Main hujan-hujan nan

295 46 6
                                    

"Mas Elang, dari mana? Sampe basah kuyup gitu."

Bulan menyambut kedatangan Elang, sambil membawakan dua handuk kering. Bulan sesekali melirik Miya yang masih memeluk dirinya sendiri karena dingin. Heran saja, Elang belum pernah membawa perempuan ke rumah nya. Yang sering hanyalah Bang Lahar. Karena laki-laki itu akan bertunangan bulan depan.

"Tadi, nungguin barang. Sekalian ngerayu cewek buat ikut sama Mas, soalnya hujan. Kan Mas tipe cowok yang nggak suka cewek kesusahan."

"HALAH MODUS!"

Elang tergelak, lalu mengusap puncak kepala Bulan penuh sayang.

"Ini handuk nya, Mas jangan lupa mandi dan ganti pakaian. Nanti Mama marah, Bulan buatin teh hangat dulu, " ujar Bulan.

"Iya adek."

Bulan hanya geleng-geleng kepala, lalu pergi meninggalkan mereka berdua

"Duduk dulu Ya' . Bentar, gue ambilin baju ganti dulu, sekalian ganti juga."

Miya hanya mengangguk patuh, Elang berlarian kecil menuju kamarnya. Tak selang beberapa menit, Bintang datang lalu duduk di kursi kayu yang Miya tempati.

"Eh Kak Bintang." Miya kaget, tapi masih sama dengan ekspresi wajah yang dingin.

Bintang dan Miya terdiam cukup lama. Menikmati derasnya air hujan yang terus menghujam bumi secara beruntun. Kebisingan waktu ini hanya terisi dengan suara gaduh hujan yang menimpa genteng rumah Pak Alam.

"Gue baru tahu, lo pernah pacaran sama Elang."

Miya sontak menoleh, semakin mengeraskan remasan pada handuk yang sudah menyelimuti tubuhnya.

"Yang gue tahu, Elang suka mainin perasaan cewek itu karena hobi dia. Tapi ternyata, Elang berusaha move on dari lo," lanjut laki-laki itu tanpa menoleh kearah Miya.

Miya hanya terdiam, meresap semua kata-kata Bintang kedalam otaknya.

"Ya'. "

Miya menoleh lagi.

"Elang cinta banget sama lo. Tapi, boleh gue tahu, apa penyebab lo sama dia putus?"

Miya berpikir sejenak, belum saatnya dia menceritakan semuanya. Menceritakan bagaimana, mereka berdua bisa memutuskan hubungan padahal saling cinta, dan tentang masalah yang menyebabkan mereka harus berpisah.

"Kak, ngapain disini?" Elang datang, seragam yang sudah berganti menjadi baju hitam dan celana jeans abu-abu.

Bintang hanya menggeleng, lalu beranjak dari duduknya. Meninggalkan mereka berdua yang di landa keheningan cukup lama.

"Kak Bintang, bilang apa?"

Miya hanya menggeleng satu kali, Elang tak ingin memaksa Miya menjelaskan atas pertanya'an nya. Elang diam, lalu menyodorkan hoodie putih nya kearah Miya.

"Hoodie lo?" ucap Miya.

"Iya, nggak mungkin kan, gue kasih baju Bulan pasti kecil di badan lo."

Benar juga, Miya hanya mengangguk lagi.

"Ganti dikamar Bulan, izin sama dia nggak apa-apa."

"Oke, gue ganti baju dulu."

Elang hanya mengangguk lalu duduk dibangku bambu yang ada di depan rumah Pak Alam. Hujan yang tadinya tampak deras, kini menjadi hujan sedang. Laki-laki itu menikmati setiap tetesan hujan yang jatuh kebumi, dan mengalir ke selokan. Elang berpikir, kemana air hujan itu akan berhenti? Apa mungkin disebuah rawa, muara, danau, pantai, sungai atau tak ada tujuan buat air itu berhenti.

Yang bisa menjawab pertanyaan nya kali ini, hanyalah Tuhan.

👥

"BANG CARI'IN SAMSUL SEKARANG!"

Alga mengerang, sambil membolak-balikan kandang kucing yang kosong didepan nya. Sedangkan Algo di buat keheranan diruang makan.

"ABANG!"

Algo menoleh, sesekali menyuap keripik kentang kedalam mulut nya. "Apaan sih Ga! Berisik!"

"Tanggung jawab! Samsul ilang, karena lo!"

"Ya salah Samsul sendiri, ngapain matanya jelalatan. Sekali lihat kocheng betina, langsung lari kocar kacir."

"Lo yang bawa tu kocheng kesini! Jadi lo yang harus tanggung jawab!"

Memang tadi yang membawa kucing betina itu Algo, tapi bukan salah Algo, jika Samsul kucing Alga tertarik dengan kucing betina yang montok itu.

Sri nama kucing betina itu, kucing tetangga yang janda anak lima itu, sering mondar mandir di depan rumah kediaman Brave. Algo yang baiknya luar biasa mengajak Sri untuk masuk kedalam rumah, kadang juga memberikan kucing betina itu sepotong ikan tongkol.

"KOCHENG KURANG AJAR!"

Alga menendang kandang Samsul. Yang berhasil terbalik, laki-laki itu terlihat ngos-ngos'san menahan amarah.

"Marah?"

"Jelas! Gue nggak izinin tu kocheng pacaran sama Sri."

"Siapa lo?" tegas Algo menatap sang adik sinis.

"BAPAK NYA!"

"Abang! Atha berhasil bawa Samsul pulang." Tiba-tiba Agatha muncul dengan Samsul yang sudah ada dikeranjang sepeda gadis itu.

Keadaan Samsul cemong, penuh dengan lumpur yang ada disekujur tubuhnya. Alga tertahan, menatap Agatha dan Samsul secara bergantian.

"Atha nemu dimana?" Algo melangkah mendekati Agatha, setelah gadis itu turun dari sepeda nya.

"Nemu dibelakang rumah Pak Tejo, lagi main tindih-tindihan."

"ASTAGFIRULLAH ADEK!"

Algo menyambar lengan Agatha, memandang sang adik dengan intens. Agatha hanya cengo ditempat gadis itu terlewat polos. Alga juga langsung menyambar Samsul yang ada di keranjang sepeda adik nya. Lalu mulai memasukan kucing itu kedalam kandang.

"Adek tahu, maksud main tindih-tindihan?"

Agatha menggeleng, dan Algo mengelus dada bersyukur.

"Samsul kan cuma main tindih-tindihan. Emang, apa yang salah Bang Go?"

"DOSA!"

Agatha berhasil mengerutkan kening nya bingung.

"Kan cuma main tindih-tindihan. Dosa apanya?"

"HUSTTTT UDAHH DOSAAAA!!" Algo membekap mulut adiknya hanya dengan satu tangan kekarnya.

"Abang jelasin," ucap Alga mulai maju. Tapi di tahan oleh tangan Algo. Algo menggeleng cepat, untung Alga peka, dia langsung mundur dan memilih memandikan Samsul. Dari pada nanti kena semprot Algo.

"Atha ikut mandi'in Samsul, Bang. Di halaman rumah."

Alga terdiam, lalu mengecek keadaan luar yang cerah. Alga mengangguk yang langsung disambut ringisan ceria sang adik.

Haloo maaf ya pendek, soalnya lagi males banget nulis.

Oke happy reading kalian.

A Possessive Brother👥 (On going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang