"loving you is easy, what is difficult is, making you love me too."
-Rumit, Langit Sore.Kata ibu, cinta itu sederhana. Mengungkapkannya bahkan sederhana. Namun entah mengapa, ketika mengatakannya begitu sulit.
Saat aku mencintainya, entah mengapa rasanya sakit sekali. Rasa sakit selalu menimpa hati saat mengingat ia tidak mencintaiku seperti aku mencintainya. 6 tahun. Aku mencintainya selama 6 tahun.
Namun baru sekarang aku menyerah untuk mencintainya. Menyerah dengan segala harapan yang selama ini ia berikan. Lelah karena selalu merasa yakin jika ia juga akan mencintaiku. Melupakannya mungkin memang sulit, namun aku mencoba melupakan harapanku padanya.
Kini aku akan pergi, mencoba mengikhlaskannya. Aku pergi. Pergi dari seseorang yang bahkan tak mengharapkan kehadiran ku.
Aku juga bingung, mengapa aku bisa mencintai pria berhati batu seperti Min Yoongi. Pria yang bahkan selalu menghindar saat ku ajak berinteraksi.
Aku menginginkannya, sangat. Selalu merindukannya disetiap malam sebelum diriku tidur.
Dan karena sekarang aku menyerah. Aku akan pergi. Aku akan pergi, Yoongi. Park Jimin akan pergi karena bahagiamu bukanlah aku.
.
.
.
"Jadi kapan kita akan berangkat?"
"Mungkin satu jam lagi?"
"Busnya, mogok?"
"Iya."
Seokjin menghela nafas mensnegar jawaban Namjoon. Niatnya berlibur mengajak Jimin, Taehyung, Jungkook, Hoseok, serta Yoongi. Yah, minimal untuk menghibur Jimin dan membuat kenangan indah sebelum anak itu pergi, malah mereka berakhir disebuah gubuk reyot tak terpakai dipinggir hutan.
Entah karena alasan apa bus yang mereka naiki izin untuk putar balik karena ada sesuatu yang tertinggal. Dan mereka diturunkan disini.
Bus bodoh memang. Tolol.
Semua orang mendesah kasar kecuali Jimin. Pria itu bersandar didinding gubuk reyot sambil menatap kosong ke arah jalanan yang diguyur hujan. Tangannya menggenggam ponsel. Alunan musik terdengar dari ponselnya.
'Lelah dengan harapan, kau tak mungkin ku dapatkan. Tentang perasaan, tak bisa dipaksakan.'
'Aku ingin kamu, tapi kau tak mau. Jangan-jangan paksa aku untuk membencimu.'
'Memahami hatimu, tak akan cukup usiaku. Sementara rindu ini, semakin menusuk dadaku.'
'Ternyata, perasaanmu padaku, biasa-biasa saja.'
Taehyung menghela nafas. Ada lebih 10 kali Jimin memutar lagi galau itu. Entah apa tujuannya. Taehyung berpikir, 'Percuma, Jim. Dia tidak akan pernah melirikmu. Bukankah sudah kubilang jangan pernah sukai si hati es?' lalu menggeleng dramatis.
Jimin memejamkan mata. Dingin menusuk kulitnya dan rasa pusing dikepalanya tak kunjung hilang. Jimin memang mempunyai migrain yang cukup parah. Dan sialnya, Jimin lupa membawa obatnya tadi.
'Cinta itu sederhana, yang rumit itu kamu. Mencintaimu itu mudah. Yang sulit adalah, membuatmu juga mencintaiku.'
'Aku mengerti bahwa bahagiamu bukan denganku, niscaya semua luka kan sembuh bersama waktu. Maafkan aku yang pernah ada di hidupmu, kini ku pergi dan tak akan lagi mengganggu. Aku telah belajar ikhlas, untuk melepas. Kau abadi sebagai luka, yang membekas. Terimakasih untuk cinta yang, pernah hadir, walau bukan seperti ini kubayangkan'kan berakhir.'
Sedangkan tanpa Jimin sadari, kerutan di dahi Yoongi tidak menghilang sejak 30 menit yang lalu. Hari ini Jimin terlalu aneh. Terlalu banyak diam, terlalu banyak melamun, dan bahkan terlalu banyak memutar lagu sialan itu yang bahkan sudah Yoongi hapal tanpa sengaja.
Yoongi tau jika itu lagu favorit Jimin. Tapi tidak tau jika sampai sesuka itu. Kenapa dengan anak itu sebenarnya? Entahlah. Yoongi selama ini tidak dekat dengan Jimin karena memang Yoongi yang tak mau dekat dengannya.
Sampai dimana mata Yoongi membulat, saat hidung itu mengalirkan darah juga diikuti tubuh yang perlahan ambruk ke tanah. Dan Yoongi tau apa maksud dari kalimat 'pergi dan tak akan lagi mengganggu.'
.
.
.
Memang, tidak masuk akal. Migrain berubah menjadi tumor otak. Konyol. Terlalu konyol.
Yoongi tertawa bak orang gila di depan sebuah gundukan tanah. Mendadak. Terlalu mendadak. Terlalu aneh. Terlalu tiba-tiba. Terlalu tidak masuk akal.
Apa ini? Bukankah Jimin hanya akan pergi untuk kuliahkan? Akan kembali suatu hari nanti pasti. Tapi kenapa? Kenapa ini? Apa Tuhan sedang bermain-main dengan Yoongi sekarang.
Kenapa Jimin malah pergi selamanya? Apakah berkuliah di langit lebih bagus dari pada di New York?
"Apa ini? Kau bilang akan pergi dan akan kembali jika liburan tiba?" Yoongi terkekeh miris. Menatap gu dukan tanah itu dengan pandangan tajam.
"Dan juga ada apa denganku? Rasanya kosong sekali. Tidak ada tawamu, senyummu, umpatan kasarmu, juga mata sipitnya lagi. Semua kosong. Aku ini kenapa, Jimin?"
Namun tak ada jawaban. Hanya angin yang meniup helai rambut hitamnya.
"JAWAB AKU, PARK JIMIN!"
"KAU PERGI?! TIDAK LAGI MENGGANGU?! KONYOL! KAU BAHKAN SANGAT MENGANGGU DENGAN DIAM SAJA SEKARANG!"
Air mata keluar dari mata tajamnya. Ia menangis saat merasa sakit tak wajar di dadanya. Yoongi merasa kesal. Kesal akan dirinya. Kenapa baru sekarang ia menyadarinya? Kenapa tidak sedari dulu saja?
"Sebenarnya apa yang kau rasakan saat mencintaiku dulu sesakit ini, Jim?"
"Kenapa aku serumit ini, Jim?"
"Maafkan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect • Yoonmin Oneshoot
RandomBerbagai macam oneshoot tentang YOONMIN yang kadang mampir seenaknya diotak. Anti NC! tidak suka please pergi! ©lyrazii