Special Episode 3 - Last

10.6K 794 18
                                    

"Kenapa Ibu harus membatalkan pernikahan ini?"

Balasan dari Amadia membuat Arelia tersentak. Detik selanjutnya, gadis itu tersenyum sedih dan menunduk.

"O--oh, maaf, Ibu. Aku egois sekali karena hanya memikirkan diri sendiri. Kalau begitu, se--sepertinya aku akan kembali ke kamar. Aku per--"

"Sayang?"

Arelia, yang tetap menunduk dan sudah berdiri menghadap pintu, hanya menahan langkah tanpa membalikkan tubuh ke arah sang pemanggil.

"Iya, Ibu?"

Suara putrinya yang terdengar serak membuat Amadia tak sanggup lagi meneruskan kejahilannya. Oh, dia telah melukai permata hatinya!

"Kemarilah, dan tatap mata Ibu," pinta Amadia, jauh lebih lembut dari nada awal.

Arelia bergeming.

Amadia bersedih hati. Kemudian, otaknya yang cemerlang menyarankan sebuah ide. Maka, dia pun segera memasang tampang sedih sembari berkata, "Nak, kamu tidak menyayangi Ibu lagi? Baiklah, Ibu, kan, memang bukan yang as--"

"Tidak, Ibu!"

Berhasil!

Arelia bukan hanya membalikkan tubuh, melainkan sampai memeluk Amadia dengan erat.

"Ibu jangan bicara seperti tadi lagi." Cucu keluarga Fidel itu mulai mengeluarkan tangisan.

Di mata Amadia, tingkah Arelia terlihat lucu dan menggemaskan. Wanita itu tak dapat menahan tawa lagi. Lalu, sambil menepuk-nepuk pelan punggung putrinya, dia menjelaskan situasi yang terjadi.

"Kau salah paham, Nak. Ibu memang merencanakan pernikahan dengan Ja--ah, Yang Mulia Putra Mahkota, tetapi soal meninggalkanmu di sini? Siapa yang bilang? Kau tentu saja harus ikut ke manapun Ibu pergi."

Arelia seketika melepaskan pelukan mereka. Dia menatap Amadia dengan sepasang matanya yang masih menyisakan linangan air mata.

"Benarkah itu, Bu?" tanyanya, penuh harap.

Amadia mengangguk lembut. "Tentu saja, Sayang, tentu."

Jawaban sang ibunda membuat Arelia memeluk sosok terkasihnya lagi. "Terima kasih, Bu. Aku sayang Ibu!"

"Ibu lebih menyayangimu, Nak."

Percakapan antara ibu dan anak itu ditutup dengan manis. Hubungan mereka benar-benar telah menghancurkan batas canggung.

Arelia bersyukur karena dia tidak akan ditinggalkan oleh sang ibu lagi.

Sementara Amadia bersyukur karena putrinya tetap bersikap sama, tidak memperlakukannya sebagai orang asing setelah mengetahui bahwa dia bukan pemilik tubuh asli.

"Oh, ya, Nak. Setelah ini, Ibu punya permintaan. Bolehkah?" tanya Amadia beberapa saat kemudian.

Tanpa pikir panjang lagi, Arelia mengiakan dengan senang hati.

* * *

Amadia mengendap-endap menuju sebuah pohon besar sambil mengangkat gaun birunya agar tak membatasi gerakan. Setiba di sana, dia bersembunyi di balik tumbuhan raksasa tersebut. Di depan, ada seorang laki-laki dan perempuan tengah duduk berhadapan.

"Semoga berhasil, semoga berhasil," bisik Amadia pada diri sendiri.

Raut wajah keduanya tampak serius. Amadia jadi ikut tegang juga. Apalagi, belum ada suara siapa pun yang menyapa pendengarannya.

Apa mereka akan terus berdiam dir--

"Maaf, Yang Mulia. Ibu memang sudah memaafkan Anda, tetapi saya masih meragukan. Sebenarnya, apa tujuan Yang Mulia ingin menikahi Ibu secara terang-terangan setelah meninggalkan dia begitu saja?"

Villainess Wants Happy Ending (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang