5. Lo gak tau apa-apa!

120 26 1
                                    

H A P P Y  R E A D I N G !

Suasana kantin SMA Nusantara sangat ramai. Istirahat pertama memang saat-saat yang paling dinantikan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan minta dikasih jatah.

Kantin makin ramai saat kedatangan Nadza. Tentu saja, salah satu siswa populer kepunyaan Nusantara bermulut buaya, sekali mangap langsung gigit. Bukan rahasia umum lagi jika pemuda itu suka memainkan hati perempuan. Entah karena memanfaatkan wajahnya dengan baik atau karena ia seorang yang butuh perhatian?

"Kak, boleh minta wa-nya?" Siswi cantik kelas sepuluh itu menatap Nadza berharap, dengan senyum manis menghias wajahnya yang bulat.

Lelaki bermata kelam itu menyerigai membuat para siswi disekitarnya menahan nafas melihatnya.

"Sini handphone lo," kata Nadza, adik kelas itu cepat-cepat menyodorkan ponselnya pada Nadza. Wajahnya yang cantik bersemu merah.

Begitu Nadza hendak mengetikkan nomer Whatsapp-nya, seorang gadis menyenggol bahunya sedikit keras.

Nadza langsung meliriknya, hendak memarahi tetapi begitu mendapati wajah cantik yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri. Nadza menyodorkan kembali ponsel adik kelasnya itu.

"Lho Kak, udah?" tanya adik kelas itu.

Nadza tersenyum lalu menggeleng. "Gue udah punya pawang, kalau mau whatsapp, download aja di playstore, banyak kok. Ada Business, fm, gb, yo. cari aja sendiri deh."

Adik kelas itu terperangah, memandang kecewa Nadza yang berlalu. Lelaki itu menempatkan posisi duduk di meja tempat Adira dan dua temannya tempati.

Nadza tersenyum genit pada Adira. Waktunya berjuang.

"Dir, lo punya kaki gak?" tanya Nadza menatap Adira penuh damba.

Adira melirik Nadza, menghentikan suapan cuankinya. "Punya mata 'kan? Liat aja gue jalan pake apa."

"Galak bener dah calon ibu anak-anak gue," kata Nadza. Adira yang mendengar itu melirik Nadza sinis. Memilih tidak acuh.

Nadza berdeham keras. "Fungsi kaki buat apa?"

Menghembuskan nafas kasar, Adira memutar bola matanya kesal. "Masih kurang jelas hah? Gue punya kaki, fungsinya buat jalan, puas?!"

Lelaki manik kelam itu terkekeh, menggaruk tengkuknya malu. Demi pujaan hati, Nadza rela dipermalukan di depan banyak orang.

"Kalau gitu, sore nanti kita jalan bisa lah. Gue gak minta jawaban kok. Karena ini pernyataan bukan pertanyaan." Nadza mengacak rambut Adira gemas sebelum pergi, membuat gadis itu mendelik tajam.

Bisa-bisanya dibodohi pertanyaan menjebak Nadza. Tidak lagi Adira mau menjawab pertanyaan unfaedah dari Nadza.

Menjauh dari keramaian kantin, Nadza menaiki anak tangga satu persatu sambil menghela nafas pelan. Senyum yang biasa terpatri di wajahnya kian memudar. Nadza membuka pintu rooftop, memandang kedua temannya dengan tatapan kosong. 

Dia duduk bergabung, meraih sebatang nikotin di meja lantas menyelipkan diantara jari tengah dan telunjukknya.

"Suntuk banget muka lo, bukannya habis ketemu Adira?" Hirsam melirik Nadza yang tengah menghembuskan asap nikotin ke udara.

Nadza menatap kosong pemandangan kota di depannya. Lelaki itu mendesah pelan.

"Males banget gue disuruh minta izin ke pembina osis," gerutu Nadza.

Lelaki si pemilik manik tajam nan sipit itu menepuk bahu Nadza. "Kenapa sih, pembina osis 'kan cantik. Bukannya lo doyan liat yang cantik-cantik?"

Nadza tertawa remeh mendengarnya. "Cantik dari mananya sih? Dia tuh siluman!" geram Nadza.

Sadrela'S || Winter ft JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang