four

156 39 19
                                    

"Sha, Tante Ju pingsan. Sekarang lagi di rumah sakit."

Setelah mendapat telepon dari seseorang pagi tadi, Shaina meminta sopirnya untuk menghentikan laju mobil dan menepi.

"Pak, kita ke rumah sakit, sekarang!"

"Lho, kenapa Mbak? Ini udah sampe di sekolahan. Mbak Shaina mau bolos sekolah? atau Mbak Shaina sakit?" Kepala sopir itu menengok ke belakang.

Tanpa menjawab, sudut mata Shaina menatap pria berusia tiga puluh tahun-an yang duduk di bangku kemudi. Dia berdecak, membuat sopir pribadinya, Diman, ikut menghembuskan napas kasar. Diman sudah bekerja lebih dari tiga tahun di keluarga Shaina, tetapi tetap saja tidak memahami tabiat majikannya itu.

"Bukan urusan anda. Cepat!" intruksi Shaina.

Buru-buru, sang sopir menyalakan mesin mobil, kemudian menuju tempat yang dikatakan penumpang 'judes' nya tersebut.

"Galak amat, Mbak. Kayak biasanya."

Sesampainya di depan rumah sakit, Shaina pergi ke ruangan yang dimaksud oleh seseorang yang menelpon tadi dengan sedikit berlari.

Dia mengatur napasnya ketika berada di pintu masuk ruangan perawatan, dan membukanya dengan keras membuat dua orang di dalamnya tersentak.

"Mama masih anggap Sha anak nggak sih?!"

Wanita yang tengah bersandar di hospital bed pun membulatkan mata.

"Shaina? Kamu tahu dari mana? Kamu nggak sekolah?" Wanita berusia empat puluh-an itu menyipitkan mata kepada orang yang duduk di sampingnya.

Sedangkan, orang yang ditatapnya itu memutar bola matanya ke atas. Laki-laki tersebut adalah orang yang memberi tahu kondisi Julia pada Shaina.

Dengan menunjukkan deretan giginya, orang yang berseragam sama dengan Shaina itu menjelaskan alibinya, "Maaf, Tante Ju. Yoyo pikir Shaina harus tahu kondisi Tante."

Mendengar itu, Julia tersenyum seraya menghela, lalu menatap putrinya.

Shaina mendekati hospital bed, duduk di kursi yang di dekatnya. Pandangan di depannya membuat dia terpaku.

Saluran infus menancap di tangan wanita yang setengah berbaring di kasur rumah sakit. Meskipun terlihat kondisinya baik-baik saja, tetapi wajah pucat darinya tidak bisa ditutupi.

"Mamah maunya apa? Sha udah bilang, jangan maksain diri," ujar Shaina tegas.

"Sha, Tante Ju cuman butuh istirahat."

"Diem lo, Yo."

Lelaki tersebut langsung mengatupkan mulutnya.

Julia meraih lengan Shaina, memegang jemarinya. Dia menatap lamat-lamat anak semata wayangnya. "Mama tahu kondisi Mama itu gimana. Cuman capek aja, sebentar lagi juga udah sehat lagi," ucapnya penuh yakin disertai senyum tipis.

Shaina terdiam, tidak bereaksi apapun kecuali wajah datarnya yang selalu melekat. Bedanya, saat ini hatinya tiba-tiba terasa sesak. Dilepas genggaman Julia dari tangannya, Shaina berdiri dari tempatnya kemudian meletakkan tas punggungnya di kursi.

"Yo, lo nggak ke sekolah?" Shaina tiba-tiba bertanya.

"Udah izin kali, sama wali kelas gue."

"Oh."

"Pasti lo bolos, 'kan?"

"Menurut lo?"

"Kamu datang ke sini belum izin sama guru kamu, Sha?" tanya Julia.

Sweet and WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang