Sudah dua minggu semejak Erin pergi, Ia mengunggah foto-fotonya di Amerika di media sosial. Ke patung Liberty, ke kandang Boston Red Sox—Fenway Park—di Boston, dan ke Times Square dan berfoto bersama gambarnya yang disetel disana. Rupanya ia masih laku menjadi di Amerika mengingat pengikutnya di media sosial banyak, hampir jutaan. Tentu saja ia tak seterkenal Kendall Jenner atau Kim Kardashian, tapi ia masih disukai dan beberapa perusahaan besar rela membayar ribuan dollar hanya agar Erin memakai produk mereka.
Hubunganku dengan Ahmad sekarang bahkan sudah semakin dekat dan kami mulai sering berkomunikasi, bahkan ibuku senang ketika ia mulai berkunjung ke rumahku lagi. Memang sahabatku ketika SD ini dulu sering ke rumahku, bahkans setiap satu minggu sekali untuk mengobrol hal-hal remeh. Sekarang kami sering bermainn gim online bersama, mengobrol lewat discord, atau menonton twitch bareng. Tapi ia belum kuberitahu tentang Erin. Waktunya belum pas, ia belum pulang. Aku pun belum dikabari ia akan pulang kapan.
Ahmad yang sangat taat beragama memberi pengaruh positif terhadapku, aku jadi lebih sembahyang dan mengaji. Ahmad bahkan mengajariku menghafalkan Al-quran dengan auditori. Ia mengirimkanku mp3 berisi seluruh Al-Quran dari hpnya. Metodenya menyebabkan aku dapat cepat menghafal.
Hari ini tanggal 24 Januari 2015, tepatnya pada hari Sabtu aku pergi ke rumah pacar ibuku karena ia berjanji akan mengajarkan aku gitar. Aku memanggilnya mas Aldian karena ia jauh lebih muda dari ibuku. Beberapa kali aku sudah membujuknya untuk secepatnya menikah dengan ibuku. Namun alasannya macam-macam hingga membuatku letih untuk mendebatnya lagi.
Aldian adalah seorang pemuda agak gemuk yang masih tinggal di rumah orangtuanya di dekat ring road utara. Ia adalah seorang kutu buku tentang komputer dan mempunyai IP 3.8 saat lulus dari ITB. Ia pintar menggunakan berbagai program komputer, mau itu mengedit video, mengedit foto, membuat animasi, membuat gim, pokoknya dia super nerd segala hal tentang komputer.
Aku tak mengerti kenapa ibuku menyukainya dan menjadikannya pacar. Toh, aku belum pernah jatuh cinta pada seorang gadis. Yang penting Aldian tidak menyakiti ibu itu sudah cukup bagiku. Aldian kerap mengajariku berabagai macam program komputer setiap ke rumahnaya. Ia juga jago gitar tapi tak bisa menyanyi. Hobinya adalah bermain PS4 yang ia punya. Call of Duty, FIFA, Grand Theft Auto V, pokoknya ia hampir memainkan banyak gim di Playstation-nya hingga membuat orang tuanya muak. Tentu saja ia bekerja sebagai freelancer di perusahaan jual beli online. Tapi orangtuanya mengiginkan ia mendapat pekerjaan yang benar-benar pekerjaan. Maksudku, mereka menginginkan anaknya keluar rumah, bekerja, berteman, dan bersosialisasi. Bukan hanya di rumah menatap layar monitor penuh dengan barisan kode sambil memakan mie instan dan minuman energi.
Aldian memang jarang keluar rumah, tapi ia mempunyai teman. Mereka adalah pengangguran yang kerap nongkrong di warung kopi atau di rumah Aldian untuk memainkan Playstation-nya. Aku tentu tak bergaul mereka karena mereka hanya merokok, menggosip, dan bermain gim. Aldian pun juga lebih sukses dari mereka.
Aku biasanya datang ke rumahnya hanya untuk beramain PS4-nya, sementara ia bekerja di sebelahku. Berakli-kali ia menawariku belajar coding tapi aku tidak mau. Aku hanya mau diajari mengedit foto ataupun video, karena itu hal yang mudah bagiku. Coding dan pemograman membuatku pusing karena harus banyak yang dihafalkan. Jika ia sedang menganggur, ia akan mengajakku bermain FIFA atau mengobrol di kamarnya. Aku biasanya bertanya tentang kuliah ataupun masa lalunya dan ia akan menjelaskannya dengan sangat detil. Aldian mempunyai kebiasaan seperti itu, hal-hal yang ia jelaskan akan mendetail, bukan singkat, padat, dan jelas.
"Aku bertemu ibumu saat berkunjung ke SD tempat ibumu mengajar, karena disuruh temanku yang guru IT untuk memperkanalkan pemograman dasar disana, sebagai imbalan ia berjanji akan menemaniku menggarap proyekku. Mereka aku kenalkan program coding untuk anak-anak, seperti gim, kau tahu." Aldian suatu hari bercerita ketika aku bermain Playstation-nya saat mencoba menamatkan GTA V.
YOU ARE READING
Miracle do Exist
Teen FictionGavin adalah seorang pemuda yang sudah menyerah dalam hidupnya, sampai ia bertemu seorang gadis bernama Erin yang membuka matanya bahwa keajaiban itu ada.