09. Nowhere

500 82 10
                                    

"Kak Jian?" Untuk sepersekian sekon, Kanna menarik napas. Gadis itu mengetuk pintu kamar dua kali lagi sebelum melanjutkan tertahan—agak gugup, "Sudah siap, belum? Aku masuk, ya?"

Jian yang tadinya tengah menyisir surai setengah melamun mendadak jadi sedikit terkesiap. Ekspresi kosongnya seperti baru saja diretakkan menjadi kepingan. Sial, dia lupa. Memalingkan pandangan, berdeham sekali, si gadis lantas buru-buru menyahut, "Kanna? Iya, masuk saja."

Sesaat di sana, Kanna menaikkan satu alis heran. Bibirnya tetap terkatup rapat dan tak mengatakan apa-apa. Tumbuh dewasa menjadi satu-satunya gadis bungsu dengan dua kakak lelaki itu membuatnya jadi sedikit banyak memahami perasaan orang lain. Apalagi mengingat Yoongi dan Taehyung yang sejak dulu gemar sekali menutup-nutupi perasaan mereka sendiri. Namun mengerti benar bahwa ini bukan posisinya untuk melibatkan diri begitu saja, Kanna hanya menghela napas, menggelengkan kepala, lalu memutar kenop pintu kamar di hadapannya.

Ruangan yang ditempati sang calon pengantin tersebut terlihat sama seperti kamar-kamar lain di bangunan utama, hanya saja Kanna agak terkejut menemukan sebuah cermin raksasa yang berada di sudut kamar—lengkap dengan kursi yang kemarin Taehyung sempat bawa kesana-kemari. Ah, begitu rupanya. Menahan diri untuk tak mencebik menahan tawa, ia memahami kondisi. Jadi kemarin ribut-ribut mencari kursi itu ternyata dititahkan oleh Pangeran Jungkook, ya?

"Sebentar, ya, Kanna." Jian menahan napas, terdengar menyesal. Si gadis buru-buru melangkah menuju lemari, mengeluarkan sebuah mantel. "Aku sudah memasang alarm saat Jungkook berkata kau yang akan mengantarku berbelanja. Tetapi malah tertidur lagi dan bangun terlambat."

"Tidak apa-apa, Kak. Lagipula aku memang sengaja datang lima menit lebih awal sebab Taehyung berteriak seperti babon kesurupan di rumah." Gadis itu menjeda, melangkah dan mendudukkan diri dengan hati-hati di sisi ranjang. "Memangnya Kak Jian semalam tidak tertidur?"

"Tertidur, kok. Hanya saja sempat terbangun beberapa kali."

"Pasti semalam menyelinap keluar dengan Jungkook."

Jian nyaris menggigit lidahnya sendiri. "Tidak, itu hanya—"

Kanna terkekeh lucu. "Kalau tidak, bagaimana mungkin jaketnya Jungkook bisa ada di dalam kamar Kakak?"

Sial.

Kanna melanjutkan tanpa keraguan, "Semua orang di rumah ini sepertinya sudah tahu kalau pakaian ala-ala perampok begitu pasti milik calon suami Kakak. Serba hitam, longgar, mencurigakan pula."

Jian yang tadinya hendak mengelak mendadak tersenyum geli. Deskripsi tersebut memang tidak salah, sih. Jadi di sana, memalingkan pandangan pada presensi sebuah jaket besar yang disampirkan di atas nakas, si gadis hanya menghela napas panjang sebagai jawaban. Dia lupa untuk menyimpan benda tersebut di dalam lemari, padahal rencananya tidak ingin ada siapapun yang tahu mengenai apa yang terjadi semalam. Terlebih lagi tadi malam, Jungkook—

Jian memandang Kanna harap-harap cemas. "Tolong jangan katakan pada siapa-siapa, ya?"

"Aku tidak berminat menciptakan drama atau apalah itu namanya, jadi Kak Jian tenang saja." Gadis tersebut menaikkan satu alis setengah menggoda. "Toh biasanya aku juga kerap menyelinap malam-malam keluar. Pantainya cantik, tidak?"

Jian mendadak terdiam, memandangi satu sosok gadis bersurai sebahu di hadapannya lekat. Sejak pertama kali bertemu dengannya, Jian diam-diam sudah menduga bahwa gadis ini akan menjadi orang pertama yang menyesuaikan diri dengannya dengan mudah—well, itu memang benar. Itulah mengapa tadi pagi saat Jungkook berkata ia tidak bisa menemani Jian pergi ke kota untuk mencari pakaian tebal, Jian meminta Kanna untuk menemaninya.

SomersaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang