Hari ini aku mengajak Ahmad ke rumah Erin. Ia mengundangku untuk buka bersama. Ahmad sudah pasti akan menerima ajakan itu, karena ia menyukai makanan gratis lebih dari apapun. Kami sampai di rumah Erin pada sore hari dan aku langsung memperkenalkan mereka berdua. Kami makan dengan sup buah, nasi ayam, kurma, serta gorengan.
Entah bagaimana Ahmad dan Erin langsung akrab dengan cepat. Mereka mudah nyambung dan berteman dengan sangat cepat. Bahkan mereka bertukar nomor. Ini membuatku bertanya-tanya, apakah Ahmad langsung menyukai Erin ketika bertemu pertama kali dengannya?
Lupakanlah Vin, lagipula kau sudah menolaknya, ujarku pada diriku sendiri. Kami kemudian tarawih di masjid dekat rumah Erin lalu kembali lagi karena Erin mengajak kita menonton film.
Dalam perjalanan Ahmad mengajakku bicara:
"Erin sangat cantik, kau tahu?"
"Ya, aku tahu."
"Dia punya pacar?"
"Tidak, putus bulan lalu. Kau berpikiran untuk menembaknya?"
"Tidak, kupikir tidak. Ada perempuan yang menurutku lebih cantik darinya."
"Dan...bagaimana dengan perempuan itu?"
"Oh...dia cantik, tomboy, tapi sangat cuek. Sulit didekati."
"Kau pasti akan mendapatkannya kau kan populer di sekolah dulu."
Ketika kami sampai di rumah Erin, ia sudah menyiapkan snack dan minuman bersoda lalu kami menonton film hingga malam. Kulihat Erin dan Ahmad menjadi lebih akrab dan aku senang akan hal itu.
Besoknya aku ke rumah Aldian karena ia satu-satunya orang yang kupercaya dan bisa menjaga rahasiaku. Ia sedang bermain PS4-nya ketika aku sampai dan mengobrol dengannya setelah aku bersalaman dengan kedua orangtuanya.
"Eee... Aldian, ada seorang gadis yang aku sukai tapi aku tak tahu harus gimana, dia juga menyukaiku."
"Tembaklah, nyatakan cinta padanya."
"Tidak, aku takut, aku takut menyakiti hatinya. Kau tahu kan umurku pendek?"
"Hei Vin, tak bermaksud mengguruimu tapi jadilah laki-laki. Kau pernah menonton film Good Will Hunting kan? Karakternya Robin Williams disana bilang: 'Aku akan selalu menyesal jika tidak bertemu dengan istriku, Aku tak menyesal setelah 18 tahun menikah dengan istriku. Aku tak menyesal harus ketika enam tahun berhenti memberikan konsultasi ketika dia sakit. Dan aku tidak menyesal ketika tahun-tahun terakhir bersamanya ketika dia sakit.' Jadi, berhenti mengeluh dan jadilah laki-laki. Dia tak akan menyesal Vin, kau malah nanti yang menyesal tidak bersamanya di tahun-tahun terakhir kau hidup. Dia malah akan menjadi gadi paling bahagia di dunia. Bukannya menangisimu di sisa hidupnya. Jika kau meninggalkannya, dia akan bertemu orang baru dan ia akan menjadi gadis yang bahagia lagi. Kepergianmu mungkin akan membuatnya sakit, tapi nanti baginya itu mungkin hanya seperti tusukan pedang yang bisa dicabut lagi. Look, I don't know man, mungkin itu kiasan yang buruk. Tapi jangan sampai kau menyesal telah memendam rasa cintamu suatu hari nanti."
Tidak, aku tak menyesal Aldian. Aku yakin aku tak akan menyesal. Aku tak bisa menerimanya. Aku tak bisa membuka hatiku untuknya. Aku tak mau membuatnya sakit hati karena kepergianku. Apalagi aku tak bisa membahagiakannya.
Tapi bagaimana jika aku membuka diri ke Erin? Apakah ia masih mau menerimaku? Apakah ia tak akan menyesal jika kutinggalkan? Apakah ia akan ikhlas dengan nasibku ini? Entahlah, aku tak mau tahu hal itu. Aku hanya ingin melupakannya. Aku hanya ingin ia meulpakanku sepeninggalanku nanti. Melupakan persahabatan kita dan move on ke kehidupan yang lebih baik, lebih positif, serta lebih membahagiakan.
Aku ingin ia melupakanku, tak mengingatku lagi, tak menyukai aku lagi. Aku ingin semua orang begitu, bukan hanya Erin. Tapi semua orang. Semua orang yang dekat denganku lebihh baik melupakanku nanti sepeinggalanku. Termasuk orang tuaku. Karena aku hanya bisa membebani mereka. Tidak bisa membahagiakan mereka. Hanya menghabiskan uang mereka untuk pengobatanku.
Demi Allah, aku lelah hidup. Aku lelah mengecewakan orang lain. Aku lelah dengan penyakit mentalku ini. Membuatku lemah, tidak bisa apa-apa, dan tak berdaya. Jika memang Allah menginginkan aku mati, kenapa ia tak melakukannya sejak aku kecil? Kenapa harus menungguku dewasa?
Mungkin Tuhan ingin aku menikmati hidup ini dulu. Mungkin Ia sedang mempunyai rencana yang tak aku ketahui. Mudah-mudahan rencana itu baik bagiku, sehingga aku bisa meninggalkan dunia ini dengan senyuman.
YOU ARE READING
Miracle do Exist
Teen FictionGavin adalah seorang pemuda yang sudah menyerah dalam hidupnya, sampai ia bertemu seorang gadis bernama Erin yang membuka matanya bahwa keajaiban itu ada.