Beberapa hari sebelum tahun batu entah mengapa aku tak mempunyai semangat untuk keluar rumah. Tubuhku hanya terlentang di kasur tak bergerak, kecuali makan, minum, ke toilet, dan bermain hp. Mungkin ini yang dinamakan Mental Breakdown atau kelelahan secara mental. Tak bisa bergerak dan tak mempunyai semangat untuk itu. Entahlah aku mungkin hanya depresi.
Aku memang sering pendiam sejak kecil dan selalu menganggap hidup itu tak berguna, hingga aku dari kecil sudah mencoba berbagai macam untuk menyiksa dan membunuh diriku. Inilah salah satu alasan aku sangat pendiam dan dingin hingga tak ingin mempunyai teman. Karena aku hanya memiirkan diriku sendiri dan berpikir aku bisa tanpa bantuan orang lain. Salah satu hal yang membuatku sangat stress adalah aku mudah cemas pada hal-hal yang tidak mungkin atau tidak akan terjadi. Kadang aku memikirkan jika besok ibuku akan meninggal dan aku sendirian atau aku berpikir besok aku akan kambuh hingga lumpuh karena oksigen yang kurang ke otak. Jika aku begini, aku sudah tak berdaya dan melamun sambil terbaring sepanjang hari. Terkadang aku bisa membenci orang dengan cepat dan bisa menyukainya di jam atau hari selanjutnya, begiru juga sebaliknya.
Kemudian aku menghubungi Erin yang merupakan expert dalam hal gangguan mental dan ia meghubungi dokternya di Amerika yang dibayarnya dengan uang sendiri meskipun aku sudah menolaknya. Ia memang orang murah hati. Erin kemudian mengirimkan aku formulir dalam bahasa inggris untuk mengecek kesehatan mentalku. Aku mengisinya sesuai suasana hatiku saat ini. Lalu mengirimnya ke Erin balik.
Tiba-tiba hpku berbunyi dan aku melihat pesan dengan nomor kode +1, yaitu Amerika Serikat. Untungnya aku bisa bahasa inggris. Ia memperkenalkan dirinya sebagai seorang psikiater bernama Dokter Candice dan menjelaskan bahwa aku mempunyai borderline personality disorder.
Aku membaca pesan itu dalam-dalam: "You've had a bpd or borderline personality disorder."
Aku kemudian dijelaskan gejala dan cara penanganannya serta obat-obatannya dan Dokter Candice menyarankan aku mengikuti terapi. Salah satu gejalanya adalah keinginan bunuh diri yang berlebihan, mood swing yang ekstrim, dan sering menyakiti diri sendiri. Terkadang orang bpd adalah orang yang sangat pendiam dan sangat dingin terhadap lingkungannya. Gejala lain adalah gangguan pola pikir: menganggap dirinya buruk atau merasa bersalah terus menerus yang ujung-ujungnya memperkuat keinginan untuk bunuh diri atau sering menyiksa diri. Untunglah aku tidak parah sehingga tak mengalami halusinasi. Tapi sayangnya prespektif ku ke orang lain sering berubah, misalnya ke Tuhan atau orangtua, aku kadang membenci mereka dan terkadang mencintai mereka.
Semua hal itu membuat kepala ku pusing. Aku sedih sekaligus lega setelah mendengar semua itu. Tidak ada niatan sekecilpun di pikiranku untuk mengikuti terapi. Dan aku memutuskan untuk menyembunyikan hal bpd ini ke orangtuaku. Aku tak mau orangtuaku tambah panik karena hal ini dan tak mau menyusahkan mereka. Biaya untuk perawatan tubuhku pun sudah mahal.
Aku kemudian berterimakasih pada Erin lalu menyetel The Smiths sendirian di kamar. Aku menyukai lagunya berjudul There's a light that never goes out yang liriknya:
Take me out tonight
(Bawa aku keluar malam ini)
Where there's music and there's people
(Dimana ada music dan orang-orang)
And they're young and alive
(Dan mereka muda dan hidup)
Driving in your car
(Berkendara di mobilmu)
I never, never want to go home
(Aku tidak akan, tidak akan pernah pulang)
Because I haven't got one Anymore
(Karena aku tak punya rumah lagi)
Menurutku lirik ini sangat hebat. Morrisey—vokalis The Smiths—menceritakan tentang orang yang depresi dan ingin keluar sehingga merasa bebas. Ia ingin punya teman dan orang-orang yang membuatnya merasa hidup dan tak lagi sendirian, orang-orang yang menganggapnya ada dan mengakuinya. Tapi bagian Reff-nya yang membuatku kaget.
And if a double-decker bus
(Dan jika bus tingkat menabrak kita)
Crashes into us
(Menabrak kita)
To die by your side
(Untuk mati bersamamu)
Is such a heavenly way to die
(Adalah cara indah untuk mati)
And if a ten ton truck
(Dan jika truk sepuluh ton)
Kills the both of us
(Membunuh kita berdua)
To die by your side
(Untuk mati bersamamu)
Well, the pleasure, the privilege is mine
(Kenikmatan, kehormatan untukku)
Saat aku pertama kali mendengarkan lirik itu, aku benar-benar shock karena meskipun tokoh di lagu itu sudah bersenang-senang, tapi keinginannya untuk mati masih besar dan ia akan senang jika mati bersama kekasihnya atau temannya.
Entah mengapa aku mengirim beberapa lagu The Smiths ke Erin, berharap ia mendengarakannya juga. Apakah Erin seorang teman yang aku ingin mati bersamanya? Entahlah. Toh, kita tidak pacaran dan bukan sepasang kekasih.
Aku hanya berharap ia mendengarkannya. Aku tak berharap ia menyukainya, mendengarakan playlist-ku saja membuatku senang. Aku harap persahabatan kita tak pernah putus.
YOU ARE READING
Miracle do Exist
Teen FictionGavin adalah seorang pemuda yang sudah menyerah dalam hidupnya, sampai ia bertemu seorang gadis bernama Erin yang membuka matanya bahwa keajaiban itu ada.