9

1 0 0
                                    

Hari ini malam tahun baru 2015. Tahun 2014 sungguh gila. Jerman memenangkan piala dunia, Lewis Hamilton memenangkan kejuaraan Formula One-nya yang kedua kalinya dan pertama kali bersama Mercedes, karena sebelumnya ia memenangkannya bersama Mclaren di tahun 2008. Real Madrid yang dilatih Zidane memenangkan kejuaraan Eropa dan banyak lagi. Yang paling utama tahun ini aku mendapat sahabat baru.

Erin mengundangku ke rumahnya malam itu. Ia dan ayahnya akan membakar jagung dan ayam untuk pesta malam tahun baru. Aku ikut saja karena tidak ada kerjaan di rumah.

"Thank you, telah menjadi teman Erin. Ia tak mempunyai teman banyak sejak kecil karena kita harus merawat ibunya. Erin juga sering diejek teman-temannya karena ia tak pandai dalam hal apapun, termasuk bersosialisi. Ia suka modeling semenjak ibunya menyuruhnya casting. Tapi Erin ingin main film dan menjadi aktris," ujar Om Adam saat Erin ke kamarnya.

"Well, tapi dia posesif banget Om."

Om Adam hanya tertawa mendengar hal itu. Memang anaknya posesif sekali dan tidak bisa dibuat sakit hati. Sekali dibuat sakit ia akan membenci dan dendam kepada orang tersebut. Aku termasuk orang beruntung karena Erin masih memaafkanku dan membuka hatinya padaku.

"Semenjak, ia kehilangan ibunya dan jauh dari pacarnya, ia kesepian, kau tahu?" ujar Om Adam sambil memakan jagung bakarnya.

Aku hanya mengangguk.

"Hei!" seru suara dari belakang yang ternyata itu Erin. "Kau mau nonton film?" tanyanya lagi, menolehkan kepalanya mengajak aku masuk ke dalam.

Aku mengangguk dan membuntutinya dari belakang. Bermacam-macam film Blu-ray terdapat di rak, termasuk moneyball yang sudah aku tonton. Erin membiarkan aku memilih dan ia berkata jika ia belum nonton beberapa film di rak itu. Aku memilih Film The Fault in Our Stars karena film itu diperankan oleh Shailene Woodley dan merupakan film dari adaptasi novel John Green. Aku pernah membaca salah satu karya John Green , yang judulnya Paper Towns versi bahasa inggris karena disuruh ayahku untuk melatih bahasa inggrisku. Jujur saja, buku itu sangat membosankan. Aku mending membaca buku-buku Stephen King. Erin setuju untuk menonton film itu karena ia belum menontonnya walaupun sudah membaca novelnya.

Shailene Woodley yang memerankan Hazel Grace yang mempunyai kanker tiroid stadium IV dengan metastastis terbentuk di paru-parunya. Ia mungkin berumur 17 tahun di film itu, entahlah aku lupa. Augustus Walters entah diperankan oleh siapa adalah pacar Grace Hazel yang berumur lebih tua darinya. Ia menderita kanker Osteosarcoma yang membuat kakinya harus diamputasi. Ceritanya mereka berapacaran di film itu.

Man, it's sucks. Endingnya tak seusai yang aku harapkan. Kenapa si penulis malah membunuh si karakter laki-lakinya?

"Kenapa malah bukan perempuannya yang mati? Hah? Ia sudah sekarat dan tinggal menunggu tanggal matinya," keluhku ke Erin yang matanya berkaca-kaca. Ia sungguh menghayati film itu.

"Kenapa tidak? Endingnya sedih tau. Jika kau yang nulis, kau akan mengakhirinya seperti apa?" tanyanya sambil mengelap mata dengan jempolnya.

"Aku akan membunuh si gadis itu dan mengakhiri penderitaanya, bukan malah membuatnya semakin menderita."

"Oh, jadi kau akan membuat si laki-laki menderita gitu?"

"Nggak juga sih, tapi mungkin itu sudah takdir tuhan untuk membuat si wanita itu menderita." Aku memutuskan menjawab demikian untuk menghentikan perdebatan.

"Lalu penyakitmu itu apa? Penderitaan atau Cobaan?" Matanya terlihat serius ketika ia mengatakan hal itu.

Aku diam dan menghela nafas lalu menjawab: "Ini sebuah penderitaan, bukannya cobaan."

"Aku pikir itu sebuah cobaan Vin, bukan penderitaan."

"Ini sebuah penderitaan. Tuhan terlalu egois ketika menciptakan manusia dan takdirnya. Ia membuatku dengan keegoisan-NYA bukan kasih sayang-NYA."

Lalu aku pergi keluar untuk melihat pertunjukkan kembang api. Meninggalkan Erin yang terlihat kecewa atas jawabanku. Meninggalkannya untuk mengakhiri perdebatan tak berguna ini.

Miracle do ExistWhere stories live. Discover now