"Ibu! Aku berhasil mendapatkan guardian seekor rubah dua warna!"
Amadia yang sedang melamun langsung mengerjap cepat. Setelah berhasil menormalkan air muka, dia tersenyum manis dan menyambut pelukan putrinya. Ah, saking serius memikirkan dia, aku jadi tak sadar upacara guardian Arelia telah selesai.
"Oh, Sayang ... selamat, ya. Kau hebat sekali. Apa Ibumu ini bisa melihat guardian itu?" balas Amadia seraya melepaskan dekapan. Dengan penuh kasih sayang, wanita itu mengusap pipi sang putri.
Arelia mengangguk antusias. Ekspresi gadis yang membalut tubuhnya dengan gaun putih mengembang dan mahkota emas sewarna pakaian sebagai penghias kepalanya tersebut amat berseri-seri.
"Tentu saja, Bu!" jawabnya segera.
"Tunggu sebentar, Bu," lanjut gadis itu.
Amadia mengiakan. Dia mengamati pergerakan anak perempuannya. Sepasang tangan kurus Arelia mengatup di depan dada, sedangkan bibir mungil itu bergerak-gerak tanpa suara.
Beberapa detik dalam keheningan, Arelia membuka tangannya, mengganti posisi menjadi menengadah.
Amadia masih setia mengamati apa yang akan terjadi dengan jantung berdegup kencang. Sekian detik berlalu, sepasang mata jernihnya membulat penuh kala melihat cahaya di tangan Arelia.
"Wow!" serunya, menutup mulut takjub.
Cahaya di telapak tangan itu lama-lama membentuk sesuatu. Seekor rubah. Ketika bentuk telah sempurna, warna pun menyusul. Amadia makin dibuat menganga. Dia seperti melihat cara melukis secara nyata, bukan hanya di atas kertas.
"I-ini sangat keren!" seru wanita itu lagi.
Kini, seekor rubah berukuran kecil dengan setengah badan warna perak dan setengah lagi oranye telah terlihat sepenuhnya. Hewan cantik itu menatap tepat ke arah Amadia dengan iris mata yang juga berbeda.
"Dia seperti anak Kyuna, ya, Bu?" Arelia meminta persetujuan.
Kyuna?
Mengingat nama itu, jantung Amadia berdetak kencang untuk alasan yang berbeda. Wanita usia dua puluhan itu kembali diingatkan pada kekecewaannya pada si penjelmaan rubah. Sampai akhir acara, sosok itu tidak terlihat.
"Ibu, ada apa? Aku perhatikan sejak tadi Ibu lebih banyak melamun. Apa ada sesuatu yang salah?" tanya Arelia, khawatir. Gadis itu bahkan langsung menghilangkan guardian-nya agar lebih fokus pada sang ibu.
Hal tersebut menyebabkan Amadia seketika gelagapan. Dia menggeleng, bersiap memberikan alasan. Namun, sorot mata Arelia terlalu kuat dan membuatnya tak tega melakukan itu.
Setelah membasahi bibir bagian bawahnya, ia berkata, "Ibu sedang menungg--"
"Dee?"
Suara ibu tirinya! Kali ini, Amadia harus berterima kasih pada sosok yang dibencinya itu. Sebab, dia jadi bisa menghindar dari pertanyaan Arelia.
Tanpa menunggu dipanggil dua kali, ia berbalik diikuti Arelia yang berekspresi kusut. Hah, Amadia merasa bersalah melihat mimik wajah kurang baik putrinya itu.
"Ya, Grand Du--"
"Oh, bisakah kau berhenti memanggilku dengan sebutan formal seperti itu?" sela Elisa. Di kiri kanan wanita tersebut ada si kembar yang memasang tampang serupa, penuh harapan palsu.
Amadia seketika menyipit curiga. Elisa akan bersikap manis apabila ada keluarga Fidel lain, bukan saat hanya ada dirinya dan Arelia.
Detik selanjutnya, rasa penasaran Amadia terjawab saat suara berat yang dikenalnya menyapa. Ah, pantas saja! Pasti si Ular ini sudah lebih tahu dahulu akan kedatangan ayah serta kedua saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villainess Wants Happy Ending (Completed)
FantasiAmadia Dulce Fidel merupakan bangsawan dari keluarga Fidel. Tepatnya, putri pertama Grand Duke Baltasar Andres Fidel. Dia diasingkan oleh keluarganya sendiri karena dianggap melakukan hal yang memalukan. Hamil di luar nikah. Karena hal tersebut, Ama...