28. [WHEN THE STORM COMES]

728 97 21
                                    

"Mama, kapan kita pulang ke rumah papa?" Kim Yoosun memandangi Ibunya dengan mata berkilau dan tatapan polos miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama, kapan kita pulang ke rumah papa?" Kim Yoosun memandangi Ibunya dengan mata berkilau dan tatapan polos miliknya. Kim Yoosun benar-benar mewarisi gen dari sang ayah, bahkan sampai ke caranya menatap sekalipun berhasil membuat siapa saja sulit untuk mengabaikan sosok tersebut. "Mama, ayo pulang. Katanya papa mau ke sini untuk menjemput Yoosun, nanti pulangnya sama mama ya? Yoosun tidak mau nanti kalau tidak belsama mama."

Tiga minggu berselang pasca perceraian agaknya sudah mampu membuat seorang Kim Yoosun menyadari situasi yang terjadi. Yeon Ah mengambil napas sejenak guna mengurangi tekanan yang terjadi. Menghampiri sang anak yang terduduk tegap di depan layar televisi, fokus si ananda yang masih terarah penuh padanya membuat wanita ini semakin gugup untuk memulai kata.

"Sayang, mulai sekarang kita tinggal di sini ya?" menggengam kedua bahu putranya, menatap kedua obsidian sang putra yang malah menggaruk pipi gembilnya dengan sorot penuh tanya.

"Kenapa? Ini kan lumah Uncle Jeon. Lumah kita kan yang sama papa."

"Tidak sayang, ini sebenarnya rumah mama tapi di tempati Uncle Jeon dan yang kita tempati kemarin itu rumah papa. Sekarang mama dan Yoosun ganti tinggal di sini bersama Uncle Jeon." Sebaik mungkin Yeon Ah mencoba menjelaskan keadaan yang terjadi. Mencoba mengolah kata sesederhana mungkin agar dapat dimengerti sang buah hati.

"Kenapa?"

Sejemang terdiam, memilih untuk merapikan poni putranya yang sudah hampir menutupi kelopak mata. Rupanya masalah perceraian kemarin amat menyita waktu hingga membuatnya lupa akan hal sederhana ini.

"Karena ini sudah saatnya mama dan Yoosun untuk tinggal di sini," jawab Yeon Ah kembali, menangkap raut keingin tahuan yang jelas terpancar dari anak semata wayangnya ini.

"Lalu papa bagaimana ma? Kenapa papa tidak tinggal di sini juga?"

"Pa ... papa ...." Sedikit terbata wanita ini malah menunduk sesaat, mencoba meneruskan kalimat yang ternyata amat sulit dirangkai untuk bocah yang bahkan usianya belum genap empat. "Papa tinggal di rumah lama sayang. Rumah itu harus ada yang menempati, kalau papa tinggal di sini juga berarti rumahnya tidak ada yang menjaga, nanti kalau ada pencuri bagaimana heum?" Memberanikan diri menatap manik sang putra, Jeon Yeon Ah mengukirkan senyum terbaik.

"Kalau begitu kita tinggal di lumah papa saja. Kan rlumah mama sudah ada Uncle Jeon yang menjaga. Di bawah kan ada Paman Sakuliti juga, kalau di lumah kita kan tidak ada paman berselagam sepelti di sini." Menunduk, dengan memeluk boneka alpaca pemberian ayahnya tempo hari ketika mereka berdua pergi ke Lotte World. Si mungil melanjutkan, "Yoosun rlindu papa."

Yeon Ah tahu benar maksud Kim Yoosun, maka dari itu ia hanya langsung memeluk tubuh munggil putranya. "Maaf sayang, tapi mulai sekarang Yoosun harus terbiasa seperti ini. Papa dan mama tidak bisa tinggal bersama lagi."

"Kenapa mam? Kan kita keluarga, kalau keluaga kan halus belsama. Kakek Jeon yang bilang dulu, masa mama lupa?" Memainkan surai legam Yeon Ah dengan jemari mungilnya. Yoosun lalu menenenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher ibunya, menyukai harum wanita yang selalu bisa membuatnya nyaman ketika dipeluk seperti sekarang ini. "Papa dan mama kan keluarga Yoosun. Nama saya Kim Yoosun, ayah saya Kim Seokjin dan mama saya Jeon Yeon Ah. Papa yang ajarkan itu, harus tahu nama lengkap orang tua. Papa dan Mama Yoosun. Kita adalah kelualga."

IN A BINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang