Twelve

1K 112 6
                                    

🌵🌵🌵

Jeno duduk diam, sudah satu bulan lebih dia bersikap seperti ini, Lucas sebagai sahabatnya juga capek melihat sisi Jeno yang terpuruk.

Lucas menepuk pundak Jeno menyadarkannya dari lamunan,

"Kamu kenapa lagi Jen?." Jeno hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Jaemin?." Ucap Lucas yang lebih ke pernyataan dari pada pertanyaan.

Jeno mengangguk, "Aku kalah Cas, aku melihat dia, suami Jaemin dengan mata kepalaku sendiri. Jaemin lebih banyak tersenyum dengannya di banding dengan ku." Curhat Jeno yang setelah malam itu ia terus memikirkan wajah dari suami Jaemin.

Lucas menghela nafasnya, "Dasar bodoh."

Lucas mendekat, merangkul bahu lemas Jeno. "Kamu kan baru kenal dengan Jaemin beberapa bulan yang lalu, memang Jaemin sesering itu bertemu dengan mu sampai kau yakin Jaemin tidak sering tersenyum padamu?." Ucap Lucas yang tidak tahu apapun perihal Jeno, karena Lucas baru berteman dengan Jeno saat ia kelas satu JHS NEO.

"Lagian kamu juga sih, udah di bilangin jangan menghindari Jaemin apapun alasannya, jika ngga bisa jadi kekasih setidaknya jadi teman atau sahabat kan bisa. Kamu juga jadi sering ketemu dengan dia. Kalau begini? Bisa saja Jaemin berpikir kamu menghindarinya karena tahu Jaemin punya anak."

"Kamu yang seperti ini sama seperti siswa lain yang menjauhi Jaemin karena dirinya punya anak, nggak ada bedanya Jen."

Lucas menjelaskan panjang lebar, ia meneguk minumannya sebelum berkata lagi, "Kamu bilang saat di rumah sakit suaminya nggak ada kan? Kalau begitu laki-laki yang kamu temui semalam itu bisa saja bukan suaminya. Jika ingin kejelasan tanyakan dengan Jaemin atau Kak Mark sana."

Jeno menggeleng, ia tidak sanggup, ia tidak kuat, jika ternyata laki-laki itu adalah suaminya bagaimana? Jeno yang hanya teman sekelas juga sadar diri kalau dia harus menjauh. Apa lagi sekarang dia mencintai istri orang.

"Bentukan Jeno anak dari pengusaha besar kayak orang mati. Jaemin memang sangat berpengaruh ya, tapi elu... Dasar bulol." Ucapan Lucas terakhir sebelum ia pingsan karena terlalu banyak meminum alkohol.

Yap, sekarang mereka berdua sedang di bar kecil yang terletak tak jauh dari rumah Lucas, bar yang tidak begitu ramai, bar yang pas untuk galau.

"Tck, di sini aku yang galau, kenapa elu yang mabok tolol." Ucap Jeno memukul keras kepala Lucas, sang empunya kepala tidak protes karena ia tidak sadar.

Jeno mengantar Lucas ke rumahnya, akibat mengantarkan Lucas rasa mabuknya berkurang, ia bisa berjalan sedikit normal walau tak sepenuhnya. 

Jeno melihat kanan jalan, penjual bunga malam-malam? Jeno mendekat,

"Ma-mau beli bunganya kak?." Tanya sang penjual yang gugup karena bau alkohol Jeno begitu menyengat.

"Kenapa kamu jual bunga malam-malam?." Pertanyaan konyol. Ini belum terlalu malam bagi penjual bunga tutup.

"Ka-karena ini belum waktunya tutup." Jawabnya masih gugup.

Jeno berjongkok, ia memandang bunga yang berada di vas bunga keramik yang indah. "Jaemin, kamu kenapa harus punya suami dulu sih, kenapa kamu nggak nunggu aku dulu? Aku kan sudah bilang waktu kita pertama kali bertemu, aku akan menikahi mu."

Sang penjual bunga masih diam memperhatikan seseorang yang agak mabuk. Ia tahu pasti pria itu sedang patah hati, jadi ia berjalan mendekat, ikut berjongkok menatap bunga mawar biru di hadapannya.

"Kamu menikah lebih dulu? Kenapa tidak menunggu kakak ini?." Ucap sang penjual.

