Apakah Pantas?

246 30 0
                                    

"Aku, nggak mau dibuang. " Miya mengigau, hingga membuat Elang cukup tercekat.

Hujan sudah berhenti sejak 10 menit yang lalu.

Dengan ucapan Miya, sudah bisa dipastikan pasti karena ulah orang tuanya lagi. Elang menatap Miya dengan pandangan sayu, lalu ia usap puncak kepala gadis yang selama ini ia cinta sepenuh hati.

"Ya' bangun," ujar Elang. Tapi Miya sama sekali belum bangun.

Jam menunjukkan pukul 4 sore, Miya pingsan cukup lama. Membuat Elang harus menunggu gadis itu sampai sekarang. Sedangkan Bintang izin ke minimarket sebentar untuk membeli kopi hangat.

Hitungan detik, Miya terbangun menatap langit-langit uks dengan tatapan nanar. Gadis itu menoleh sudah ada Elang disamping nya.

Miya kaget. "Lo?"

Elang mengangguk. "Kamu pingsan tadi. "

"Hah? Gue?"

Elang mengangguk lagi. Miya diam tampak berpikir, gadis itu cukup terkejud ketika tahu bahwa dirinya berjalan ke sini tanpa pikiran normal. Tadi, yang ada di otak Miya hanya terbesit soal Elang.

"Gimana? Udah enakan?"

"Udah. "

"Ya' jangan sakit ya? Aku nggak mau kamu kenapa-napa. "

Pandangan Miya berubah sendu, ia menunduk dalam menangis dalam diam. Mengetahui hal itu, Elang langsung memeluk Miya tanpa gadis itu minta.

Elang berusaha menenangkan gadis itu.

"Hust, udah-udah."

Miya masih menangis, memeluk Elang dengan sangat erat. Sesekali laki-laki itu mengecup rambut harum Miya yang sudah mulai mengering.

Baju Miya juga sudah mulai mengering, dengan balutan jaket Elang yang hangat.

"Bisa cerita?"

Miya tiba-tiba diam, lalu menepis jarak diantara dirinya dan Elang. Elang hanya tersenyum manis, memegang pergelangan tangan Miya.

"Kalau nggak bisa, aku nggak maksa Ya'. "

Miya menunduk, memejamkan matanya sejenak. Lalu, ia mendongak menatap wajah tampan Elang.

"Ta-tadi, a-aku denger. "

Elang mengangguk, berusaha menuntun Miya agar bercerita.

"Ibu sama Bapak, mau buang aku ke panti asuhan," lanjut gadis itu.

Ucapan Miya berhasil membuat Elang terkejud bukan main, termasuk Bintang yang baru sampai dan berdiri diambang pintu. Bintang mundur, lebih baik ia biarkan sang adik berbicara dengan Elang.

"A-aku, nggak ta-tau Lang. Aku harus apa. "

"Buat mengeluh capek, udah aku ucapin berkali-kali. Bahkan ucapan Ibu sama Bapak tadi, cukup bikin aku sakit banget. Sangking sakitnya, aku nggak bisa mendeskripsikan rasa sakit itu. "

"Di pikiran mereka, hanya ada Kak Nando. Lang, apa aku nggak pantes dapetin kasih sayang mereka? Apa aku nggak pantes buat hidup?"

Elang sontak menaruh jari telunjuk nya ke bibir Miya, cukup membuat Miya mematung ditempat. "Kamu pantes, Kamu pantes buat dapet semuanya. Kamu juga pantes buat hidup, kamu spesial dimata orang yang tepat, dan Kamu adalah ciptaan Tuhan yang harus dijaga baik-baik. "

"Mungkin, orang tua kamu belum bisa memandang kamu bahwa kamu spesial. Tapi, suatu saat nanti mereka bisa kok. "

"Ya' nggak ada didunia ini hidup berjalan dengan lurus. Kita hanya menjalankan skenario Tuhan, mau itu kehidupan yang manis, yang pahit. Kita pasti bisa melewati itu. "

"Disisih kehidupan yang pahit, pasti ada juga kehidupan yang manis. Disisih orang jahat, pasti ada juga orang yang baik. "

"Kamu pasti bisa kok Ya', lawatin semua ini. Karena aku, kenal kamu dari sisih bahwa Miya itu kuat, nggak lemah. "

Miya tersenyum manis memandang Elang, cukup membuat laki-laki heran sekaligus bersyukur. Sudah setengah tahun lamanya Elang kehilangan senyum Miya.

