19. Simpanan Nadza

119 18 1
                                    

H A P P Y  R E A D I N G !

Kedua kalinya Nadza membawa Alara ke taman belakang sekolah. Entah karena belakang sekolah ini sepi atau karena penghuni alam ghaib di belakang sekolah berteman baik dengan Nadza.

Selepas Nadza menghempaskan Alara ke depan lumayan kencang, Alara sudah menduga-duga membuat gadis itu segera memasang kuda-kuda.

"Lo mau main-main sama gue hah?!" cerca Nadza menaikan suaranya satu oktaf. Wajahnya memerah serta urat-urat di leher dan wajah menonjol menunjukkan jika Nadza benar-benar dalam keadaan emosi.

Alara repleks menggeleng. "E-enggak kok. Gue mau sekolah," katanya terdengar menantang di telinga Nadza.

"Lo pikir gue cuman ngancem doang buat nyebarin rahasia lo itu? Saat ini juga gue bisa buat nyebarin biar semua orang tau kalau--"

"Lo maunya apa sih? Gue udah turutin kemauan lo buat deketin lo sama pujaan hati lo itu, terus sekarang apa lagi?" Dada Alara kembang kempis menahan amarah, sungguh jika Nadza tidak tahu rahasianya Alara mana sudi berurusan dengan lelaki itu. Belum satu pekan saja Alara dibuat muak.

Saat kedatangan di kantin Alara sudah tahu ini akan terjadi, jelas saja lelaki itu akan marah. Tetapi biar saja, biar Nadza tahu jika Alara tidak akan diam saja ketika ditindas.

"Kalau soal tadi, sori, gue gak sengaja, lagian lo sendiri yang ganggu gue," kata Alara menyinggung kejadian di kantin tadi, Alara tidak sengaja menyembur Nadza.

"Gue bilang, lo nurut sama gue, turutin kemauan gue!" tekan Nadza itu sembari menatap Alara tajam dan dalam.

Alara balas menatap Nadza. "Gue udah turutin kemauan lo, apa lagi?"

"Lo masih main-main sama gue, buktinya lo berani mencemarkan nama baik gue. Lo kan yang nyebarin foto itu? Iya lah, orang lo yang foto!" Nadza tertawa sarkas, manik kelamnya menyorot Alara kian tajam.

"Sekali lagi lo berbuat ulah, gue gak segan buat bongkar rahasia yang katanya bisa merenggut nyawa lo itu!" ancam Nadza sekali lagi lalu pergi meninggalkan Alara yang mematung dengan pandangan kosong.

Seandainya hubungan darah ini tidak perlu disembunyikan, Alara tidak perlu memohon-mohon pada Nadza untuk tutup mulut dan tidak perlu menuruti perintah tak masuk akal lelaki itu.

-Sadrela's-

Nadza mengetuk kaca mobil yang terparkir di basement apartementnya. Lalu Nadza masuk ke dalam mobil.

"Mau kemana dulu, Tan?" itu hal pertama yang Nadza tanya ketika dirinya baru saja duduk dan memasang sabuk pengaman kemudi.

Wanita yang duduk dikursi penumpang itu menatap Nadza penuh perhatian. "Makan dulu kali yah, kamu kayaknya belom makan deh."

Nadza tersenyum tipis, ia melirik wanita disampingnya. "Kok tau sih Tan," kekehnya.

"Taulah, muka kamu kusam gitu," kata wanita itu lagi kali ini mengalihkan pandangannya ke depan.

Nadza tersenyum samar, ia segera menjalankan mobil putih itu pergi dari basement.

Sepanjang perjalanan itu hening, tidak ada obrolan bermutu. Kedua manusia berbeda usia itu sibuk pada pemikirannya masing-masing.

"Ada yang mau kamu ceritain?" tanya Wanita itu mengalihkan wajahnya agar menatap wajah Nadza sepenuhnya.

Nadza menoleh sebentar lalu menggeleng. "Hm gaada kok, Tan. Santai aja."

Sadrela'S || Winter ft JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang