Ruang kerja mewah bernuansa monokrom itu hanya diisi oleh seorang laki-laki. Dia duduk di balik meja yang dipenuhi tumpukan berkas. Usianya tidak lagi muda. Namun, sedikit uban yang mengintip di antara rambut hitamnya tak mengurangi ketampanan sosok itu. Apalagi dengan kemeja putih pas badan yang bisa memperlihatkan betapa terawatnya tubuh tersebut.
Ketukan di pintu tak dapat mengalihkan fokusnya dari dokumen yang tengah dikerjakan. Dia hanya memerintahkan sang pengetuk agar masuk.
"Salam, Tuan Besar. Saya membawakan balasan surat dari Nona Amadia."
Pergerakan tangan Baltasar sontak berhenti. Laki-laki yang menjadi ayah dari Amadia itu lekas menaikkan pandangan, menyorot lekat pada sang pembawa berita.
"Taruh saja seperti biasa. Mengapa kau harus memberi laporan segala?" tanyanya, terkesan tak peduli.
Arlo, sekretaris sekaligus tangan kanan Baltasar segera menunduk. Tak sanggup bertatapan lebih lama dengan pemilik mata elang di hadapannya.
"Maafkan saya, Tuan Besar. Namun, sepertinya ada yang berbeda dari balasan kali ini," jelas Arlo tanpa menatap sang majikan.
"Berbeda?" ulang Baltasar. Laki-laki yang masih gagah di usia senjanya itu mengerutkan dahi, "coba kemarikan," lanjutnya sambil menengadahkan tangan.
Arlo menyerahkan surat pada Baltasar. Laki-laki yang sudah mengabdi selama belasan tahun di keluarga Fidel tersebut langsung berpamitan kala sang tuan rumah memintanya kembali bertugas.
Tidak ada suara lagi. Ruangan yang berukuran lumayan luas itu benar-benar lengang. Cukup menggambarkan pribadi si empunya yang memang menyukai keheningan.
Dalam diam, Baltasar memandangi surat di tangannya. Ia sudah menemukan keanehan yang dimaksud Arlo. Sebutan formal.
[Teruntuk Grand Duke Baltasar yang saya hormati.]
Begitu tulisan di depan amplop.
Sepanjang hidupnya mendapatkan pesan dari Amadia, ia tidak pernah dipanggil dengan begitu asing.
Grand duke katanya?
Baltasar menekan pangkal alisnya yang berkedut. Ini aneh. Laki-laki itu mengetukkan jari ke meja kerja. Perasaan tak nyaman melingkupi hatinya.
Dengan terburu-buru, ia segera menyobek amplop dan membuka lembaran di dalamnya.
Kerutan di kening kembali tercipta begitu jawaban sang putri tertera di sana. Dia ... tidak dapat menghadiri undangan keluarga?
* * *
Enam orang duduk di ruang keluarga megah yang bernuansa gold. Baltasar, selaku pemimpin, berada di kursi tunggal kebesarannya.
Di sisi kanan Baltasar, sebuah kursi dengan dua dudukan ditempati dua orang laki-laki. Ada si sulung Carian Gervaso Fidel, sudah beranjak dewasa.
Sementara lainnya, Daza Guinan Fidel, baru akan beranjak remaja. Dia adalah putra kedua sekaligus adik dari Amadia, si bungsu.
Di seberang para laki-laki, tiga orang perempuan dengan gaun-gaun menjuntai menyapu karpet tebal duduk. Dua di antaranya memiliki wajah serupa.
"Adakah hal penting yang membuatmu mengumpulkan kami pagi-pagi begini, Suamiku?"
Elisa Alondra Fidel, wanita bergaun merah yang diapit oleh si kembar itu membuka suara. Dia menggunakan Gloria sebagai marga sebelumnya.
Perhatian yang lain terfokus pada Baltasar. Mereka siap menyimak apa pun yang dikatakan sang kepala keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villainess Wants Happy Ending (Completed)
FantasíaAmadia Dulce Fidel merupakan bangsawan dari keluarga Fidel. Tepatnya, putri pertama Grand Duke Baltasar Andres Fidel. Dia diasingkan oleh keluarganya sendiri karena dianggap melakukan hal yang memalukan. Hamil di luar nikah. Karena hal tersebut, Ama...