"Ya' boleh minta sesuatu?"

Miya mengerutkan kening nya sempurna. "Apa?"

"Izinin aku buat nemenin kamu untuk kedua kalinya dan untuk terakhir kalinya. Aku janji, ini akan jadi awal yang baik buat kita, buat Aku dan buat Kamu. "

Miya terkaget, ia memandang Elang penuh keseriusan. Gadis itu sadar, tanpa Elang Miya hanyalah kertas yang sudah terbakar yang hanya menyisakan abu saja. Tak bisa bangkit dan akan lenyap dihembus angin.

Dan bersama Elang, Miya bagaikan bunga yang malu untuk mekar tanpa sinar matahari dan asupan air, dan sedikit demi sedikit bunga yang tadinya tampak malu, kini sudah mulai mekar, memperlihatkan bagaimana cantiknya bunga itu.

"Boleh, " ucap Miya masih dengan keadaan senyum yang mengembang.

Elang semringah, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Disisih lain Bintang ikut tersenyum, ia mengambil ponsel dari saku celananya.

Ting

Elang merogoh tas nya, laki-laki itu belum berganti pakaian.

"Gue pulang dulu naik bis, motor masih ada diparkiran, jaga Miya baik-baik. "

Elang hanya tersenyum samar. Sungguh peka Kakak satu ini, tahu saja kalau Elang tidak mau di ganggu.

"Mau nginep dirumah Aku?"

"Nggak, Lang. Sementara Aku ngekos dulu. "

"Kebetulan, deket rumah Aku juga buka kos-kos san putri. Mau coba kesana? Bi Maryam juga pernah promosi ke Mama 1 bulan cuma 400k aja. "

Miya tersenyum. "Boleh, " ucap nya.

"Ya, udah. Yok, keburu sore. "

"Emang udah sore. "

Elang celingukan memandang langit senja diluar sana. "Bener, gara-gara terlalu mikirin kamu, sampe lupa waktu. "

Miya hanya geleng-geleng kepala. Ia beranjak dari ranjang uks di tuntun Elang. Sebelum keluar dari lingkungan sekolah, Miya menghentikan langkah mereka.

"Lang..."

Elang menoleh, mengerutkan kening nya bingung. "Hm?"

"Jangan bilang Agatha, soal ini ya?"

"Iya. " Laki-laki itu tersenyum, "Yok. "

Miya hanya mengangguk, lalu mulai berjalan lagi kearah parkiran motor. Sepanjang koridor Elang menuntun Miya, sampai akhirnya mereka berdua tiba di depan motor milik Elang.

"Pegangan Ya' nanti jatoh," ucap Elang setelah laki-laki itu sudah menaiki motor.

Miya yang sudah ada diatas motor hanya menurut, ia memegang pundak Elang agar gadis itu tidak jatuh saat Elang mulai menjalankan motornya.

"Jangan disitu, tapi disini, " pungkas Elang seraya menuntun pergelangan tangan Miya untuk memeluk pinggang nya.

Miya hanya tergelak, lalu mengangguk sambil memperlihatkan senyum manisnya. Elang membalas, menatap Miya intens dari depan.

"Senyum kamu jangan di ilangin lagi, nanti sayang."

"Kenapa?"

"Soalnya indah banget. "

"Apaan sih, Lang. Alay banget, " balas Miya sambil tersipu malu.

"Tapi, inget. Senyum kamu jangan di umbar-umbar cukup buat aku aja, ok?"

"Iya-iya, cukup buat kamu. "

"Nah gitu, yok berangkat. "

Miya hanya mengangguk satu kali. Hitungan detik Elang sudah menjalankan motornya.

Ada yang mau ditanyakan?

See you next part sobat guya  ><

A Possessive Brother👥 (On going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang