Dibawah terik matahari pagi, Erin mulai menyaiku:
"Kenapa kau meminta maaf padaku?"
"Eeeeh..., karena aku merasa bersalah karena menyebutmu seorang cabul dan hal itu terus menggangguku."
"So, that's it?" Erin mempertegas pertanyaannya, menginterogasiku.
"Ya, untuk apa aku meminta maaf selain itu?" aku menjawab bingung.
"Ok permintaan maaf diterima."
Erin lalu berdiri dengan lengan masih terlipat dan berjalan melewatiku. Tentu dari nada tegasnya ia masih benci padaku
"Tu-Tunggu! Kenapa dulu kau terus mengikutiku?" tanyaku yang masih duduk di motor menahannya sebelum ia pergi jauh.
"Kenapa tidak? Karena aku tidak punya teman dan kau satu-satunya orang yang kupercaya."
"Kenapa menurutmu aku orang yang dapat dipercaya?"
"Hmm... Kenapa ya? Karena kau tidak jatuh cinta padaku dan kau tidak benci aku. aku melihatnya sejak pertama kali bertemu denganmu. Kau menatapku tapi kau tak tertarik padaku. Itu tentu bukan tatapan orang jatuh cinta dan kau tidak membenciku. Kebanyakan orang yang kenal denganku jatuh cinta padaku dan membenciku karena aku seorang mantan model. Aku kesepian, dan aku tak tahu bagaimana harus berteman, jadi ya... aku mengikutimu saja dan berharap kau akan berbicara denganku."
"Jadi, basically, kau tidak punya teman?"
"Yah, bisa dibilang begitu," jawabnya dengan tersenyum. Aku yakin ia hanya berpura-pura tersenyum.
Sebelum ia pergi, aku mengulurkan tanganku. "Kenalan lagi? Aku Gavin."
"Aku Erin," jawabnya penuh dengan senyum. Tapi aku belum tentu akan jadi temannya. Lagi pula dari cara ia mencari teman sungguh diluar nalar. Tak masuk akal.
Lalu aku mengekornya memasuki kelas karena sudah jam 9. Hari ini sungguh lega sekali, masalahku dengannya sudah selesai dan aku bisa tidur nyenyak sekarang.
Fuck! "Ritualnya" dimulai, ia mengikutiku lagi. Dengan jarak sangat dekat. Bahkan ia sekarang berjalan dengan santainya di samping kiriku. Setelah apa yang terjadi tadi kukira ia bakal tak melakukannya lagi. Tapi ia sekarang tepat di sampingku. Sangat dekat. Bahkan terkadang bahu kita bersentuhan. Dengan jarak sedekat ini, aku bisa mencium aroma parfumnya. Kali ini aroma madu yang ia pakai. Ketika meliriknya, ia terlihat memakan coklat yang aku beri yang sudah mulai mencair karena hawa panas kota ini.
"Kenapa kau menggunakan alat pendengar," tanyaku memecah hening.
"Sejak lahir, pendengaran kiriku kurang jadi aku harus menggunakan ini untuk mendengar lebih jelas. Entah kenapa hanya yang sebelah kiri. Mau?" tanyanya kemudian menawariku coklat yang sudah ia patahkan.
"Trims," ujarku mengambilnya.
"Kenapa kamu selalu membawa tas koper itu?" tanyanya gantian.
"Karena ibuku takut jika aku mengalami sesak napas dan di dalam sini terdapat tabung oksigen kecil yang bisa memulihkan sianosis ku.
"Kenapa? Dan apa itu sianosis?
"Yah, aku mempunyai lemah jantung dan kadar O2 ku seringkali menurun, jadi alat ini membantuku ketika sianosis atau kondisi pucat karena kekurangan oksigen."
Hari ini meskipun udara panas, tapi angin dingin sangat kencang, tentu saja karena ini sudah masuk bulan November pertengahan dan curah hujan semakin tinggi. Kebanyakan langit menampakkan awan hitamnya yang membuat seluruh kota tertutup cahaya matahari seharian. Dan malamnya hujan seringkali turun dengan sangat deras.
YOU ARE READING
Miracle do Exist
Teen FictionGavin adalah seorang pemuda yang sudah menyerah dalam hidupnya, sampai ia bertemu seorang gadis bernama Erin yang membuka matanya bahwa keajaiban itu ada.