Tiga

260 30 1
                                    

'cerah yang membawa luka, dan kegelapan yang membawa dekapan.'



















































Dingin yang menusuk hingga tulang seakan menjadi  teman. Derasnya hujan malam ini menjadi musik yang begitu menenangkan. Daun daun yang bergoyang tertimpa air seolah berdansa menghiasi sepi.
Pemuda itu masih setia duduk di teras rumahnya. Ujung sweaternya basah akibat tangannya yang kadang mengadah untuk menikmati air hujan.

Hari ini rasanya ingin sekali ia berteriak. Melepas semua beban yang datang bertubi tubi.

Decitan gerabang mengalihkan atensinya. Nampak mobil hitam memasuki pekarangan rumahnya. Seseorang keluar dari sana dengan baju basah menenteng tas dan cup kopi.
Itu adalah sang kakak yang baru saja pulang dari rumah sakit.

"Ngapain kamu di luar hujan hujan begini?" Sang kakak bertanya saat melintasi adiknya.

"Nggak ngapa-ngapain, ngelamun aja" jawabnya.

"Masuk Ren hujan jangan nyari penyakit"

"Goblok, ngapain penyakit dicari" jawabnya tanpa memandang sang kakak.

"Masuk Ren sekarang." Sang kakak berakata dengan nada tegas.

"Ya." Ia lantas berdiri lalu melangkah kan kakinya masuk kedalam rumah.

Di ruang tamu ia dapat melihat orang tuanya sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
Sang ayah yang sibuk dengan laptop dan tumpukan-tumpukan dokumen. Sedangkan sang ibu sibuk berbicara dengan rekan bisnisnya disambungan telephone.

Pemandangan yang memuakan yang sialnya harus ia lihat setiap hari. Kehidupan keluarga yang monoton. Semua sibuk dengan diri sendiri. Mereka hanya berfikir dengan satu pandangan. Terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai mereka melupakan seseorang yang masih membutuhkan kasih sayang dari mereka.

Memilih untuk tak ambil pusing, ia berjalan menuju kamarnya untuk mengambil kanvas cat dan lainnya. Tujuannya saat ini adalah teras belakang. Tempat yang mungkin adalah kamar kedua untuknya.

Ia duduk di bangku pojok yang dikelilingi tembok kaca . Menghela nafas panjang, otaknya berputar mencari jawaban dari segala pertanyaan yang selalu mengelilinginya. Jawaban dari semua pertanyaan yang memuakan itu akan ia tuangkan pada kanvas putih di depannya.

Kini ia mulai menuangkan warna pada palet. Tangannya dengan lihai memoleskan warna warna itu pada kanvas.

Merasa puas dengan apa yang ia torehkan pada kanvas. Renka menyudahi acara melukisanya (?).

Jam di dinding menunjukan pukul dua dini hari. Yang artinya ia sudah menghabiskan hampir 5 jam di tempat ini. Hujan di luar pun masih deras, udara di ruangan ini membuat kantuknya datang. Tanpa sadar ia tertidur dengan kuas yang masih ia genggam.

~

"Ren bangun, kamu nggak sekolah?" Suara berat itu menyapa indra pendengaran Renka. Lantas laki-laki itu membuka matanya. Mendongak mendapati sang kakak berdiri di ambang pintu.

"Apa?" Tanyanya.

"Udah jam 6 kamu nggak sekolah?"

"Libur, kan mau ujian nasional" tanpa babibu ia berdiri membereskan meja yang berantakan akibat ulahnya semalam.

Saat sang adik sibuk dengan acara beberesnya, pandangan Jerry terkunci saat melihat hasil lukisan sang adik yang disenderkan di kursi.

Gambaran itu.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang