PROLOG

26.5K 1.7K 15
                                    

Amadia membuka tudung mantel hitamnya untuk mengusap peluh di sekitar pelipis. Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, menyeberangi sungai Ineza, mendaki pegunungan Rostislav, dan menembus kawasan larangan hutan Svetlana, ia akhirnya sampai di sini. Tempat penyihir Laika berada.

Rumah sang penyihir tampak kumuh. Lumut menutupi hampir seluruh atap bangunan itu. Hanya cerobong asap yang terlindungi dari si tanaman merambat. Pintu hijau tua, sedangkan dindingnya terbuat dari papan-papan cokelat pucat. Ada dua buah jendela, atas dan bawah. Menandakan ada ruangan lain di sana. Terakhir, terdapat satu kursi putih di depan rumah. Amadia menebak, benda itu biasa digunakan sang penyihir untuk melihat pemandangan hutan yang ... menyeramkan.

"Siapa kau?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa kau?"

Amadia terperanjat di tempatnya berdiri ketika satu pertanyaan dilayangkan dengan nada amat dingin.

Dengan kaku, ia membalikkan badan dan mendapati seorang wanita bergaun hitam panjang menyapu tanah, rambut perak, serta iris abu-abu yang tajam. Sosok tersebut membawa sebuah bakul berisi tanaman--entah apa--yang diletakkan di depan tubuh.

 Sosok tersebut membawa sebuah bakul berisi tanaman--entah apa--yang diletakkan di depan tubuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menolak gugup berkepanjangan, Amadia lekas menjawab, "A-aku Amadia Dulce Fidel. Datang ke sini karena memiliki keperluan dengan Penyihir Laika."

Wanita itu menaikkan sebelas alisnya, "Fidel?" ulangnya dengan nada meremehkan. "Untuk apa seorang bangsawan terhormat repot-repot datang ke sini menemuiku?"

"A-ah, jadi kau adalah peny--"

"Ya."

Amadia jadi salah tingkah sendiri. Penyihir yang susah payah ia temui sungguh irit bicara. Ia bingung harus bagaimana mengutarakan keinginannya.

"Ada apa?"

Lamunan Amadia buyar. Fokusnya kembali pada sosok sang penyihir. "A-aku ingin me--"

"Masuk."

Amadia menganga ketika penyihir Laika lagi-lagi memotong ucapannya, kemudian melewatinya begitu saja. Wanita itu berjalan menuju rumah, membuka pintu, lalu masuk.

"Sabar, sabar, Amadia. Ini demi hal itu. Ya, demi hal itu," lirihnya, sendu. Ia mengelus dada sambil menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya lagi. Setelah itu, ia mengayun langkah, mengikuti sang penyihir masuk ke rumah.

* * *

Mereka sudah duduk berhadapan. Meskipun awalnya, Amadia bingung hendak mendaratkan bokong di mana. Ruangan itu benar-benar berantakan. Banyak benda yang berkaitan dengan sihir berserakan. Potongan bulu angsa, bola kristal, tengkorak, lilin yang menambah kesan mistis, belum lagi hiasan dinding yang entah terbuat dari apa.

 Potongan bulu angsa, bola kristal, tengkorak, lilin yang menambah kesan mistis, belum lagi hiasan dinding yang entah terbuat dari apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, kau ingin aku melakukan hal itu?" tanya Penyihir Laika.

"Ya," balas Amadia tanpa keraguan sedikit pun.

"Untuk apa?"

"Karena kau seorang penyihir, seharusnya kau sudah tahu tanpa kuberi tahu."

Penyihir Laika terlihat terkejut, sebelum kemudian, seringaian menghias wajahnya. Ia manggut-manggut, lalu mengerling kepada Amadia, "Hmm, kau manusia yang menarik," katanya.

"Terima kasih," sahut Amadia datar.

"Kau sudah tahu apa yang menjadi bayarannya jika melakukan itu?"

Dengan yakin, Amadia mengangguk. "Tentu, Nona Penyihir. Kau meminta jiwaku, bukan?"

Sang penyihir tertawa lantang. Kesan datar saat pertama kali jumpa hilang sepenuhnya. Amadia tidak tahu apa yang membuat wanita itu begitu bahagia.

"Baiklah." Penyihir Laika kembali mendatarkan air muka. "Keluargamu sudah tahu?"

"Aku tidak punya keluarga." Amadia menyahut cepat.

Penyihir Laika manggut-manggut. Ia tidak berkomentar lagi meski sekilas mendapati kesenduan pada sepasang mata cokelat milik sang tamu.

"Karena kau sudah bersusah payah datang ke sini dengan menantang maut, aku akan melakukan apa yang kau minta. Sebagai balasan atas kegigihanmu itu, aku juga akan memberikan bonus."

Amadia mengangkat alisnya, "Hadiah apa?"

Penyihir Laika tak lantas menjawab. Wanita itu malah memasang senyum misterius. Dengan menumpukan wajahnya pada kedua telapak tangan, ia mencondongkan tubuh ke arah Amadia, baru berkata, "Rahasia."


* * *

Selamat datang di cerita baruku! Nikmati, dan bersiaplah tenggelam dalam fantasi!♡

Villainess Wants Happy Ending (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang