Melvin. "Pagi, Tante. Saya Shaina."

Entah kenapa, melihat figur di depannya, dia jadi teringat sang Mama. Dari cara memandang, mereka sama-sama menatap lembut kepadanya. Perbedaannya, gaya berpakaian sosok ibu di depannya ini terlihat sederhana dengan hanya mengenakan daster yang menjuntai sampai bawah lutut, dan rambut dicepol. Aura positif yang dipancarkan oleh Tari, berhasil sampai ke jiwa Shaina sehingga gadis itu tidak sadar ikut tersenyum ketika mata mereka bertemu.

Shaina memejamkan mata sebentar. "Saya pacarnya Melvin, Tante. Saya ke sini mau berangkat bareng sama Melvin." Hatinya tidak tenang setelah mengeluarkan kata-kata itu kepada Tari.

"Kak Melvin beneran punya pacar?" Bagas masih tidak percaya.

Meskipun ada sedikit ekspresi kaget di wajah Tari, setelahnya, wanita itu mengangkat sudut bibirnya. Melvin memang jarang bercerita tentang perempuan yang disukainya, apalagi sampai menjadi kekasih. Tentang masalah asmara, Tari hanya bisa mendukung putranya itu, selama tidak berdampak negatif pada Melvin.

"Kak Melvin udah berangkat dari tadi."

"Are you sure? " Shaina menghidupkan layar ponselnya. Pukul enam lebih lima belas menit. Waktu masuk sekolah juga masih cukup lama--jam tujuh. Jika biasanya Shaina malas datang pagi-pagi untuk ke sekolah, agar demi bisa berangkat bersama Melvin, dia terpaksa memasang alarm lebih awal. Namun, usahanya sepertinya tidak berbalas. Mood-nya sekarang tiba-tiba berubah.

"Emang dia--" Shaina hendak meluapkan kekesalannya, tetapi mulutnya ia tutup  kembali setelah melihat Tari masih di sana.

"Maafin Melvin, ya." Mata wanita paruh baya itu beralih ke wajah Bagas dan kembali ke Shaina. "Kalau Tante boleh tahu, nama kamu siapa?"

Sweet and WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang