Dua orang laki-laki berlari menyusuri lorong rumah sakit. Penampilan mereka tidak serapi tadi. Rambut basah karena berkeringat, wajah memerah setelah berlarian, dan napas yang tidak beraturan. Mereka berlari pelan dengan mata yang memperhatikan lorong, karena khawatir jika menabrak orang lain.
Beberapa jam bel pulang sekolah berdering, Melvin mendapat telepon dari Bella yang memakai ponsel Ryan. Dia yang mendengar bahwa Ryan kecelakaan pun langsung memberitahukan kepada Yoyo yang sedang rebahan di kasurnya.
"Ruangannya mana sih? Dion, Please jangan mati dulu," gumam salah satu mereka ketika hampir tiba di ruangan perawatan Dion. Keringat dingin mengalir di punggung dan telapak tangannya, membuat kepalanya sedikit pusing.
Melvin yang mendengar gumaman Nicko pun menutup mulut sahabatnya itu agar tidak terus mengatakan hal yang tidak perlu. Dalam keadaan seperti ini pun, Nicko masih mengeluarkan candaannya. "Kita berpikir positif aja, Ko."
Mereka memelankan langkah ketika sudah di depan pintu ber-cat putih itu.
Keduanya menganggukan kepala masing-masing sebagai tanda mereka siap dengan kenyataan yang akan diterima. Knop pintu dibuka oleh Melvin, setelah itu mereka masuk dengan perlahan.
Ketika sudah benar-benar berada di ruangan bercat putih itu, Melvin dan Nicko terperangah dengan apa yang mereka berdua lihat. Mereka menyesal datang ke rumah sakit. Rasanya ingin sekali memutar balik waktu.
"Eh, ini orang!" Gertakan keluar dari mulut Nicko seusai melihat apa yang terjadi di depannya.
"Percuma gue datang kesini." Melvin menghela napas ringan seraya sedikit
tersenyum. Dia menggelengkan kepala.Dua insan yang tengah berpelukan di brankar pun menengok kompak ke arah pintu. Perempuan berambut pendek sebahu itu sontak berdiri, kedua matanya memandang lurus ke depan tanpa melihat kedua orang yang tak jauh darinya. Pipinya memerah.
"Ganggu aja kalian." Suara Dion terdengar di keheningan ruangan. Membenarkan pakaian pasien yang dikenakannya, dia memperhatikan satu per satu sahabatnya itu.
"Teman kamu nggak sopan banget, Yon. Masa tadi pas nelpon kasih tau dia, malah langsung dimatiin sambungannya." Sang perempuan berkata seraya memajukan bibirnya dan menunjuk Melvin dengan jarinya.
Melvin mengusap tengkuknya, dia merasa sedikit bersalah. Bagaimanapun, Bella merupakan seniornya "Maaf, Bell."
"Wajar lah, dia panik," sarkas Nicko. Napasnya memburu, dadanya naik turun. Sial sekali dirinya hari ini. Sedang menikmati waktu rebahannya, tiba-tiba ada kabar Dion kecelakaan. Setelah sampai ruang rawat, malah melihat Dion berpelukan dengan Bella.
"Bell, boleh nggak lo keluar dulu?" Menyadari emosi Nicko sedang tidak stabil, ditambah kata-kata provokatif yang kapanpun bisa dilontarkan perempuan itu, Melvin memilih angkat bicara dan membuat Bella langsung keluar ruangan. Terkadang Nicko pun bisa mengeluarkan amarahnya jika terpancing perkataan orang lain.
Gadis berambut sebahu itu merupakan salah satu mantan kekasih Dion sewaktu SMP, yang lebih tua satu tahun darinya. Gadis yang juga menyebabkan Kakak kelasnya--Ryan membencinya. Walaupun hubungan Dion dan Bella telah kandas tiga tahun lalu, tapi masih saja, Bella mengejar-ngejar Dion.
"Dion, aku pulang dulu, ya. Nanti aku kesini lagi kok."
Setelah dipastikan hanya mereka bertiga yang ada disana, Melvin spontan menghampiri Dion yang sekarang berbaring. Laki-laki itu memperhatikan luka di tubuh Dion. Lengan kanan yang terbujur kain kasa dan sedikit luka lecet di wajah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Witch
Teen FictionMelvin yang dikenal sebagai siswa yang ramah itu hanya bersikap ketus kepada Shaina. Tidak ada yang mengetahui alasan Melvin selalu memasang wajah dingin setiap berhadapan dengan gadis itu, selain dirinya sendiri. Hingga Shaina dan Melvin membuat k...