Ia menatap Jeno beralih ke bunga miliknya, menyentil bunga itu lumayan keras.

"HAI!!! APA YANG KAU LAKUKAN PADA JAEMIN KU!!."

Sang penjual bunga sedikit kaget, ia sedikit menjauh dari Jeno yang sudah mengusap dan memeluk bunga mawar biru di depannya. Jeno tidak terima Jaemin-nya di pukul orang lain, ia tidak bisa melihat Jaemin kesakitan lagi, ia tidak mau melihat Jaemin seperti saat di rumah sakit dulu.

"Ma-maafkan aku." Ucap sang penjual, Jeno menatap tajam pada pria yang menjauh darinya.

"Kamu! Jangan sakiti Jaemin ku lagi, mengerti?!"

"Iya, aku tidak akan menyakiti Jaemin mu lagi." Pria itu mendekat ke arah Jeno lagi, ia mengusap lembut bunga mawar biru itu, meminta maaf karena telah melukainya.

"Dia sangat cantik bukan? Dia adalah orang yang sangat cantik yang pernah aku lihat. Pria yang manis, pria yang pintar dan bertanggung jawab. Pria yang sudah aku cintai selama empat tahun lamanya." Jeno menjeda kalimatnya.

"Tapi aku kalah, dia sudah menikah, dia sudah punya anak. Aku sangat hancur, hatiku...." Jeno menepuk-nepuk dadanya. "...di sini, hatiku di sini sangat sesak, seperti tidak ada darah yang masuk, kosong."

Pria yang masih setia mendengarkan keluh kesah Jeno masih diam, ia tidak tahu, pelanggan... Ah, di sebut pelanggan juga bukan. Dia tidak tahu pria mabuk di depannya telah mengalami hal menyakitkan bagaimana, yang jelas ia dapat merasakan bahwa rasa sakit itu tidak main-main.

"Apa kamu tidak di undang ke acara pernikahannya?." Jeno menoleh, ia cemberut sembari menggeleng. Pria itu hanya bisa mengangguk.

"Aku tidak tahu wajah anaknya...."

Pria itu mengernyit, "Lalu kenapa kamu bisa tahu kalau dia sudah memiliki anak?."

"Aku mendengarnya sendiri, anaknya hilang entah kemana. Aku saat itu di rumah sakit, tapi aku tidak bertemu suaminya.... Oh, kenapa Jaemin ku ada padamu?."

Pria itu terkekeh, "Aku temannya Jaemin."

Jeno menggeleng cepat, "No, no, no... Kamu bukan teman Jaemin. Jaemin tidak memiliki teman selama ini. Dia selalu pergi ke sekolah dan ke kantor tidak sempat mendapat teman. Dan aku adalah teman dia yang paling setia." Ucap Jeno bangga.

Pria pemilik toko bunga menghela nafasnya, "Aku tidak tau Jaemin itu siapa, dia masih sekolah? Berarti dia juga anak sekolah, lalu kenapa dia mabuk? Wah... Tidak beres, cinta membuat orang jadi gila. Dari pada aku ikut gila lebih baik aku tanyakan saja maunya apa."

Pria itu mencolek lengan atas Jeno, "Kamu ke sini mau apa? Apa mau membeli bunga?."

Jeno menggeleng, "Aku mau membawa Jaemin pulang. Aku tidak ingin Jaemin bersama orang asing seperti mu."

Pria itu menggeleng, "Ya sudah, bawalah Jaemin pulang ya..." Ia mengambil bunga mawar biru itu, memberikannya pada Jeno.

Jeno tentu saja tersenyum senang, ia dapat membawa Jaemin-nya pulang. "Baik! Aku akan pulang dengan Jaemin, lihatlah suami Jaemin, aku membawa kabur istrimu. Hahaha."

Pria pemilik toko bunga menggeleng, tersenyum miris melihat kepergian Jeno yang berjalan cepat tapi tidak teratur, sesekali mencium bunga mawar biru yang ada di tangannya seolah yang di ciumannya adalah manusia.

°





Ini memang HM buat alur lambat, tapi nggak lambat juga. Semoga suka, dan semoga sore kalian menyenangkan.

No voment No problem ;)

BUNDA ᗒᗕ Nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang