Eighteen

825 88 0
                                    

Di atas tempat tidur yang empuk, seorang laki-laki terbaring, memeluk guling di depannya dengan erat seolah guling itu adalah seseorang yang sangat ia rindukan.

"Bunda tenang ya, JieJie di sini. JieJie akan baik-baik saja."

Ntah sejak kapan, Jisung sering kali mengucapkan kata-kata penyemangat dan penenang untuk Jaemin, perasaan itu mengalir dan kata-kata itu juga mengalir begitu saja di dalam pikirannya. Hatinya jika tidak tenang akan mengatakan itu secara spontan. Dia pikir dirinya telah terikat oleh Jaemin, jadi wajar ketika rasa gelisah Jaemin juga di rasakan oleh Jisung.

Ketukan pintu membuat pria yang sedang menenangkan hatinya terganggu. Ia berdecak, "Masuk" ucapnya dengan datar.

Pria yang terlihat tua itu berjalan ke arah tempat tidur, menaruh nampan berisi makanan di atas nakas.

"Jisung makan dulu, ayah Jisung yang membawakan ini." Ucapnya dengan nada membujuk.

"Jisung nggak punya ayah." Balas Jisung.

Dia mendudukkan dirinya di atas kasur, mengambil nampan yang berada di atas nakas. Ia pangku nampan itu, Jisung berdiri.

"Dan aku akan menghabiskan makanan ku, jadi aku mohon anda keluar saja." Lanjutnya berjalan menuju meja makan kecil yang telah di sediakan.

Pria itu menggeleng, "Tidak Jisung. Ayah mu akan marah jika aku tidak mengecek mu dan melihat mu memakan habis makan siang mu."

"Ck, kenapa tidak dia sendiri yang mengecek dan kemari? Aku ingin dia marah lagi seperti dulu."

Pria itu tetap diam, ia duduk di sofa yang sudah di sediakan, ia tidak membalas ucapan Jisung. Jika dia membalas akan semakin panjang pertengkarannya dengan Jisung. Dan ia tidak ingin mendengar Jisung memaki tuannya lagi.

Jisung memakan makanannya dengan tenang, ia ingin menangis ketika sup yang dia makan rasanya tidak enak. Dia rindu sup buatan bundanya.

Bunda Kana, makanan ini tidak enak, JieJie rindu bunda. Satu tetes air mata lolos membasahi pipinya. Pria yang masih duduk di sofa itu berdiri, menghampiri Jisung, memeluknya dari samping. Menenangkan Jisung sebisa mungkin.

"Iya, sebentar lagi ya... Sebentar lagi Jisung pasti akan bertemu bundanya Jisung." Ucapnya yang sudah ratusan kali Jisung dengar, tapi nyatanya bundanya tidak kemari.

Dan Jisung berharap Jaemin tidak kemari, tempat ini seperti rumah biasa, tapi sebenernya adalah neraka. Ia tidak ingin bundanya bertemu dengan pria sialan seperti Doyoung dan terkurung bersamanya di sini.

Jisung berharap bundanya sudah bahagia dan tidak memikirkan dirinya. Dia juga berharap paman Jaehyun, Mama, kak Mark dan Kak Haechan membencinya karena telah membuat Jaemin sakit, agar dia bisa menahan Jaemin untuk tidak mencarinya.

"Aku tidak ingin bunda kemari, aku juga tidak akan menunggu apapun, aku akan di sini terus. Aku tidak ingin bunda kemari." Ucap Jisung membawa tangannya menyentuh lengan pria yang memeluknya.

"Lepaskan tangan mu, aku ingin makan sialan." Lanjutnya menyingkirkan tangan dari lehernya.

Pria itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menghela nafas dengan tingkah Jisung yang selalu memberontak. Saat pertama kali di bawa kemari, Jisung nampak rapuh, seperti orang yang ketakutan akan kegelapan dan sebagainya.

Jisung juga tidak sengaja menceritakan semua traumanya pada pria itu, tapi setelah dua tahun lebih dia akhirnya melihat siapa Jisung itu. Diri Jisung yang asli, diri Jisung yang lebih suka memberontak dan memaki semua orang yang tidak ia sukai.

Bunyi ponsel pria itu membuat lamunannya terhenti, ia segera mengangkat panggilan dari tuannya; Doyoung.

"Iya tuan."

BUNDA ᗒᗕ Nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang