Barangkali, tiga hal utama yang mendasari salah satu keping memori Jeon Jungkook adalah serambi belakang rumah, kebun bunga milik ibu, serta dua cangkir teh yang tak disentuh barang sesesap sekali pun. Hari itu sudah memasuki musim gugur. Presipitasi meningkat. Awan-awan berarak. Langitnya kelabu. Jungkook mendengar ayahnya menitah mutlak, "Kau akan menikah." Ada jeda di sana. Hatinya mencelos, bibirnya terkatup. "Ayah menemukan sepucuk surat yang ditinggalkan mendiang ibumu di rumah lama."
Surat yang sang ibu tinggalkan sudah berusia tiga tahun. Usang, sedikit menguning, agak berbau apak. Jungkook pikir ia akan baik-baik saja saat membaca apa yang tertera di sana, tetapi jemarinya mengepal erat, rahangnya mengeras. Melampaui memorinya mengenai sepasang mata sekosong tangki, surat tersebut sarat dan penuh akan emosi yang tak pernah tersampaikan.
Ada banyak kepala yang berkata, perjodohan di era sekarang sudah tidak relevan. Bukan zamannya. Bukan sesuatu yang cocok untuk dilakukan. Tetapi kalau kau hidup di tengah keluarga, relatif, serta lingkungan yang mempercayai bahwa hal semacam itu adalah perintah mutlak yang tidak bisa ditolak, maka jelas yang terjadi adalah sebaliknya. Mungkin memang mudah menjejali konsep baru di dalam kepala-kepala asing, terlebih lagi kalau kau tidak pernah terlibat secara nyata dan langsung di tengah praharanya. Tetapi urusan praktik, itu jelas dua hal yang sangat berbeda.
Jadi untuk sekarang, seandainya ia diperkenankan mengatakan satu buah kejujuran, Jungkook benar-benar tidak menaruh banyak harapan pada gadis yang namanya disebut dua kali di dalam surat yang ditinggalkan mendiang sang ibu. Ia menerima uluran suratnya, menerima foto si gadis yang menggenggam buket bunga saat kelulusan, tetapi hatinya tetap tak bergerak. Mungkin karena si pemuda sudah terbiasa untuk tak membiarkan ekspektasi semunya melambung tinggi. Atau mungkin juga karena ia sudah bisa menebak apa yang hendak terjadi.
"Namanya Song Jian. Lahir dan tinggal di Seoul. Seorang media planner yang bekerja untuk sebuah perusahaan periklanan terkenal. Dia gadis baik-baik," jelasnya. Jungkook bungkam. Sepasang netra si pemuda tak berkedip memandang seraut wajah dalam foto di genggaman. "Keluarganya mungkin sedikit bermasalah. Tetapi jika ibumu sendiri yang memintanya, pasti hal tersebut bukan masalah besar."
Pria tersebut sepenuhnya tetap tak menyahut. Ia hanya mengangguk, memandangi isi cangkir kopi sang ayah yang tak lagi mengepul panas, lalu membiarkan isi kepalanya merambat selayaknya mandevilla laxa di dinding kebun ibu tirinya.
Ah, lagipula seorang gadis Seoul pasti akan menolak perjodohan kolot semacam ini, pikir Jungkook. Terlebih lagi jika sosok tersebut sudah memiliki kehidupannya sendiri. Cantik, mandiri, memiliki pekerjaan tetap—tidak menutup kemungkinan kalau ia sudah berhubungan dengan seseorang.
Jungkook tak perlu menolak keras-keras. Ia hanya mendengarkan dengan seksama, menahan perih serta rasa mual saat semua orang merencanakan bagaimana pernikahannya akan dimulai dan berlangsung. Pemuda tersebut memutuskan untuk datang berkunjung setelah mendapatkan persetujuan pertemuan dari kedua belah pihak keluarga. Tetapi sial. Ia malah merasa seperti diterkam seekor raja rimba saat melangkah memasuki Rigel yang beraroma manis. Menemukan diri sendiri tenggelam ke dalam konversasi, tanpa sadar mencari tahu, mengagumi, dan semuanya bermula dengan, "Halo, Jeon Jungkook."
Ah, benar. Tentu saja.
Gadis ini pasti dikirimkan oleh Tuhan sebagai pembalasan atas seluruh dosa-dosanya, bukan?
Song Jian. Song Jian. Jian.
Namanya berdiri kokoh sebagai markah untuk kebijaksanaan serta kecerdasan. Tatapannya setajam elang, menguliti mentah-mentah, menyelidik. Tak elak bahwa si gadis sanggup mengendus kebohongan yang nyatanya serapuh jenga. Jungkook menahan napas. Surat perceraian yang diangsurkan sukses membuat si pemuda mengernyit menahan nyeri. Harapan terselubung ayahnya bahwa menikahi gadis dari keluarga yang tak memiliki pengaruh besar berubah selayaknya bumerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somersault
FanfictionSebenarnya, Song Jian mengerti bahwa pernikahannya dengan Jeon Jungkook takkan berjalan normal, apalagi terasa semanis dan sehangat yang semua orang pikirkan. Tetapi dunia yang perempuan tersebut genggam memiliki dinding yang tak bisa dihancurkan se...