06. Cerulean Colored

557 92 6
                                    

Criss Jami, seorang penulis buku puisi berjudul Venus in Arms, pernah mencetuskan apabila mengatakan 'seseorang menunggu seumur hidup untuk menemukan belahan jiwanya' adalah satu hal paradoks. Orang-orang akhirnya bosan menunggu, mengambil kesempatan yang tersedia pada orang lain, dan mengandalkan seni komitmen untuk menjadikannya belahan jiwa. Hal tersebut bahkan membutuhkan waktu sebanyak seumur hidup untuk menjadi sempurna. Lalu Jian menyimpulkan secara sederhana, belahan jiwa memang tidak ada untuk hanya sekadar ditemukan. Mereka ada dengan diciptakan dan dibangun bersama-sama.

Sejenak di sana melirik ke luar jendela mobil yang terus bergerak, Jian menahan napas. Mendung dan hujan perlahan menghilang selama perjalanan semakin gencar ditempuh. Langit kelabunya sedikit mereda, bercahaya tipis seolah tengah ikut bersorak, menyambut, dan mengantarkan. Di sini masih biru, masih dingin, masih di tempat yang sama sementara Jian berusaha tetap terjaga, berbicara iseng sesekali. Deret pepohonan yang diselimuti putih hilir-mudik berganti membuat gadis tersebut menelurkan satu kuap kecil karena mengantuk meski tetap bersikukuh tak ingin jatuh terlelap.

Tidak membutuhkan lebih dari tiga lagu untuk terlewati, Jian menyadari bahwa Jungkook sudah mempersiapkan playlist khusus untuknya sebelum ia datang. Namun ia jelas membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk tersadar bahwa mulutnya sudah bergumam, menyanyi tipis-tipis tanpa sadar dan baru menutup suara saat menemukan wajah pria di sisinya terlihat tersenyum-senyum dalam diam. Jungkook bahkan sukses bertanya terang-terangan, "Lho? Kenapa berhenti menyanyi? Padahal sejak tadi kudengarkan."

"Masa? Telingamu tidak berdarah, Jeon?"

"Mana mungkin. Coba lihat, deh. Malah sepertinya sudah tumbuh bunga saking indahnya."

Jian memandangnya lucu, seolah berkata, "Apa, sih, yang kamu bicarakan?"

Tetapi Jungkook agaknya memang memiliki banyak kebiasaan kecil yang Jian sadari dalam beberapa hari selama mereka saling mengenali satu sama lain. Salah satunya mengerutkan hidung saat tertawa, terkekeh, atau bahkan sekadar menahan dengusan. Jian memiringkan kepala sesaat, balas berkelakar, "Kalau begitu malah tidak mau. Masa aku menyanyi cuma-cuma tanpa dibayar?"

"Ya sudah, nanti kubelikan rumah hamster tingkat lima. Bagaimana?"

"Terlalu sederhana, dong. Tingkat sepuluh saja."

"Duh, Calon Nyonya Jeon ini benar-benar sulit dimenangkan, ya?"

Jian sontak mendengus menahan tawa sementara Jungkook tersenyum puas menemukan wajah gadis di sisinya bersinar selayaknya bulan di malam purnama. Sleeping At Last, pikir Jian. Mendengarkan lantunan Neptune yang memenuhi mobil, beradu dengan perjalanan yang semakin menggerus jarak serta waktu, Jian bisa merasakan hatinya menghangat. Jika diingat kembali, kecuali Boram, barangkali tak ada yang tahu kalau band yang kini hanya memiliki satu personil tersebut berhasil menangkap hatinya sejak ia menonton episode Grey's Anatomy tatkala jam istirahat kantor. Lalu kini, tanpa diberitahu atau diminta sejak meninggalkan pom bensin, Jungkook tahu-tahu sudah memutar seluruh lagu yang berada dalam album Atlas: I begitu saja.

Diam-diam menahan gelitikan di dalam dada, Jian lantas menggelengkan kepala tak percaya. Ia meraih kantung plastik berisi buah jeruk yang sempat dibeli di minimarket pom bensin, mengupas kulit, membersihkan sedikit serabutnya, lalu menyuapkan satu buah pada Jungkook yang sibuk mengemudi. Pria mendadak tersenyum malu, agak kikuk serta canggung, namun tetap membuka mulut dengan telinga sedikit memerah tipis.

"Kau tahu, Ji," ujarnya tiba-tiba. Menghentikan mobil dengan perlahan saat mereka melewati perempatan yang menampilkan rambu-rambu lalu lintas berwarna merah, Jungkook melanjutkan menahan senyum, "Saat Kak Jimin menikah dengan Kak Lilith, aku sempat merasa dengki."

SomersaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang