8. Ucapan janji & Rumah tidak layak huni

105 21 0
                                    

H A P P Y  R E A D I N G !

"Alara, pulang sekolah jangan lupa ada rapat," ucap Hirsam memberi tahu ketika berpapasan di koridor, Alara mengangguk.

"Yaudah deh kak, kalau cuman itu aja gue pergi dulu." Alara berpamitan seraya tersenyum ramah pada Hirsam.

Istirahat kedua koridor lumayan sepi, selain karna waktunya makan siang dan waktunya salat dzuhur, pertandingan basket baru saja dimulai membuat para penghuni kelas berbondong-bondong menyaksikan.

Alara berjalan menyusuri koridor, dia tidak berminat berkumpul dengan orang-orang ramai di lapangan basket, lebih baik ke perpustakaan yang sunyi membaca novel dan tiduran lebih menyenangkan.

Sepertinya rencana menyenangkan itu harus urung. Di ujung koridor tepatnya di depan pintu perpustakaan ada Pranadza dengan teman-temannya minus Hirsam dan Adrian. Mereka sedang mengobrol, sepertinya mereka juga tidak berminat menonton basket.

Ini bencana! Alara tidak mau mempunyai masalah dengan kakak kelas itu, lebih baik dia mengurungkan niatnya dan diam di dalam kelas agar aman. Tetapi, itu hanya angan saja karena Nadza sudah menyadari kehadiran Alara.

"Malu yah sampe balik lagi," pekikan Nadza membuat Alara yang hendak memutar arah mematung, merutuki dalam hati.

"Kenapa? Malu? Atau takut?" Nadza menaikan sebelah alisnya, Alara menghela nafas kasar perlahan ia membalikkan tubuhnya dengan memberi tatapan benci pada lelaki itu.

"Apa? Gue gak takut," kata Alara menatap nyalang pada Nadza.

Nadza yang ditatap seperti itu terkekeh geli. "Wess sante dong Neng. Sini kalo berani deketan, jangan ldr gini." Disambut tawa riuh teman-teman Nadza memanasi keadaan.

Alara memutar kedua bola matanya malas. Namun tak urung ia mendekat. Alara tahu setiap langkahnya ini akan membuat masalah kedepannya. Tapi Alara juga tidak mau diremehkan orang lain, ia terlalu sering diremehkan sedari dulu.

"Gede juga nyali lo," ejek Nadza tersenyum miring.

Alara menatap lelaki jangkung itu tajam. Sudah kepalang basah, tercebur sekalian. "Lo pikir gue takut? Minggir! Gue mau lewat!"

"Waduh waduh yang sopan dong Dek, kalo lewat depan kakak kelas! Kayak gak diajarin sopan santun aja," cibir teman-temannya Nadza. Alara membeku, menelan salivanya kasar lupa kalau Nadza tidak sendiri.

"Adik kelas jaman sekarang tuh mana mau hormatin kakak kelasnya!" Lagi-lagi cibiran itu membuat Alara makin tidak enak hati, kakak kelasnya pasti membencinya, tapi jangan salahkan Alara juga sebab saking kesalnya ia melupakan kehadiran teman-teman Nadza. Tetapi seharusnya Alara juga bisa menjaga ucapannya walau sedang kesal.

"Tuh dengerin! Yang sopan jadi adik kelas, baru aja beberapa minggu sekolah disini, udah seenaknya!" Nadza ikut mencibir Alara. Lelaki itu tersenyum miring melihat Alara yang tidak bisa berkutik.

"M-maaf, gue gak bermaksud gitu kok, cuman gue kesel aja sama kak Nadza," ucap Alara memelan di akhir, kepalanya tertunduk malu. Ah ini namanya benar-benar tercebur, percuma ia menjelaskan sampai mulut berbusa pun para kakak kelasnya yang ada disini pasti membencinya dan menganggapnya tidak sopan.

Jujur, Alara takut ada di posisi ini.

"Halah basi! Sana pergi beli minum! Kalo sampe lima menit lo belum kesini, habis lo sama kita!" Nadza memerintah dengan seenaknya, lelaki itu ingin membuat malu Alara yang selalu berani menantangnya.

"Tapi..."

"Gausah tapi-tapian, cepetan!"

Alara mengangguk pasrah, kali ini ia merutuki dirinya yang benar-benar gegabah. Kenapa ia harus melawan Nadza? Kenapa tidak pergi saja jika tau berhadapan dengan Nadza? Dan jawabannya karena Alara tidak mau ditindas, lagi.

Sadrela'S || Winter ft JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang