H A P P Y R E A D I N G !
Idnan mendesis melihat orang yang duduk di ruang tamunya, bukan karena benci, Idnan hanya kesal sebab Idnan tahu keberadaan orang itu hanya akan berpengaruh buruk bagi keluarganya, bahkan semenjak kedatangan pria itu saja hidup Idnan langsung hancur.
Ingin marah pun percuma, Idnan tidak bisa egois hanya demi mementingkan egonya. Demi sang Mama, Idnan harus merelakan sakit hatinya kehilangan segala hal termasuk cinta.
"Om kapan mau nikahin Mama?" tanya Idnan langsung ketika bokongnya baru saja duduk di sofa. Idnan sudah muak.
"Secepatnya," balas pria itu sembari mengisap kopi panasnya perlahan.
Idnan berdecak keras membuat pria itu mengernyitkan dahi. "Dari dulu bilangnya secepatnya, tapi sampe sekarang engga."
"Saya butuh waktu Idnan," kata pria itu memberi penjelasan.
"Maaf nih Om, saya bukannya gak mikirin keluarga Om. Tapi Om sendiri yang udah janji nikahin mama saya dan saya nagih janji itu," kata Idnan tak sabar. Lelaki jangkung itu bangkit dari duduknya, pembicaraan dengan topik ini pasti akan selalu berakhir seperti ini, pria itu minta waktu. Entah untuk apa, yang penting bagi Idnan adalah keadilan untuk Ibunya dan janji pria itu.
"Ya, saya paham," ucap Pria itu mengerti.
"Baguslah, saya juga harap keluarga Om gak mempersulit. Saya gak ingin Mama saya kenapa-napa. Apalagi dianggap wanita gak bener." Idnan meninggalkan ruang tamu tanpa menunggu balasan dari pria itu. Idnan yakin pria yang akan menjadi ayah sambungnya itu sudah mempersiapkan banyak hal demi Ibunya.
-Sadrela's-
Alara menutup telinganya menggunakan bantal. Ia mendesis sebal mendengar ponselnya terus mengeluarkan notifikasi entah itu pesan atau panggilan. Padahal ponselnya sudah Alara simpan ke dalam lemari dan diselipkan di tumpukan baju. Namun getaran ponselnya masih saja terdengar jelas. Sesaat Alara ingin sekali membanting ponselnya itu, tapi kan sayang tidak ada gantinya lagi.
"Ihh berisik banget sih, angkat sana! Ganggu gue nonton aja deh!" hardik Adira yang ketiga kalinya menyuruh Alara untuk mengangkat panggilan di ponselnya.
Alara menghembuskan nafasnya kasar, ia malas sekali mengecek ponselnya tetapi jika notif di ponselnya tidak berhenti, Alara takut Adira akan nekat.
54 panggilan tidak terjawab
107 pesanGila!
Alara berdecak sambil menggeleng pelan, ini yang membuat ia malas untuk mengecek ponselnya, semua notifikasi itu dari Nadza yang bertanya seputar tentang Adira. Masalahnya, jika hanya satu atau dua pesan saja Alara akan berbaik hati menjawab, tapi ini? Bahkan yang jadi pertanyaannya itu perihal---
'Adira lagi ngapain?'
'Adira udah makan belom?"
'Adira udah tidur belom?'
Dan seperti itu terus. Bahkan ini sudah hari ke tiga Nadza bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sejak kesepakatan hari itu, entah Nadza dapat nomer ponselnya dari mana yang jelas Alara keki, Nadza benar-benar sudah mengusik hidup tenang dan damainya.
Karena Nadza pula, acara membaca wattpad Alara harus terganggu berakhir dirinya yang malas.
Parahnya lagi, Nadza mengirim pesan bukan hanya lewat line, Whatsapp--jika hanya lewat itu Alara bisa saja mematikan data selulernya-- tetapi pemuda itu juga mengirim pesan lewat sms, tidak jarang juga menelpon biasa. Bagaimana Alara tidak jengkel, nadza terus-terusan menerornya seperti penagih hutang yang sudah jatuh tempo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadrela'S || Winter ft Jaemin
Fiksi RemajaSeandainya Alara diberi pilihan walau pilihannya antara mati tragis atau hidup tragis. Alara akan dengan yakin memilih mati dengan tragis. Biarlah, setidaknya ia hanya merasakan sakit saat kematiannya saja. Namun, sayangnya Alara harus dihadapkan ta...